Kebijakan Hijau Presiden Biden Sisakan PR bagi Indonesia

Penulis : Sandy Indra Pratama

Lingkungan

Selasa, 09 Februari 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Meski secara politis pemerintah Amerika Serikat dinilai akan kembali membangun kemitraan strategis dengan Indonesia, namun kebijakan hijau yang digadang pemerintahan Biden menyisakan pekerjaan rumah bagi Indonesia. Isu soal energi bersih dan terbarukan serta syarat lain soal lingkungan bakal menjadi sorotan dalam pembangunan hubungan bileteral dua negara.

Seperti diketahui, Pemimpin baru Amerika Serikat (AS), Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris, pada masa kampanye menempatkan isu perubahan iklim sebagai satu isu prioritas. Kecenderungan beralih penggunaan  energi fosil ke energi terbarukan, lantas memasukkan kembali AS ke Paris Agreement yang merupakan salah satu executive order yang ditandatangani oleh Biden.

“Grand New Deal yang dimiliki pemerintahan Biden merupakan kerangka yang penting, hal itu dilihat dari beberapa kebijakan penganggaran yang pro lilngkungan,” kata Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika, Universitas Indonesia, Suzie Sri Suparin Sudarman, dalam diskusi daring yang digelar Auriga Nusantara, Selasa, 9 Februari 2021.

Suzie kemudian merinci sebagian kebijakan Biden yang dinilai relevan dan mempengaruhi hubungan AS-Indonesia, seperti, gelontoran duit 1,7 triliun USD untuk membeli energi bersih, serta memberlakukan pajak karbon -pajak yang dikenakan pada penggunaan bahan bakar fosil- saat mereka mengimpor barang dari negeri luar.

Joe Biden (joebiden.com)

Lalu, anggaran 2 miliar USD untuk membangun listrik bebas karbon di 2035, kembali ke perjanjian Paris soal perubahan iklim.

“Meniadakan bantuan luar negeri untuk penggunaan batubara di pusat-pusat pengadaan listrik dan pabrik di luar negeri mereka, dan pemberian utang untuk negara yang menerapkan kebijakan hijau,” ujar Sri menerangkan.

Dalam paparannya, Sri kemudian menjelaskan apakah Indonesia melihat poin itu sebagai tantangan atau pekerjaan rumah? Menurutnya, apapun yang kemudian dijalankan pemerintah Amerika Serikat, Indonesia perlu memandang prioritas terbaik untuk bisa melakukan adaptasi. Terlebih jika adaptasi itu juga berdampak baik bagi dalam negeri. “Energi bersih dan terbarukan itu jelas positif, seharusnya Indonesia bisa beradaptasi,” katanya.

Namun, kata Sri, Indonesia memang beruntung, sebab dalam penilaiannya negara inin masih dilihat sebagai mitra strategis Paman Sam. “Biden akan mendukung demokratisasi Indonesia sebagai negara Adidaya demokrasi sekaligus pasar bebas sebagai alternatif dari Tiongkok,” ujarnya. Poin ini, tambahnya, menguntungkan bagi Indonesia.

Bagaimana Indonesia harus merespon? Direktur Esksekutif Indonesia for Global Justice, Rachmi Hertati mengatakan Indonesia akan menghadapi tantangan berupa standar baru Amerika Serikat dalam perdagangan. “ Tidak ada yang benar-benar bebas, semua bergantung kepada negara pembeli atau penerima, jadi mau tidak mau Indonesia harus bisa beradaptasi, itu pekerjaan rumahnya,” katanya.

Memang butuh waktu bagi Indonesia. Namun apabila Indonesia ingin bisa berjalan seiring dalam konteks perdagangan dengan Amerika, lanjutnya, syarat lingkungan dari produk-produk Indonesia harus bisa memenuhi standar tadi. Termasuk sawit.