Pejabat Kemen ATR/BPN Saling Sahut Soal Alih Fungsi Lahan

Penulis : Sandy Indra Pratama

Ekologi

Rabu, 24 Februari 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Selepas adanya pernyataan dari seorang pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang memprediksi akan adanya alih fungsi lahan sawah besar setelah UU Ciptaker dilaksanakan, dalam sebuah diskusi virtual, Senin lalu, kini anggapan itu dibantah oleh internal kementerian sendiri.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membantah UU Cipta Kerja akan memperparah alih fungsi lahan sawah.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang menyebut tidak benar UU Ciptaker berpotensi mengancam stabilitas pangan nasional karena pembangunan infrastruktur kian diperlonggar lewat UU sapu jagat.

"Hal itu kurang pas, sebenarnya alih fungsi lahan sawah sudah banyak terjadi sebelum UU Ciptaker berlangsung," ujarnya dalam keterangan yang dikeluarkan kepada media di Jakarta, Rabu (24/2).

Dia menambahkan pihaknya melakukan pengendalian alih fungsi lahan sawah guna menjaga ketahanan pangan. Menurut data lahan sawah Kementerian ATR/BPN 2011, Indonesia memiliki 8,1 juta hektare lahan sawah. Kemudian pada 2013, itu turun menjadi 7,75 juta hektare.

Tampak dari ketinggian sebagian hutan di wilayah adat Kinipan telah terbabat untuk perkebunan sawit PT SML./Foto: Betahita.id

Kemudian penurunan berlanjut pada 2018 hingga tinggal menjadi 7,1 juta hektare. Dari situ katanya, dapat ditarik kesimpulan alih fungsi lahan sudah meningkat jauh sebelum adanya implementasi UU Ciptaker dengan kisaran 100 ribu hektare hingga 150 ribu hektare per tahun.

Lebih lanjut, ia ingin meluruskan pemahaman yang menilai UU Ciptaker lebih memprioritaskan proyek untuk kepentingan umum dan proyek strategis nasional sehingga membuat kesan lahan persawahan akan tergerus.

"Kementerian ATR/BPN sendiri telah menyiapkan beberapa langkah strategis terkait pengendalian pemanfaatan ruang termasuk yang sawah, termasuk lahan sawah yang telah dialokasikan dalam rencana tata ruang sebagai lahan dilindungi atau lahan abadi," tambahnya.

Langkah strategis pengendalian pemanfaatan ruang yang dimaksudnya, yaitu pertama Kementerian ATR/BPN akan menetapkan zonasi dan aturan khusus sesuai dengan lokasi lahan sawah yang telah ditentukan. Jika pada lokasi zonasi tersebut menjadi sasaran proyek strategis nasional, maka sekitarnya tidak boleh berubah.

"Kedua, jika akan terjadi perubahan, Kementerian ATR/BPN akan mengambil langkah penilaian terukur dan strategis, apakah proyek stategis nasional di lahan abadi tersebut akan memberi dampak pada nilai tambah ekonomi maupun sosial," ujarnya.

Ketiga, Kementerian ATR/BPN akan memberikan insentif kepada para petani yang punya lahan sawah. "Adanya pengendalian alih fungsi lahan sawah ini, aktivitas ekonomi melalui proyek strategis nasional tetap sejalan dengan pengendalian lahan guna kebutuhan pangan nasional hingga beberapa tahun mendatang," tutupnya.

Sebelumnya, Kasubdit Pengendalian Alih Fungsi Lahan Kementerian ATR Vevin Syoviawati Ardiwijaya memprediksi alih fungsi lahan sawah semakin besar setelah UU Ciptaker dilaksanakan.

Pasalnya, peningkatan aliran modal asing yang terjadi usai pelaksanaan uu itu bakal mendorong pembangunan infrastruktur. Pembangunan itu mereka pastikan akan membutuhkan lebih banyak lahan.

Oleh karena itulah, alih fungsi lahan persawahan sulit dihindari.

"Sebelum UU Cipta Kerja ini terbit sudah ada indikasi penurunan lahan sawah 150 ribu hektare (Ha) per tahunnya. Dengan uu ini tentu saja alih fungsi lahan semakin besar lagi karena banyak sekali PSN (Proyek Strategis Nasional) dan kepentingan umum yang dibangun di sawah," ujarnya dalam diskusi virtual, Senin lalu.

CNN INDONESIA|