Menteri Airlangga: Kampanye Negatif Sawit Tak Dapat Dukungan

Penulis : Tim Betahita

Sawit

Selasa, 09 Maret 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dukungan publik Swiss terhadap ratifikasi Indonesia-EFTA CEPA menunjukkan bahwa kampanye penolakan terhadap sawit tidak mendapat dukungan mayoritas penduduk negara tersebut.

Sebagaimana diketahui, sebanyak 51,6 persen penduduk Swiss setuju untuk meratifikasi perjanjian dagang tersebut dalam sebuah referendum yang digelar pada Ahad lalu.

Perjanjian Indonesia-EFTACEPA merupakan kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan negara-negara EFTA (European Free Trade Association) yang beranggotakan Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein. Kesepakatan ini ditandatangani pada 2018 setelah melalui 15 putaran perundingan.

Usai penandatanganan perjanjian tersebut, masing-masing negara perlu melakukan proses ratifikasi. Norwegia dan Islandia telah menyelesaikan proses ratifikasi, sedangkan proses ratifikasi Swiss menghadapi tantangan penolakan berupa petisi dari salah satu LSM Swiss karena isu komoditas kelapa sawit Indonesia yang dituduh merusak lingkungan.

Tampak dari ketinggian sebagian hutan di wilayah adat Kinipan telah terbabat untuk perkebunan sawit PT SML./Foto: Betahita.id

Sesuai hukum yang berlaku di Swiss, ratifikasi perjanjian tersebut perlu melalui persetujuan publik melalui referendum. "Hasil referendum ini menunjukkan bahwa kampanye negatif yang dilancarkan terhadap komoditas kelapa sawit tidak mendapatkan dukungan dari publik Swiss. Hal ini menunjukkan pengakuan internasional terhadap konsistensi dan komitmen Indonesia dalam menjalankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari keterangan resmi, kemarin.

Perjanjian komprehensif Indonesia-EFTA CEPA mencakup perdagangan barang dan jasa, investasi, dan peningkatan kapasitas. Melalui perjanjian ini, produk-produk Indonesia akan mendapatkan akses pasar berupa konsesi penghapusan dan pengurangan tarif sehingga akan lebih kompetitif ke pasar EFTA.

(Perlu dibaca: Mengenal Kelapa Sawit, Penyebab Deforestasi Terbesar Saat Ini)

Indonesia akan mendapatkan penghapusan 7.042 pos tarif Swiss dan Liechtenstein, 6.338 pos tarif Norwegia dan 8.100 pos tarif Islandia. Total ekspor Indonesia ke pasar EFTA pada tahun 2020 mencapai US$3,4 miliar dengan neraca surplus bagi Indonesia sebesar US$1,6 miliar.

"Hasil referendum ini membawa hasil yang positif bagi Indonesia, karena dengan hasil ini berarti kerja sama Indonesia-EFTA CEPA dapat dilanjutkan. Dengan demikian sekitar 8.000 sampai 9.000 produk Indonesia akan diberikan fasilitas tarif bea masuk sebesar 0 persen. Selama 5 tahun terakhir, Indonesia rata rata mengekspor US$1,3 Miliar ke negara-negara yg tergabung dalam EFTA," ujarnya.

Ratifikasi dan implementasi perjanjian Indonesia-EFTA CEPA ini menandai dimulainya babak baru bagi hubungan kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara-negara Eropa. Perjanjian ini diharapkan mampu meningkatkan potensi ekspor produk-produk Indonesia ke pasar Eropa, menarik minat investasi asing khususnya dari Eropa, serta menciptakan ekonomi Indonesia yang lebih berdaya saing.

Airlangga mengatakan penyelesaian proses ratifikasi perjanjian ini berlangsung di tengah ketidakpastian perdagangan global dan kondisi pandemi Covid-19 yang berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.

Pada situasi ini, hasil referendum ini akan memberikan sinyal positif kepada dunia bahwa hubungan ekonomi yang bersahabat, melalui sebuah perjanjian kemitraan merupakan pilihan terbaik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 

BISNIS.COM|