Proyek Strategis Nasional Mengancam Zona Inti Konservasi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Konservasi

Jumat, 12 Maret 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Zona inti konservasi perairan nasibnya kian terancam. Ancaman tersebut hadir seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021, yang membuka peluang zona inti konservasi diubah untuk kepentingan strategis nasional. Masyarakat sipil menilai keberlanjutan masa depan laut Indonesia sedang dirusak oleh pemerintah.

"Ini merupakan bentuk kemunduran kebijakan tata kelola kelautan dan perikanan di Indonesia yang didorong oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), kemarin.

Susan melanjutkan, perubahan kawasan zona inti konservasi untuk proyek strategis nasional sama saja dengan penghancuran kawasan konservasi di kawasan laut Indonesia untuk kepentingan proyek strategis nasional yang bercorak destruktif dan eksploitatif.

"Dengan kata lain, keberlanjutan masa depan laut Indonesia dipertaruhkan untuk melayani proyek-proyek yang bersifat mengeruk sumber daya alam."

Zona Inti Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Belitung Timur/Foto: Dokumentasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, memiliki watak destruktif dan eksploitatif, karena membutuhkan lahan dan perairan yang sangat luas.

Selain itu, lanjut Susan, PSN juga berpotensi mencemari kawasan perairan dan lautan secara umum. Karena memperbolehkan pencemaran limbah ke laut dalam. Hal tersebut seperti yang terjadi dalam proyek Pembuangan Limbah Nikel ke Laut Dalam (Deep Sea Tailing Placement) di perairan Pulau Obi, Maluku Utara dan Perairan Morowali, Sulawesi Tengah.

"Proyek semacam ini jelas melanggengkan kehancuran di wilayah itu, berupa hancurnya keberlangsungan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang dan sumber daya perikanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber pangan dan penghidupan.

Susan menilai, merusak laut dengan kebijakan, berarti merusak kehidupan masyarakat sekaligus merusak masa depan Indonesia sebagai negara kepulauan yang didominasi oleh kawasan laut. Untuk itu KIARA mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan reorientasi kebijakan tata kelola kelautan dan perikanan yang memprioritaskan kelestarian sumber daya laut dan perikanan yang menjadi kekayaan Indonesia bagi generasi mendatang.

"Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mencabut UU Cipta Kerja, PP Nomor 27 Tahun 2021, serta mencabut kebijakan yang mendorong perubahan zona inti kawasan konservasi karena hanya akan menghancurkan laut Indonesia," kata Susan.

Reaksi serupa juga disampaikan Muhammad Al Amin, Direktur Eksekutif Daerah Sulawesi Selatan. Amin mengaku tidak setuju dengan kebijakan yang memperbolehkan zona inti konservasi diubah untuk kepentingan apapun, termasuk untuk kepentingan strategis nasional. Karena hal itu sangat bertentangan dengan semangat pelestarian ekosistem laut dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

"Kami tegaskan bahwa kami menolak kebijakan tersebut. Kami menolak keras Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan," kata Amin.

Pria asal Sulawesi Selatan ini mengatakan, zona inti kawasan konservasi laut memiliki nilai dan fungsi ekologis yang sangat tinggi. Zona tersebut juga memiliki kekayaan dan keragaman hayati yang sangat besar. Sehingga tidak dapat diuabah-ubah termasuk untuk proyek strategis nasional.

"Saya kira kebijakan tersebut sangat keliru dan harus segera direvisi. Kalau kebijakan ini diteruskan, tidak ada lagi istilah pembangunan berkelanjutan di Indonesia."

Saat ini, imbuh Amin, tidak sedikit proyek-proyek strategis nasional yang berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan perempuan. Seolah hanya karena alasan proyek pemerintah pusat, perampasan ruang hidup rakyat dan pemiskinan perempuan dan perusakan lingkungan boleh dilakukan.

"Megaproyek MNP (Makassar Nort Port) adalah bukti bahwa nelayan, perempuan yang hidup di pesisir dan pulau-pulau kecil, serta ekosistem laut dikorban. Megaproyek pengembangan pariwisata Mandalika juga demikian, berdampak pada hilangnya ruang hidup dan kelola para nelayan, petani dan masyarakat adat."

Amin meminta agar Presiden Joko Widodo merevisi kebijakan tersebut dan menghentikan model pembangunan PSN yang mengancam kelestarian lingkungan hidup dan memiskinkan masyarakat, terkhusus perempuan, terutama yang hidup di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Ia juga meminta kepada seluruh civitas akademika, dosen dan mahasiswa fakultas kelautan dan perikanan di seluruh Indonesia agar menyatakan sikap menolak kebijakan KKP tersebut.

"Saya mengajak semua pihak, terkhusus para dosen dan mahasiswa fakultas kelautan dan perikanan di seluruh kampus di Indonesia untuk bersikap dan bertindak agar menyelamatkan ekosistem laut dan masyarakat bahari Indonesia dari ancaman kerusakan dan pemiskinan akibat penerapan PP Nomor 27 Tahun 2021 dan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut."

KKP Siapkan Sejumlah Aturan Turunan PP No 27 Tahun 2021

Dalam siaran persnya, Nomor: SP.252/SJ.5/III/2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) tengah menyiapkan beberapa peraturan turunan PP tersebut. Yang meliputi perubahan status zona inti di kawasan konservasi, kriteria dan persyaratan pendirian penempatan, dan/atau pembongkaran bangunan dan instalasi di laut serta pengendalian impor komoditas pergaraman.

Ditetapkannya PP Nomor 27 Tahun 2021 itu disebut merupakan upaya pemerintah, khususnya KKP untuk mengurai tumpang tindih regulasi yang menghambat investasi. Selain itu, peraturan ini juga dimaksudkan untuk melindungi sumber daya kelautan dan perikanan, seperti aturan tidak merusak terumbu karang, sehingga sumber daya kelautan dapat terjaga dan tetap berkelanjutan.

Tentang zona inti di kawasan konservasi yang dapat diubah statusnya, Dirjen PRL, Tb. Haeru Rahayu menegaskan hal ini hanya dapat dilakukan demi kepentingan masyarakat yang lebih besar atau bersifat strategis nasional selama tetap memperhatikan keberlanjutan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.

"Perubahan zona inti hanya diperbolehkan bagi kegiatan pemanfaatan yang bersifat strategis nasional dan menopang hajat hidup masyarakat yang lebih baik dengan tetap menjaga kelestarian ekosistemnya," Tebe, dalam siaran pers tertanggal 10 Maret 2021.

Dalam perubahan zona inti, nantinya dilakukan dengan cara Menteri Kelautan dan Perikanan membentuk tim peneliti terpadu yang terdiri dari KKP dan kementerian/lembaga terkait yang mengusulkan kegiatan Proyek Strategis Nasional (PSN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perguruan Tinggi, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Masyarakat yang ada di daerah sekitar kawasan konservasi dan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Tim bertugas menyampaikan rekomendasi perubahan status zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi kepada Menteri.

"Tim peneliti terpadu akan melakukan kajian dan melaksanakan konsultasi publik. Hasil rekomendasi tim peneliti terpadu menjadi dasar bagi Menteri untuk menetapkan kembali status perubahan zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi," terang Tebe.

Tebe menggarisbawahi, perubahan status zona inti dan kategori kawasan konservasi ini tidak akan mengurangi alokasi ruang untuk Kawasan Konservasi dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT), atau pola ruang dalam rencana tata ruang laut/rencana tata ruang wilayah nasional.

"Sesuai dengan komitmen global di Aichi target 11/SDGs 14, KKP akan tetap menargetkan luas kawasan konservasi seluas 32,5 juta hektare pada tahun 2030."

Terhadap penyusunan rancangan Peraturan Menteri (Permen) KP tentang perubahan zona inti kawasan konservasi, Tebe menekankan pihaknya dengan tangan terbuka, siap berdiskusi untuk mendapatkan pemahaman yang sama, sehingga memudahkan implementasinya.

"KKP siap menerima masukan dan saran konstruktif dari semua pihak untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan," tutup Tebe.