Bersihkan Indonesia: Aturan Baru Pemerintah Soal FABA Bermasalah

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Sabtu, 13 Maret 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan Bersihkan Indonesia mengkritisi peraturan terbaru pemerintah. Peraturan tersebut, yang menghapus limbah batubara dari daftar limbah beracun dan berbahaya, dianggap mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diteken Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021, dan merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Aturan baru ini secara khusus mengeluarkan abu terbang dan abu padat (FABA) dari kategori limbah beracun dan berbahaya (limbah B3). FABA adalah jenis limbah padat yang berasal dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap dan tungku industri.

Menurut gerakan tersebut, keputusan pemerintah menghapus FABA dari daftar limbah B3 bermasalah. Pasalnya, batubara yang dibakar dari proses pembakaran PLTU mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif. Saat berinteraksi dengan air, unsur beracun dalam FABA dapat terlindikan secara perlahan, termasuk arsenik, boron, kadmium, timbal, merkuri, dan radium ke lingkungan.

Timbunan limbah flying ash dan bottom ash (FABA). Foto: BPPT

“Unsur-unsur ini sifatnya karsinogenik, neurotoksik, dan beracun bagi manusia, biota air, dan satwa liar,” kata peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah pada konferensi pers virtual, Jumat, 12 Maret 2021.

Bersihkan Indonesia mencatat berbagai kasus penurunan kondisi lingkungan dan kesehatan warga akibat aktivitas PLTU. Hal itu dialami oleh warga dan petani mulai dari Mpanau, Sulawesi Tengah; Cilacap, Jawa Tengah; Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat; Celukan Bawang, Bali; Ombilin, Sumaetra Barat; Muara Maung dan Muara Enim, Sumatera Selatan; hingga Suralaya, Banten.  

Data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada 2020 menyebut bahwa Indonesia memproduksi FABA lebih dari 5 juta ton per tahun. Pada 2019, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Analisis Timbulan dan Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia menyebut FABA termasuk jenis limbah B3 terbanyak yang dihasilkan pada 2019. Bottom ash atau abu padat pun masuk dalam kategori limbah dengan tingkat bahaya tertinggi dengan skor 13 dari skala 14. Sementara itu fly ash atau abu terbang memiliki skor 11 dari skala 14. 

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang Merah Johansyah, selama ini pengelolaan FABA belum menjamin perlindungan atas risiko aktivitas PLTU bagi warga sekitar. Keluarnya FABA dari limbah B3 dikhawatirkan akan membuat perusahaan semakin abai dalam mengelola FABA dari aktivitas industrinya.

“Kebijakan ini akan membuat pebisnis batubara semakin ugal-ugalan membuang limbah dan terbebas dari hukum,” kata Merah.

Direktur Kanopi Bengkulu Ali Akbar mengatakan, pemerintah harus tetap mengatur FABA dari industri batubara sebagai jenis limbah B3 untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan mencegah bencana lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat.

“Bersihkan Indonesia mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut kebijakan yang menghapus FABA sebagai Limbah B3,” pungkas Direktur Kanopi Bengkulu, Ali Akbar.