Masyarakat Sipil Minta KLHK Serius Atasi Kebun Sawit Ilegal

Penulis : Kennial Laia

Sawit

Kamis, 01 April 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Kelompok masyarakat sipil mengatakan, mayoritas sawit di dalam kawasan hutan terindikasi dimiliki perusahaan. Kebun sawit ini disebut ilegal karena tidak memilik izin usaha dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

KLHK menyebut, ada 2,6 juta hektare kebun sawit ilegal di dalam kawasan hutan. Hal itu disampaikan oleh kementerian tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, kemarin.

Direktur Hutan Yayasan Auriga Nusantara Supin Yohar mengatakan, tutupan lahan non-hutan berupa perkebunan telah lama teridentifikasi oleh KLHK. Pihaknya melihat database geospasial KLHK tahun 2015, yang mengungkap adanya 2,6 juta hektare tutupan perkebunan di dalam kawasan hutan.

Auriga kembali mengecek dokumen basis data geospasial KLHK pada 2020. Data tersebut menunjukkan tutupan perkebunan dalam kawasan hutan telah meluas mencapai 3,93 juta hektare. Mayoritas tutupan kebun itu merupakan sawit, mencapai 85 persen atau 3,3 juta hektare.

Tampak perkebunan sawit dan hutan yang dibelah oleh jalan./Foto: Greenpeace.

Menurut Supin, data tersebut menunjukkan bahwa KLHK telah lama mengetahui adanya aktivitas perkebunan dalam kawasan hutan, termasuk dalam kawasan konservasi dan hutan lindung. Namun, tidak ada pengawasan serius dan tindakan tegas dari pemerintah. 

“Ada pembiaran sehingga luasnya bertambah hingga 1,3 juta hektare dalam rentang 2015-2019,” kata Supin kepada Betahita, Rabu, 31 Maret 2021. "Padahal, kebun sawit ilegal menghilangkan kayu, biodiversitas, dan merusak hutan," tambahnya. 

Peneliti Direktorat Sawit Auriga Ramada Febrian mengatakan, keberadaan kebun sawit di dalam kawasan hutan merugikan negara. Menurutnya, ada sumber penerimaan yang hilang ketika perusahaan sawit memiliki izin pelepasan hutan. Contohnya, perusahaan dapat menebang kayu tanpa menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya bisa disetor jika memiliki Izin Pemanfaatan Kayu. 

“Jika perusahaan beroperasi secara legal, ada kewajiban untuk membayar setoran pajak dan PNPB dari pemanfaatan kayu. Kebun sawit perusahaan ilegal tidak melakukan hal ini,” kata Ramada.

Namun, pemerintah perlu berhati-hati ketika bicara kebun sawit ilegal. Pasalnya, kata Ramada, ada juga petani sawit rakyat di dalam kawasan hutan. Petani kebun biasanya mengelola lahan di bawah 25 hektare.

Secara historis, petani sawit kebanyakan penduduk yang dari dulu tinggal di dalam hutan, masyarakat adat, ataupun penerima warisan adat di dalam komunitasnya.

“Dalam konteks sawit rakyat, kebun petani akan susah berkembang seperti melakukan replanting atau mendapatkan sertifikat karena legalitas tanahnya belum jelas,” jelas Ramada.

Ramada mengatakan, saat ini ada beberapa skema untuk menyelesaikan sawit rakyat dalam kawasan hutan seperti TORA dan Perhutanan Sosial. Namun, hingga saat ini, masih banyak sawit rakyat yang belum diidentifikasi oleh pemerintah. 

"Tapi pemerintah harus teliti mengidentifikasi sawit rakyat, sebab di lapangan banyak juga cukong yang memiliki kebun di dalam kawasan hutan dan mengaku petani kecil," kata Ramada.