Presiden Jokowi dan Refleksi Perubahan Iklim di Indonesia

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Minggu, 25 April 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengajak para pemimpin dunia untuk mengedepankan pengembangan pembangunan hijau untuk mengatasi krisis iklim. Hal itu disampaikan Presiden dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim, Kamis, 22 April 2021.  

Presiden Jokowi mengikuti konferensi tersebut dari Istana Kepresidenan Bogor secara virtual. Dalam pidatonya, Presiden mengatakan Indonesia serius dalam mengatasi perubahan iklim. Presiden mengklaim capaian Indonesia seperti penurunan laju deforestasi terendah dalam 20 tahun terakhir serta penurunan kebakaran hutan dan lahan.

Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia telah memperbaharui Nationally Determined Contribution (NDC) yang tercakup dalam Kesepakatan Paris untuk meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan iklim. Indonesia juga siap untuk menyambut Konvensi Kerangka Perubahan Iklim ke-26 yang akan diadakan di Glasgow, Inggris, November mendatang.

“Kami menyambut baik target beberapa negara untuk mencapai emisi nol-bersih pada 2050. Namun, untuk memastikan kredibilitasnya, komitmen tersebut harus dilaksanakan berdasarkan komitmen NDC 2030,” tutur Presiden Jokowi dalam pidatonya.

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis, 22 April 2021 . Foto: BPMI Setpres

Menurut Presiden Jokowi, negara berkembang akan menerapkan ambisi serupa dalam target emisi no-bersih jika komitmen negara maju kredibel disertai dukungan nyata. “Pemenuhan komitmen dan dukungan negara maju menjadi suatu keharusan,” katanya.

Untuk mencapai target Kesepakatan Paris dan agenda bersama, sebut Presiden Jokowi, Indonesia saat ini tengah mempercepat proyek pilot emisi nol termasuk pembangunan Indonesia Green Industrial Park seluas 12.500 hektare di Kalimantan Utara. Selain itu, saat ini Indonesia tengah merehabilitasi 620.000 hektare hutan bakau pada 2024. Presiden Jokowi juga menyebut ada peluang besar termasuk pengembangan biofuel, industri baterai litium, dan kendaraan listrik.

“Indonesia terbuka terhadap investasi dan transfer teknologi termasuk transisi energi,” kata Presiden Jokowi. 

Menurutnya pada G20 Presidency 2020 mendatang, Indonesia akan memprioritaskan peningkatan kerja sama dalam perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. “Kita harus terus memajukan kemitraan global yang konkret ketimbang menyalahkan dan menerapkan hambatan perdagangan berkedok isu lingkungan,” kata Presiden Jokowi. 

WALHI: Pidato Presiden Indonesia Kehilangan Momentum

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan, pidato Presiden Jokowi dalam konferensi tingkat tinggi pemimpin dunia tidak memperlihatkan adanya “sense of crisis” atas situasi Indonesia yang telah mulai menderita dampak perubahan iklim. Contohnya, cuaca ekstrem yang memicu banjir besar di Kalimantan Selatan dan siklon tropis Seroja yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur baru-baru ini.

“Tidak disampaikannya komitmen penurunan emisi yang agresif dalam pertemuan para pemimpin dunia juga menunjukkan tendensi Indonesia untuk menjauhkan diri dari pergaulan global yang bertujuan untuk menyelamatkan umat manusia, terutama generasi yang akan datang, dari bahaya krisis iklim,” kata WALHI dalam keterangan tertulis yang diterima Betahita, Jumat, 22 April 2021.  

Padahal Indonesia—sebagai salah satu negara terdampak besar—memiliki potensi untuk bisa memimpin arah kebijakan global dalam agar mendukung upaya adaptasi negara terdampak. Namun, dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi disebut melakukan business as usual yaitu “penanganan perubahan iklim berbasis proyek, yang dalam pengalaman sebelumnya terbukti tidak berhasil dan tidak berkelanjutan,” terang WALHI.

Sebagai salah satu negara yang terdampak besar, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk bisa memimpin arah kebijakan global agar mendukung upaya adaptasi negara-negara terdampak,  dengan cara menunjukkan kepemimpinan nyata dalam menurunkan emisi di dalam negeri melalui kebijakan serta rencana yang sistematis dan terukur.

“Pertemuan KTT Perubahan Iklim merupakan missed opportunity bagi Indonesia. Di tengah urgensi kriris iklim, Presiden justru tampil ambigu, alih-alih mengambil langkah kepemimpinan yang berani, yang bisa menginspirasi para pemimpin dunia lainnya,” kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati.