#BersihkanIndonesia: Pemerintah Terus Mengundang Bencana

Penulis : Tim Betahita

Lingkungan

Rabu, 28 April 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Kebijakan pemerintah Indonesia untuk terus berkutat dengan memelihara ketergantungan ekonominya terhadap terhadap pertambangan, pengolahan batu bara, minyak fosil, gas alam, atau industri ekstraktif lainnya, sama saja dengan langkah mengundang bencana.

"Pemerintah nampak terus mengundang bencana dengan melanjutkan revisi Undang-Undang Minerba dan pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja yang seluruhnya memperparah risiko bencana," kata Koordinator LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah, dalam laporan koalisi #bersihkanIndonesia, Selasa 27 April 2021. “Indonesia harus menghentikan politik energi yang memiliki bencana serta menemukan jalan baru dalam logika konsumsi energi, sumber daya alam adalah pekerjaan rumah mendesak hari ini.”

Mengapa disebut mengundang bencana? Hasil kajian para aktivis lingkungan itu menyebutkan setidaknya saat ini ada 105 proyek fasilitas pemurnian mineral logam atau smelter yang berada di kawasan risiko bencana mulai dari tanah longsor, banjir, hingga gempa bumi.

"Total ada 41 smelter [dari jumlah 105 proyek] yang saat ini dalam proses pembangunan yang diumumkan pemerintah sudah berdiri. Sebenarnya ada banyak, datanya masih dinamis terus bergerak," katanya.

ilustrasi smelter tembaga. (Britannica)

Laporan yang dibacakan Merah lantas merinci fasilitas lainnya yaitu terdapat sebanyak 14 smelter berada di kawasan berisiko tinggi bencana tanah longsor yang tersebar di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Maluku yang mayoritas berupa fasilitas pemurnian bauksit dan nikel.

Kemudian terdapat 32 smelter berada di kawasan berisiko tinggi bencana banjir terutama di Sulawesi Tenggara yang didominasi fasilitas pemurnian nikel, lalu sisanya bauksit di Kalimantan Barat.

Selanjutnya, ada 18 smelter di kawasan berisiko tinggi gempa bumi yang terbanyak di Sulawesi Tengah yang juga fasilitas pemurnian nikel.

Sebagian smelter lainnya berupa pasir besi dan bijih besi hingga tembaga di berada Jawa dan Kalimantan.

Selain smelter, koalisi juga mencatat ada 124 peta sebaran tambang yang berada di kawasan berisiko gempa dan 2.104 konsesi pertambangan terletak di kawasan berisiko tinggi banjir.

Koalisi meminta agar pemerintah mengevaluasi seluruh pemberian izin smelter dan pertambangan yang tidak memperhitungkan posisi Indonesia sebagai wilayah unik karena memiliki karakteristik sosial, budaya, ekologi, iklim, dan geologis di antaranya karena bentang geologi dipeluk erat potensi zona patahan subduksi atau megathrust.