APRIL Tambah Kapasitas Produksi 2,6 Juta ton, EoF: Ugal-ugalan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Senin, 03 Mei 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Pemberian izin lingkungan untuk kegiatan pengembangan kapasitas Riau Komplek PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) milik Asia Pasific Resources International Limited (APRIL) mendapat kecaman keras dari Koalisi Eyes on the Forest (EoF). Gabungan sejumlah lembaga masyarakat sipil tersebut juga meminta pemerintah melarang pembukaan hutan alam oleh perusahaan demi mendapat kayu keras campuran (mixed tropical hardwood) untuk operasinya.

Kegiatan pengembangan kapasitas APRIL ini diyakini akan mengancam keselamatan masyarakat, hutan dan lingkungan hidup. Kegiatan pengembangan Riau Komplek terdiri dari penambahan kapasitas produksi pulp dan dissolving menjadi 5.800.000 ton per tahun, produksi board atau kertas karton sebesar 2.880.000 ton per tahun. EoF menilai bahwa APRIL grup belum mampu memenuhi kapasitas produksi yang ada secara berkelanjutan dan tidak menghargai hak-hak masyarakat adat dan tempatan.

"APRIL, dengan kapasitas terpasang saja belum mampu memenuhi iklim industri yang baik, dimana masih terjadi penebangan hutan alam, kebakaran hutan dan lahan serta konflik dengan masyarakat adat dan tempatan yang masih menyimpan bara dalam sekam," kata Nursamsu, Koordinator EoF, Jumat lalu.

Dengan penambahan kapasitas baru yang fantastis, hingga 86 persen, dipastikan akan banyak menimbulkan persoalan baru. Mulai dari potensi penebangan hutan alam, rusaknya ekosistem, menimbulkan konflik lahan baru hingga ancaman kesehatan masyarakat, khususnya penduduk di sekitar Riau Komplek dan Pelalawan umumnya.

Terlihat dari ketinggian hutan alam skala besar dibuka di areal hutan tanaman industri PT RAPP Sungai Kampar, Mei 2021 lalu./Foto: Eyes on the Forest

Bahkan di dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) yang diserahkan Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau pada 23 November 2020, menyebutkan pengembangan kegiatan APRIL akan menimbulkan dampak seperti, peningkatan kebisingan, terganggunya flora darat, penurunan kualitas air tanah, penurunan kualitas udara ambien akibat emisi gas buang dari cerobong dan kualitas air dan dampak turunannya terhadap biota air, gangguan kesehatan dan persepsi masyarakat.

Dalam estimasi EoF, untuk memenuhi kenaikan 2.650.000 ton per tahun produksi pulp dan dissolving (pulp larut) akan ada potensi penebangan hutan alam baru seluas 120.000 hektare. Luas hutan yang cukup fantastis.

"Ini ancaman terhadap hutan alam kita. Di tengah banyaknya bencana alam akibat rusaknya hutan, seperti banjir dan kebakaran hutan dan lahan, tentu penebangan hutan alam akan memperparah perubahan iklim dan merusak lingkungan, termasuk hutan gambut," kata Nursamsu.

APRIL juga tidak memiliki kinerja memuaskan dalam menjalankan komitmen Sustainable Forest Management Policy (SFMP) secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga deretan janji-janji kosong dan kegagalan dalam implementasi komitmen lestarinya akan menambah muramnya rekam catatan grup ini.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau, Riko Kurniawan menganggap penerbitan izin lingkungan untuk pengembangan kapasitas Riau Komplek PT RAPP tidak menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang sehat.

"Gubernur Riau dan DLHK Provinsi mestinya memikirkan dampak yang akan diterima oleh masyarakat sekitar atas penerbitan izin lingkungan untuk grup APRIL tersebut," kata Riko

Tak hanya itu, penerbitan izin lingkungan itu sendiri juga dianggap tidak mempertimbangkan masalah-masalah yang menyeruak. Dalam Dokumen ANDAL disebutkan, dengan produksi Riau komplek PT RAPP sekarang saja ada 20,83 persen masyarakat terdampak penyakit dan terdapat 36 persen masyarakat menolak rencana peningkatan kapasitas produksi.

Adanya penolakan masyarakat serta warga yang menderita sakit disebabkan operasional pabrik PT RAPP ini juga luput dari perhatian Gubernur dan Dinas LHK. Menurut Riko, semestinya Gubernur dan DLHK Riau memerintahkan PT RAPP menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini terlebih dahulu. Sebelum benar-benar layak mendapat izin lingkungan.

"Substansinya, izin untuk investasi tak boleh bercanggah dengan hak masyarakat terhadap lingkungan hidup dan sehat. Itu bertentangan dengan UUD 1945. Dalam Pasal 28 H Ayat 1 UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."

Koordinator Jikalahari, Made Ali menyebutkan, bisnis APRIL yang hendak menambah kapasitas pabrik RAPP secara besar-besaran tersebut tak sejalan dengan dengan komitmen kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan yang selama ini digadang-gadang grup milik Sukanto Tanoto, termasuk komitmen APRIL 2030 yang diluncurkan akhir tahun lalu.

"Bisnis APRIL yang hendak menambah kapasitas produksi mempertegas bahwa komitmen keberlanjutan hanya tipu-tipu agar bisnisnya tetap berjalan, tapi mereka sama-sekali tak memperbaiki cara kerja yang terus membabat hutan alam dan merampas hak atas tanah masyarakat adat," kata Made.

Bukan hanya pengembangan kapasitas produksi Riau Komplek PT RAPP, Jikalahari menemukan fakta di lapangan yang jauh berbeda dengan komitmen manis yang dibuat APRIL. Dalam komitmen APRIL 2030, terkait investasi berkelanjutan dalam iklim, alam dan pembangunan, mustahil dicapai jika APRIL tidak mengembalikan hutan tanah masyarakat adat dan tempatan yang mereka rampas.

Terkait APRIL dapat mencapai nol emisi karbon bersih dari penggunaan lahan, mustahil tercapai jika APRIL masih menanam dan menebang akasia atau eukaliptus di atas lahan gambut, terlebih dengan penambahan kapasitas hingga 86 persen. Menurut Made ALi, publik patut mempertanyakan sumber bahan baku APRIL untuk mencukupi kebutuhannya.

Yakni dari mana lagi APRIL menambah produksi Hutan Tanaman Industrinya sendiri untuk menutupi selisih sebesar 3,6 juta ton kayu? Kemudian, dari mana pembelian dalam negeri menambah sebesar 2,7 juta ton dan mendatangkan kayu dari luar negeri dengan total 2,3 juta ton? Made Ali menegaskan, sudah sepatutnya pihak APRIL transparan menjelaskan asal-usul bahan bakunya ini dan pemerintah sebagai regulator menjalankan aturan main dengan konsisten.

"Pemberian izin yang tak transparan dan mengabaikan korban, mengingatkan kita pada korupsi kehutanan yang melibatkan Bupati, Kepala Dinas Kehutanan hingga Gubernur. Polanya sama. Yaitu diawali dari pemberian izin yang tidak transparan," kata Made Ali.

EoF menduga kuat penambahan produksi pulp ini akan memberikan potensi pembukaan lahan-lahan (land clearing) baru di Sumatera dan mengancam hutan alam di Kalimantan dan Papua. Salah satu dugaan potensi pemasok bahan baku PT RAPP adalah dengan peluang Program Perhutanan Sosial (PS) yang digalakkan oleh pemerintah.

Rekomendasi EoF

Rekomendasi untuk APRIL dan RGE

  1. Mengumumkan secara transparan rencana pemenuhan bahan baku kayu jangka panjang yang kredibel dan dapat diverifikasi untuk memperlihatkan bahwa APRIL mempunyai serat kayu hutan tanaman yang memadai sesuai dengan rencananya meningkatkan produksi pulp.
  2. Membuka kepada publik luas informasi menyeluruh mengenai risiko yang berpotensi untuk mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan sumber daya hutan tanamannya.
  3. APRIL harus secara bertanggung jawab melaksanakan rencana menghentikan produksi kayu pulp di atas lahan gambut yang didrainase dan menanam berbagai jenis tanaman secara bertahap.

Rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia

  1. Mewajibkan APRIL untuk menjelaskan kesanggupan pemenuhan bahan baku untuk memenuhi kapasitas produksi pulp yang direncanakan dan memverifikasi rencana pemenuhan pemasokan kayu dengan perspektif jangka panjang sebelum menerbitkan persetujuan peningkatan produksi pulp.
  2. Melarang penggunaan kayu rimba campuran dari pembukaan hutan alam oleh produsen pulp
  3. Memberlakukan larangan tetap atas pengembangan HTI di lahan gambut yang didrainase, termasuk penghentian dan penataan seluruh lokasi yang sudah ada secara bertahap, dan membuat para pemegang izin HTI akuntabel secara hukum atas penciptaan kondisi tingkat rawan kebakaran tinggi di lahan gambut serta bahaya lingkungan lainnya.

Rekomendasi untuk Lembaga Keuangan, Investor, dan Pembeli

  1. Meningkatkan pengawasan terhadap komitmen keberlanjutan APRIL, terutama ketika APRIL mengusulkan peningkatan kapasitas produksi pulp menjadi 5,8 juta ton.
  2. Meningkatkan praktek uji tuntas (due diligence) guna menilai rencana pasokan bahan baku kayu APRIL, dan memahami risiko dan dampak sosial/lingkungan yang berkaitan dengan pengembangan HTI dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan baku dalam peningkatan produksi pulp.
  3. Mengharuskan adanya monitoring dan verifikasi dari pihak ketiga yang independen terhadap operasional keberlanjutan APRIL.