PERUBAHAN IKLIM: Mengeringnya Air Terjun Terbesar di Afrika

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Kamis, 06 Mei 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Air terjun Victoria yang mengalir di perbatasan Zimbabwe dan Zambia merupakan salah satu keajaiban alam di dunia. Mencakup 1,7 km pada titik terlebar dan dengan ketinggian lebih dari 100 meter, penduduk setempat menjuluki air terjun terbesar di Afrika ini sebagai "asap yang menggelegar".

Namun pada 2019, keheningan menyelimuti air terjun Victoria. Suara air terjun yang diairi oleh Sungai Zambezi mendadak tak lagi menggelegar. Dalam kekeringan yang digambarkan sebagai yang terburuk abad ini, debit air sungai Zambezi berkurang tiga kali lipat dan air terjun Victoria mengering.

Sebelumnya, air terjun Victoria adalah sumber pendapatan yang penting bagi Zimbabwe dan Zambia. Air tejun ini menyedot perhatian turis baik dari dalam maupun dari luar benua Afrika. Kini, eiring dengan mengeringnya air terjun itu, para pebisnis lokal menyadari anjloknya kedatangan turis ke destinasi wisata itu.

Selain memukul ekonomi negara-negara itu, mengeringnya sungai dari air terjun berdampak pada pasokan listrik yang bergantung pada pembangkit listrik tenaga air.

Air terjun Victoria yang terlihat mengering.

Berbagai lembaga melaporkan peningkatan kebutuhan akan bantuan pangan, karena gagal panen pada musim kemarau secara lebih luas di seluruh wilayah.

Satu peristiwa cuaca ekstrem tidak dapat, secara terpisah, dipandang sebagai konsekuensi perubahan iklim.

Catatan serangkaian kekeringan ekstrem yang mencerminkan di air terjun Victoria sebenarnya sudah terprediksi oleh para pengamat iklim. Kekeringan merupakan akibat dari peningkatan gas rumah kaca di atmosfer dunia sebagai akibat aktivitas manusia.

Presiden Zambia, Edgar Lunggu, kala itu mengatakan bahwa mengeringnya air terjun menjadi pengingat yang mencolok tentang apa ang dilakukan oleh perubahan iklim pada lingkungan di negaranya.

Pengamat pola cuaca di Cekungan Zambezi percaya bahwa perubahan iklim mengakibatkan penundaan musim hujan, membuat hujan turun lebih besar dan intens.

Hal ini membuat penyimpanan air di wilayah tersebut semakin sulit, dan dampak musim kemarau yang berkepanjangan semakin merugikan manusia dan lingkungan.

Laporan PBB tentang kondisi iklim di Afrika pada 2019 menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan bagi benua yang populasinya diprediksi meningkat dua kali lipat pada abad berikutnya.

Berbicara pada peluncuran laporan pada Oktober 2020, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Petteri Taalas mengamati: "Perubahan iklim memiliki dampak yang semakin besar di benua Afrika, berdampak besar pada kelompok rentang, dan berkontribusi pada kerawanan pangan, perpindahan populasi dan tekanan pada sumber daya air.

"Dalam beberapa bulan terakhir, kami telah melihat banjir yang menghancurkan, invasi belalang gurun dan sekarang menghadapi momok kekeringan yang membayangi karena peristiwa La Niña."

Laporan itu menambahkan bahwa tahun 2019 adalah salah satu dari tiga tahun dengan suhu terpanas di benua itu.

WMO juga memperingatkan bahwa tren itu diperkirakan akan terus berlanjut.

Fakta mengkhawatirkan yang dihadapi para politisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil adalah bahwa benua itu akan terkena dampak paling parah oleh perubahan iklim, namun kapasitas benua untuk beradaptasi dengan suhu dunia yang terus memanas masih rendah.

Sektor yang menjadi perhatian termasuk persediaan air, kesehatan, ketahanan pangan, kekeringan dan banjir, serta keanekaragaman hayati. Ini adalah daftar kekhawatiran yang terus berkembang.

Afrika berada di garis depan pertempuran melawan perubahan iklim yang berbahaya.

BBC|