Menurunkan Emisi Metana Cara Tercepat Perlambat Pemanasan Global

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Sabtu, 08 Mei 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Mengurangi emisi metana sangat penting untuk mengatasi krisis iklim dan dengan cepat dapat membatasi cuaca ekstrem yang telah melanda orang di seluruh dunia saat ini, menurut laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Jumlah gas rumah kaca dari industri bahan bakar fosil, ternak, dan limbah yang membusuk meningkat pada 2020. Mengurangi jumlah gas dari sektor ini merupakan tindakan terkuat yang dapat diambil untuk memperlambat pemanasan global dalam waktu mendatang, kata Direktur Program Lingkungan PBB (UNEP) Inger Andersen, dalam keterangan tertulis di situs lembaga itu, Kamis, 6 Mei 202. 

Laporan tersebut menemukan emisi metana dapat dikurangi hampir setengahnya pada 2030 dengan  menggunakan teknologi yang ada dan berbiaya wajar. Sebagian besar dari tindakan tersebut dapat menghasilkan uang, seperti menangkap kebocoran gas metana di lokasi bahan bakar fosil.

Jika tercapai, pemotongan gas metana akan menghindari hampir 0,3 °C pemansan global pada 2045 dan menjaga dunia tetap pada jalur yang tepat untuk mencapai target iklim Kesepakatan Paris yang membatasi kenaikan suhu global pada 1,5°C. Pemotongan metana juga dapat segera mengurangi polusi udara dan mencegah banyak kematian dini dan kehilangan tanaman.   

Ilustrasi pengeboran frackling untuk menyedot gas alam. Metode ini disebut sebagai salah satu faktor pendorong naiknya emisi metana yang membahayakan perubahan iklim. Foto: UNEP

Metana 84 kali lebih kuat dalam memerangkap panas ketimbang karbon dioksida selama periode 20 tahun dan telah menyebabkan sekitar 30% pemanasan global hingga saat ini. Tapi gas ini kemudian terurai di atmosfer dalam satu dekade. Hal itu berbeda dengan CO2, yang bertahan di udara selama berabad-abad.   

Menurut UNEP, pemotongan emisi karbon tetap penting dalam upaya mengakhiri keadaan darurat iklim. Namun beberapa ahli mengatakan proses pengurangan CO2 di udara sangat lambat. Sementara itu menurunkan metana seperti mematikan mesin di  kapal cepat dan menghentikannya dengan cepat.   

Prof Drew Shindell dari Duke University, yang memimpin laporan PBB tersebut mengatakan, perubahan iklim terjadi lebih cepat daripada proyeksi ilmuwan. Manifestasinya terlihat dari peningkatan frekuensi kejadian kebakaran hutan, gelombang panas, kekeringan, dan badai yang hebat.  

 “Kita tidak punya banyak cara untuk menghentikannya, selain faktor mendorong penurunan metana yang menjadi faktor pendorong iklim terkuat saat ini. Kita harus melakukan ini untuk kesejahteraan semua orang di planet ini selama 20 hingga 30 tahun ke depan,” kata Prof Shindell.    

“Saat ini emisi metana meningkat lebih cepat sejak 40 tahun terakhir dari catatan pengamatan,” katanya. “Meskipun ada pandemi Covid, metana melesat ke atas,” tambahnya.

Sebagian lonjakan tersebut berasal dari peningkatan penggunaan bahan bakar fosil, terutama gas yang dihasilkan dari aktivitas fracking atau rekahan hidraulis, salah satu metode pengeboran untuk menyedot gas alam. Selain itu emisi dari lahan basah seperti gambut saat memanas turut berpengaruh.

“Mengurangi metana sangat penting perubahan iklim jangka pendek,” ujar Shindell, “tapi penting juga untuk mengurangi CO2 demi perubahan iklim jangka panjang. Kabar baiknya adalah sebagian besar tindakan yang diperlukan (untuk mengurangi metana) juga membawa manfaat bagi kesehatan dan finansial.”   

Menurut Andersen, memotong jumlah metana saat ini adalah pendorong terkuat yang dimiliki umat manusia untuk memperlambat laju perubahan iklim selama 25 tahun ke depan. Dia meminta adanya kerja sama internasional untuk segera mengurangi emisi metana sebanyak mungkin dalam dekade ini.   

Laporan yang dihasilkan oleh PBB bersama Koalisi Iklim dan Udara Bersih itu menemukan bahwa 42% emisi metana yang disebabkan oleh manusia berasal dari pertanian, sebagian besar berasal dari peternakan serta kotoran ternak dan sawah. Dari angka tersebut, kebocoran metana yang disengaja atau tidak disengaja dari lokasi pengeboran bahan bakar fosil, tambang batu bara, dan jaringan pipa menghasilkan 36% dan 18% sisanya berasal dari pembuangan limbah.

Laporan tersebut menemukan bahwa pengurangan metana yang layak dan hemat biaya sebesar 60% dapat dilakukan dari operasi bahan bakar fosil dengan menghentikan ventilasi gas yang tidak diinginkan dan menyegel peralatan dengan benar. Lokasi sampah dapat mengurangi sekitar 35% dengan mengurangi sampah organik yang dikirim ke tempat pembuangan sampah dan melalui pengolahan limbah yang lebih baik.  

Perkiraan pengurangan metana dari pertanian pada tahun 2030 lebih rendah yaitu 25%. “Anda dapat mengubah pakan menjadi sapi dan cara Anda mengelola ternak, tetapi hal ini cukup kecil,” kata Shindell. “Anda bisa membuat terobosan besar ke dalam emisi metana melalui perubahan pola makan [makan lebih sedikit daging], tapi kami tidak begitu yakin seberapa cepat hal itu akan terjadi.”  

Tindakan lain yang tidak secara khusus menargetkan metana masih dapat mengurangi emisi gas, kata laporan itu, seperti mengurangi permintaan gas fosil dengan meningkatkan energi terbarukan dan efisiensi energi, dan membuang lebih sedikit makanan.  

Laporan tersebut adalah yang pertama memasukkan kesehatan dan manfaat lain dari pemotongan metana. Gas metana menyebabkan polusi ozon di permukaan tanah dan pengurangan 45% pada 2030 akan mencegah 260.000 kematian dini dalam setahun, kata laporan itu. Lebih dari 13.000 dari mereka akan berada di Amerika Serikat dan 4.200 di Inggris. Ozon juga merusak tanaman dan pemotongan metana dapat mencegah hilangnya 25 juta ton gandum, beras, jagung dan kedelai setiap tahun. 

“Jarang di dunia aksi perubahan iklim ada solusi yang sangat menguntungkan,” kata Prof Dave Reay, dari Universitas Edinburgh, yang bukan bagian dari tim laporan, dikutip The Guardian. Sebuah studi ilmiah baru-baru ini pun menyimpulkan bahwa pemotongan metana juga dapat "mengurangi kemungkinan melewati titik kritis iklim".  

Para pemimpin dunia termasuk Emmanuel Macron, Vladimir Putin, Alberto Fernández dari Argentina dan Nguyen Xuan Phuc dari Vietnam serentak menyerukan pengurangan emisi metana pada Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin tentang Iklim yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat, April lalu. Dalam KTT tersebut Presiden Joe Biden juga menyerukan pemotongan emisi metana.