Masyarakat Adat Natumingka Menolak Damai dengan PT TPL

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Agraria

Selasa, 08 Juni 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Masyarakat adat Natumingka, Kecamatan Bor-Bor, Kabupaten Toba, menolak untuk berdamai dengan PT Toba Pupl Lestari (TPL). Penolakan damai tersebut respon atas sejumlah solusi yang ditawarkan Bupati Toba, yang salah satunya mengusulkan agar mencabut laporan yang dibuat kedua belah pihak di kepolisian.

Biro Organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Tano Batak, Hengky Manalu mengatakan, masyarakat adat Natumingka menolak berdamai dengan pihak PT TPL. Penolakan tersebut disampaikan masyarakat adat Natumingka kepada Bupati Toba, Poltak Sitorus, yang datang ke Desa Natumingka bersama rombongan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), pada Kamis (03/06/2021) pekan lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Jusman Simanjntak, mewakili masyarakat adat Natumingka menyampaikan secara terperinci awal mula sejarah bagaimana pemerintah dan PT TPL masuk ke wilayah adat Natumingka. Mulai dari wilayah adat Natumingka yang sebelum diduduki PT TPL dulunya digunakan pemerintah untuk program reboisasi lewat penanaman pinus, masuknya PT Inti Indorayon Utama (IIU) kemudian berganti nama menjadi PT TPL, hingga kronologi terjadinya bentrok masyarakat Natumingka dan PT TPL yang berujung pada terjadinya kekerasan pada 18 Mei 2021 lalu.

Selain Jusman, warga lain, Jonny Simanjuntak yang menjadi juru bicara masyarakat adat Natumingka-menyampaikan sejumlah poin permasalahan yang menjadi tuntutan dari masyarakat adat Natumingka. Pertama, masyarakat adat Natumingka menuntut pengembalian hak tanah adat seluas kurang lebih 2.409,70 hektare.

Upaya PT TPL melakukan penanaman eukaliptus di wilayah adat Huta Natumingka di Kabupaten Toba berujung bentrok, Selasa (18/5/2021)./Foto: AMAN Tano Batak

"Kedua, masyarakat Natumingka meminta untuk diberikan jaminan keamanan untuk tidak mengganggu masyarakat Natumingka yang bekerja di areal wilayah adat Natumingka yang selama ini di kelola. Sebelum penyelesaian Tanah Adat Natumingka selesai. Ketiga, meminta kepada pemerintah daerah untuk menindaklanjuti Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2020 di Kabupaten Toba yang mengakui dan melindungi masyarakat adat di Kabupaten Toba, dengan menjalankan Tim Verifikasi dan Indentifikasi Masyarakat Adat di Kabupaten Toba," kata Hengky Manalu, Selasa (8/6/2021).

Keempat, lanjut Hengky, masyarakat menuntut pemerintah untuk menghentikan proses hukum kepada 3 orang masyarakat adat di Desa Natumingka yang sedang berproses di Kepolisian. Dalam kesempatan itu, Jonny Simanjuntak juga melampirkan sejarah, data sosial dan peta yang membuktikan keberadaan Masyarakat Adat di Desa Natumingka.

Hengky mengungkapkan, merespon tuntutan masyarakat adat Natumingka, Bupati Poltak Sitorus Bupati Toba, menyatakan bahwa salah satu tuntutan masyarakat pada poin nomor empat, yaitu untuk menghentikan proses hukum kepada tiga orang masyarakat Natumingka yang diadukan oleh PT TPL kepada Polres Toba yang menjadi fokus utama penyelesaian terlebih dahulu. Namun Bupati Poltak mengusulkan agar masyarakat berdamai dengan PT TPL melalui pencabutan laporan kedua belah pihak.

Akan tetapi masyarakat adat Natumingka meminta agar pemerintah daerah fokus terhadap pengembalian hak tanah adat seluas 2.409,70 hektare, dengan menjalankan implementasi Perda No. 1 Tahun 2020 dan agar tim identifikasi dan Verifikasi segera datang ke desa Natumingka. Sehingga masyarakat adat dapat segera mendapatkan Surat Keputusan (SK) pengakuan dari Pemerintah Daerah.

"Namun Bupati kembali menawarkan agar masyarakat fokus terhadap tuntutan nomor empat yang membahas mengenai pemberhentian proses hukum ketiga orang tersebut, karena menurut bupati proses yang diminta masyarakat di poin ketiga itu memerlukan proses yang cukup lama."

Namun masyarakat adat Natumingka melalui Natal Simanjuntak menegaskan, yang menjadi proses pertama yang diinginkan masyarakat adat adalah pengembalian hak atas tanah seluas 2409,70 hektare, sementara soal perdamaian ataupun pencabutan laporan akan dipertimbangkan setelah tanah adat kembali kepada masyarakat Natumingka.

Bupati Poltak kemudian memberikan tiga tawaran sebagai langkah untuk proses agar masyarakat dapat mengelola lahan. Yang pertama mengusulkan permohonan dengan Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA). Kedua, melakukan pengajuan masyarakat adat dengan berpedoman pada Permendagri No. 52 Tahun 2014 yang berhubungan dengan Perda No.1 Tahun 2020. Ketiga, melalui kerjasama kemitraan perseroan yang bersedia menyadiakan bibit, pupuk atau tumpang sari.

"Namun oleh masyarakat adat tetap memilih pengembalian Tanah Adat sesuai Perda No. 1 Tahun 2020 yang mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat di Kabupaten Toba."

Sementara pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV yang diwakilkan oleh Pandapotan Lumbangaol, kata Hengky, mengatakan bahwa KPH mendukung implementasi Perda No. 1 Tahun 2020, karena perda itu sejalan dengan program Kehutanan mengenai pengakuan hak atas tanah adat. Dalam proses perda tersebut, nantinya KPH akan berada dalam posisi sebagai anggota.

Terkait masalah hukum, Kasat Reskrim Polres Toba AKP Nelson JP Sipahutar mengatakan, Polres Toba memposisikan proses hukum sebagai tindakan terakhir. Nelson menyebut pihakmya akan mengedepankan asas legalitas, tidak buru-buru dalam mengambil sikap. Tetapi Nelson juga menyayangkan sikap masyarakat yang tidak kooperatif terhadap klarifikasi yang dilaporkan oleh pihak PT TPL. Menurut Nelson, Polres Toba tetap mengedepankan proses perdamaian, namun apabila tidak lagi memiliki keputusan maka pihaknya akan menyerahkan kasus hukum tersebut ke pengadilan.

"Setelah proses dialog yang panjang masyarakat tidak menginginkan adanya perdamaian dengan pihak PT TPL sebelum tanah adat Natumingka dikembalikan."

Dalam pertemuan pekan lalu itu, terdapat beberapa hal yang akhirnya disepakati. Yakni, melaksanakan proses penetapan Masyarakat Adat Natumingka yang bepedoman pada Perda Kab. Toba No.1 Tahun 2020 dan merujuk pada Permendagri No.52 Tahun 2014. Kemudian, selama proses penetapan Masyarakat Adat Natumingka tersebut, semua pihak menahan diri dan tidak melakukan tindakan melawan hukum.

Bukan hanya rombongan Bupati Toba saja yang datang ke Desa Natumingka. Kamis pekan lalu setelah pertemuan dialogis dengan Bupati Toba, Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara juga datang ke desa tersebut. Samuel Raimondo Purba, dari AMAN Wilayah Tano Batak yang juga hadir di pertemuan itu mengungkapkan, setelah proses dialog dengan masyarakat adat Natumingka dan pihak terkait lainnya, Komisi A DPRD Provinsi Sumut menyampaikan yang pada intinya akan berupaya memastikan proses pengembalian tanah adat Natumingka.

Beberapa poin penting yang disampaikan anggota Komisi A DPRD Sumut di antaranya, akan melakukan audiensi sampai ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk memastikan agar wilayah adat Natumingka dikeluarkan dari klaim hutan negara. Kemudian, akan mengawal proses Perda di Kabupaten Toba hingga menjadi SK Penetapan Masyarakat Adat Natumingka.

"Mendesak Kapolres Toba untuk hentikan dan tindak melanjutkan terkait laporan-laporan PT TPL yang berupaya kriminalisasi masyarakat adat, karena ini merupakan konflik sosial yang harus mengedepankan Restorative Justice," kata Samuel, awal pekan lalu.