Dugaan PT TPL Lakukan Praktik Pengalihan Keuntungan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Analisis

Rabu, 09 Juni 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Terlepas dari peliknya konflik lahan yang terjadi dengan masyarakat adat sekitar konsesinya, PT Toba Pulp Lestari (TPL) juga pernah dituding melakukan pekerjaan kotor dalam pengelolaan bisnisnya, terutama dalam hal perolehan keuntungan dan pajak. Berdasarkan laporan Mesin Uang Makau yang dirilis Forum Pajak Berkeadilan, November 2020 lalu, PT TPL terindikasi melakukan praktik pengalihan keuntungan.

Laporan Mesin Uang Makau menyebut, dugaan pengalihan keuntungan PT TPL itu dilakukan dengan cara misklasifikasi produk atau melakukan pencatatan/pelaporan produk yang berbeda. Yang mana dalam hal ini PT TPL melaporkan pulp larut sebagai pulp kelas kertas. Kedua produk ini menggunakan Kode HS (Harmonized System) yang berbeda, yaitu 470329 untuk pulp kelas kertas dan 470200 untuk pulp larut.

Temuan ini berangkat dari adanya perbedaan data eskpor pulp larut Indonesia dan Tiongkok. Selama kurun waktu 12 tahun, 2007-2018, Badan Pusat Statustik (BPS) mencatat ekspor pulp larut Indonesia sebesar 400.000 ton. Namun data impor pulp larut Tiongkok mencatat 2 juta lebih. Terdapat perbedaan sekitar 1,6 juta ton.

Dari salah satu invoice pengapalan terlihat bahwa PT TPL mengekspor pulp melalui perusahaan yang terdaftar di Makau (Macau) yaitu DP Marketing Internasional Limited (DP Macao). Produk yang diekspor menggunakan kode HS 470329, dengan nama Toba Cell Eucalyptus Pulp. Namun, pulp ini tercatat di Tiongkok dengan kode HS 470200.

Tampak dari ketinggian pabrik PT TPL yang terletak di Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara./Foto: Betahita.id

Melalui laporan keuangan 2007–2016, terlihat bahwa sebagian besar penjualan PT TPL ke pembeli internasional dilakukan melalui perusahaan penjualan dan pemasaran afiliasi yang berbasis di Makau, yaitu DP Macao, sebelum dikirim ke Sateri Holding Limited di Tiongkok. Dari prospectus Sateri, ditemukan bahwa Sateri dan PT TPL merupakan pihak berelasi yang dikendalikan oleh pemilik manfaat yang sama, yaitu Sukanto Tanoto dan anggota tertentu dari keluarganya.

Sebagai perusahaan perantara, DP Macao meraup banyak keuntungan dari penjualan pulp larut PT TPL. Mengingat Makau merupakan yurisdiksi bertarif pajak rendah, praktik ini patut diduga sebagai cara menghindari kewajiban pembayaran pajak korporasi di Indonesia.

Selain itu, kenyataan bahwa PT TPL dan DP Macao adalah perusahaan terafiliasi dengan pemilik manfaat yang sebagian atau seluruhnya sama, menjadi petunjuk kemungkinan adanya pengaturan harga dan pemasaran yang merupakan skema pengalihan keuntungan.

Kemudian, sepanjang 2007–2016, DP Macao mendapat total keuntungan Rp4,23 triliun dari penjualan pulp yang diproduksi PT TPL. Keuntungan yang diperoleh DP Macao ini sedemikian besar dan di luar kewajaran. Semestinya, TPL yang akan mendapat keuntungan ini, bila faktur penjualannya mencatat secara benar ekspor pulp larutnya sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan tidak melaporkan jenis produk yang berbeda kepada otoritas pemerintah. Direktorat Jenderal Pajak sebenarnya berpotensi mendapat penerimaan sebanyak Rp1,07 triliun dari pendapatan yang dikecilkan ini

Dari 2007–2016, PT TPL diketahui membayar pajak penghasilan badan (PPh Badan) yang relatif kecil, padahal memproduksi lebih dari 1,8 juta ton pulp (kelas-kertas dan larut) dengan nilai jual lebih dari USD1 miliar. Dari penjualan tersebut, TPL membukukan laba bersih sebesar USD45,6 juta.

Namun, pada 2009 dan 2015 mengalami kerugian. Juga pada 2019 mengalami rugi sebesar USD19,6 juta yang berdampak pada jumlah pajak yang dibayarkan.

Berdasarkan laporan keuangan PT TPL tahun 2019, perusahaan yang memiliki pabrik pulp di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara itu tercatat memiliki utang pajak sebesar USD570 ribu. Bila dirupiahkan nilainya kurang lebih Rp 8,137 miliar, dengan nilai tukar Rp 14.275 per dolar. Kemudian dalam laporan keuangan interim tanggal 30 Juni 2020, utang pajak PT TPL tersebut tercatat sebesar USD366 ribu atau sebesar Rp5,225 miliar

Tanggapan PT TPL

Sebelumnya, dalam pernyataan resminya menanggapi laporan Mesin Uang Makau, PT TPL menyampaikan bahwa semua produk yang diekspor telah dilaporkan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Sejak tahun 2010 hingga 2017, sesuai permintaan pelanggan, perseroan memproduksi dua produk pulp dengan merek dagang Tobapulp HW yang merupakan kraft pulp murni dan Toba Cell Eucalytus Pulp yang merupakan kraft pulp dengan penambahan surfaktan guna meningkatkan reaktivitas pulp sebagai pulp extender dalam proses produksi rayon.

PT TPL menyebut, oleh karena produk Toba Cell Eucalyptus Pulp tidak memenuhi kualitas sebagai pulp dissolving grade, maka pada saat ekspor, produk tersebut masuk dalam kategori dan dilaporkan sebagai kraft pulp dengan menggunakan HS Code 4703.290000. Perseroan terus mengembangkan produk pulpnya dengan meningkatkan kualitas kemurnian hingga berhasil memproduksi pulp dissolving grade yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

Dengan keberhasilan yang dicapai pada Maret 2017, PT TPL mulai mengalihkan produksi menjadi pulp dissolving grade dan selanjutnya melakukan investasi atas peremajaan pabrik yang sudah berumur 30 tahun agar bisa memproduksi pulp dissolving grade dengan kualitas yang konsisten dan lebih efisien.

Menurut PT TPL, harga jual produk telah sesuai dengan nilai kewajaran pasar (arm’s length). PT TPL mengatakan pihaknya juga secara berkala diaudit oleh kantor akuntan publik independen, dan hasil auditnya dipublikasikan dalam laporan tahunan sebagai bagian dari praktik tata kelola perusahaan yang baik.

PT TPL menyimpulkan, tetap berkomitmen penuh untuk mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan menolak dengan tegas semua tuduhan bahwa perseroan telah mengecilkan penghasilannya.