Masyarakat Sipil Desak Jokowi Selesaikan Pelanggaran HAM Wasior
Penulis : Kennial Laia
Hukum
Senin, 14 Juni 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebanyak 18 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Organisasi Sipil Untuk Tanah Papua mendesak Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) du Wasior, Papua, 20 tahun silam.
Menurut Solidaritas, hingga saat ini pemerintah belum memiliki komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat tersebut, terlihat dari belum adanya pengadilan HAM di Papua.
Kejadian Wasior Berdarah terjadi pada 13 Juni 2001. Korban meninggal diperkirakan 71 orang, dan banyak warga sipil yang mengalami kekerasan seperti penangkapan, penganiayaan, dan penyiksaan. Suara Papua memberitakan, dalam peristiwa tersebut ada dugaan pembunuhan kilat, penghilangan secara paksa, dan kekerasan seksual seperti pemerkosaan.
“Korban pelanggaran HAM berat Wasior Berdarah telah menunggu hak atas keadilan dari negara melalui dua mekanisme tersebut… tanpa kejelasan selama 20 tahun,” tulis Solidaritas dalam keterangan tertulis yang diterima Betahita, Minggu, 13 Juni 2021.
Menurut Solidaritas, saat ini ada dua instrumen yang dapat digunakan pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Wasior Berdarah yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tetang Otonomi Khusus.
Solidaritas menilai saat ini pemerintah belum memiliki komitmen untuk menggunakan kedua regulasi itu untuk menyelesaikan masalah HAM di Papua. Karena itu Solidaritas meminta Presiden Jokowi dan Mahkamah Agung untuk segera membentuk pengadilan HAM khusus pelanggaran HAM berat Wasior.
Solidaritas juga mendesak Jaksa Agung untuk mengambil berkas kasus pelanggaran HAM Wasior Berdarah dari Komnas dan menindaklanjutinya. Tuntutan terakhir, Solidaritas mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Papua Barat dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendesak Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah tersebut.