Bitcoin dan Dampaknya pada Iklim

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Minggu, 20 Juni 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Saat ini bitcoin semakin populer. Namun mata uang kripto ini disebut memakan banyak energi – mulai dari tahap menciptakan mata uangnya hingga saat memproses semua transaksi. Dia membebani jaringan listrik, dan mendapatkan reputasi sebagai uang paling kotor di dunia.

Saat ini pun harga bitcoin telah naik dan menarik perhatian institusi keuangan arusutama. Pada saat bersamaan, pegiat lingkungan mendesak adanya pembatasan, karena khawatir ada resiko peningkatan penggunaan energi yang berpengaruh pada iklim.

Namun, dampak lingkungan dari bitcoin ini masih susah untuk dikalkulasikan. Hingga saat ini belum ada yang tahu berapa banyak sumber energi terbarukan. Selain itu lokasi dan skala penggalian bitcoin (Bitcoin mining) juga berubah setiap waktu.

Sementara itu penggemar bitcoin juga meyakini bahwa mata uang digital yang terdesentralisasi ini sepadan dengan biaya energinya—yang diklaim relatif rendah dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.

Ilustrasi bitcoin. Foto: istockphoto

Apa itu bitcoin?

Bitcoin dibangun di atas teknologi yang disebut blockchain, yang merupakan daftar transaksi yang dicatat dalam potongan atau blok. Alih-alih bank atau pemerintah, bitcoin dikelola secara virtual oleh jaringan penambang global yang mencatat dan memverifikasi blok transaksi, dan diberi imbalan atas upaya mereka dengan cryptocurrency yang baru dicetak.

Mengapa bitcoin butuh banyak energi?

Sebelum blok baru dapat ditambahkan, penambang harus memainkan semacam lotere. Setiap blok dilengkapi dengan nomor misterius, dan penambang pertama yang menebak nomor secara tepat dapat ‘menambang blok’ dan mendapatkan hadiah.

Disinilah kemudian proses itu memakan banyak energi, karena jaringan komputer harus disiapkan untuk melakukan pekerjaan, yang dikenal sebagai penambangan bitcoin.

Berapa banyak energi yang digunakan?

Penggunaan energi dalam mata uang kripto berubah sepanjang waktu. Saat ini bitcoin menyumbang sekitar setengah persen dari konsumsi energi global – melebihi Swedia namun kurang dari penggunaan listrik untuk elektronik di rumah tangga yang menganggur di Amerika setiap tahunnya.

Sebagian besar penambangan terjadi di Cina, di belakang pembangkit listrik tenaga air murah di provinsi Sechuan dan Yunnan pada musim hujan, kemudian bergerak ke utara di musim kemarau, yang seringkali berbahan bakar batu bara.

Pertambangan juga telah mengakar di Amerika Utara, terutama di area dengan iklim sejuk dan pembangkit listrik tenaga air murah.

Apa dampak bitcoin bagi iklim?

Seperti aktivitas lain yang mengonsumsi energi, operasi bitcoin juga menghasilkan karbon dioksida. Namun belum ada angka pasti soal dampaknya terhadap iklim karena industri ini tidak diatur.

Pada 2018, jurnal sains Joule menghitung bahwa bitcoin menghasilkan 22 juta metrik ton ekivalen karbon dioksida setiap tahunnya. Sementara itu, survei dari Cambridge University pada 2020 menemukan bahwa 75% dari penambang menggunakan energi terbarukan dalam bauran energi mereka, namun dua pertiga dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil.