KPK Harus Akui Kesulitan Berantas Korupsi Sumber Daya Alam

Penulis : Tim Betahita

Hukum

Minggu, 20 Juni 2021

Editor :

BETAHITA.ID -   Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sudjanarko mengatakan lembaga anti-rasuah harus mengakui masih kesulitan memberantas korupsi di sektor sumber daya alam. Pasalnya, menurut Koko -begitu ia akrab disapa- jejak administrasi sebagai barang bukti masih sulit didapat.

Untuk itu, tambahnya, dibutuhkan kerja sama yang lebih luas dilakukan dengan berbagai lembaga lain.

"Memang sampai hari ini, problemnya adalah KPK belum bisa menangkap istilahnya ketua kelasnya,” ujarnya.

Yang baru bisa ditangkap, kata Koko, adalah wakil ketua kelasnya. “Kenapa KPK kok tidak bisa menangkap ketua kelasnya? Karena jejak administrasi terkait pidana itu tidak ada. KPK butuh bukti yang lebih tinggi," katanya.

Aktivis berpakaian layaknya pejabat yang korup dengan topeng tikus dalam aksi teatrikal di depan Badan Pengawas Pemilu. Sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan Bersihkan Indonesia menuntut dua kandidat presiden agar menghentikan korupsi politik terkait bisnis batu bara karena mengancam kelestarian lingkungan, Selasa, 15 Januari 2019. Dok. Greenpeace

Koko pun mengatakan bahwa tindakan pencegahan korupsi perlu dibina lebih kuat di internal kabupaten, kota, dan provinsi.

"Frontliner untuk penyelesaian masalah ini sebenarnya ada di kabupaten/kota. Sayangnya kita ada problem serius terkait kapasitas wali kotanya, bupatinya, dan DPRD-nya," kata Sudjanarko.


Senada dengan itu, akademisi dan penyuluh anti-korupsi,HaniaRahma, mengatakan bahwa korupsi di sektor sumber daya alam memang banyak melibatkan peran dari para pemerintah daerah.

Jumlah kepala daerah yang berstatus koruptor bahkan paling banyak terdapat di provinsi dengan SDA tinggi.

"Pada periode 2004-2018, kepala daerah yang terkena kasus banyak di Kalimantan Timur sebanyak enam orang, Riau enam orang, Sulawesi Tenggara enam orang, Papua lima orang, Sumatera Selatan lima orang, dan Aceh empat orang," ucap Hania dalam kesempatan yang sama.

Beberapa contoh kasus korupsi terkait sumber daya alam yang melibatkan kepala daerah, menurut catatannya, di antaranya kasus korupsi senilai Rp2,7 triliun oleh Bupati Konawe Utara pada 2014, korupsi senilai Rp1,2 triliun oleh beberapa bupati di Riau pada 2001-2007.