Studi: Capung Jantan Kehilangan ‘Bling’ Karena Krisis Iklim

Penulis : Tim Betahita

Perubahan Iklim

Kamis, 08 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Penelitian terbaru menemukan, capung jantan mulai kehilangan ciri fisik berupa dekorasi sayap yang mereka gunakan untuk memikat betina saat iklim semakin panas. Hal ini mendorong ilmuwan menyerukan lebih banyak penelitian tentang apakah evolusi yang berbeda ini dapat menyebabkan capung betina tidak lagi mengenali jantan dari spesies mereka sendiri dalam jangka panjang.

Spesies capung pada umumnya memiliki pola hitam ornamental di sayap mereka, yang berguna untuk menemukan pasangan. Studi baru yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences itu menemukan bahwa capung jantan mulai berevolusi dan kehilangan pola bling di area beriklim lebih panas, meskipun jenis betina tidak mengalami hal serupa.

Temuan terbaru ini juga menunjukkan perbedaan organisme dalam beradaptasi dengan lingkungan dan bagaimana perilaku terkait reproduksi memiliki lebih banyak implikasi dari sekedar reproduksi — namun juga menyasar pertanyaan bagaimana rupa capung dan pola kawin akan berubah seiring dengan perubahan iklim di Bumi selama beberapa tahun terakhir.

“Ada pertanyaan besar dalam ilmu biologi tentang bagaimana adaptasi hewan terhadap iklim yang berbeda membentuk keberagaman perilaku pada spesies,” kata ahli evolusi biologi Michael Moore di Washington University di St Louis, Amerika, dikutip The Guardian, Selasa, 6 Juli 2021. 

Capung jarum biru metalik jantan dewasa atau blue dasher (Pachydiplax longipennis). Foto: Missouri Department of Conservation.

“Ternyata, ciri fisik yang berhubungan dengan reproduksi ini memiliki konsekuensi penting terhadap kemampuan hidup di wilayah berbeda di Amerika Utara tergantung seberapa panas atau dingin suhunya,” jelas Moore yang merupakan peneliti dalam studi tersebut.

Setiap capung memiliki jumlah pigmen dan pola hitam di sayap yang berbeda pada sayapnya. Mereka menggunakannya untuk mengidentifikasi pasangan reproduksi potensial, merayu mereka, dan menakut-nakuti saingan yang mungkin juga tertarik.

Namun, pigmentasi gelap pada sayap mereka dapat meningkatkan suhu tubuh capung hingga 2 derajat celcius, yang berujung pada kerusakan pada jaringan sayap, mengurangi kemampuan bertarung dan bahkan kematian karena kepanasan – sehingga turut memengaruhi bagaimana beberapa capung bereaksi terhadap suhu hangat dan lebih hangat.

Studi ini menggunakan basis data lebih dari 300 spesies capung dan melakukan referensi silang warna sayap pada hampir 3.000 capung dari spesies yang berbeda dengan informasi lokasi dan iklim mereka. Para ilmuwan kemudian membandingkan bagaimana warna sayap capung dari spesies yang sama berubah menurut jenis iklim (lebih panas atau lebih dingin) asal hewan tersebut.

Mereka menemukan bahwa capung jantan hampir selalu merespons suhu yang lebih hangat dengan mengurangi dekorasi warna hitam pada sayapnya. “Cara ini tampaknya yang paling konsisten dilakukan capung dalam beradaptasi untuk hidup di iklim yang berbeda,” kata Moore.

“Hal ini benar-benar menarik karena ini adalah salah satu respons evolusioner paling konsisten yang kami lihat pada lingkungan apa pun untuk segala jenis sifat yang berhubungan dengan reproduksi pada semua jenis hewan.”

Studi tersebut menggunakan proyeksi pemanasan iklim untuk menunjukkan bahwa dekorasi hitam sayap capung mungkin perlu menyusut lebih banyak saat planet memanas.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa ini bisa menjadi cara yang sangat bermanfaat bagi mereka untuk beradaptasi,” kata Moore, “dan tampaknya cukup masuk akal bahwa mereka mungkin terus berevolusi dengan cara ini.”

Sementara itu capung betina tidak merespons perubahan iklim dengan cara yang sama. Mereka tidak menjatuhkan dekorasi sayap berwarna hitam di iklim yang lebih hangat.

Walau peneliti belum mengetahui alasan dibalik perbedaan respons tersebut, ada dua hal yang penting dicatat: ini mengingatkan para ilmuwan bahwa mereka mungkin tidak boleh berasumsi bahwa capung jantan dan betina akan beradaptasi dengan keadaan darurat iklim dengan cara yang persis sama. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pola kawin capung akan berubah seiring perubahan iklim.

Moore mengatakan ada kemungkinan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan betina tidak lagi mengenali jantan dari spesies mereka sendiri. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. 

Namun, penelitian yang dimaksudkan “hanya benar-benar menggaruk pada titik permukaan saja,” kata Moore. Dalam seratus tahun, katanya, Bumi akan terlihat sangat berbeda dan para ilmuwan perlu mencoba belajar sebanyak mungkin tentang bagaimana organisme bereaksi, untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam mengelola populasi capung saat dunia berubah di sekitar mereka.