Ratusan Nelayan Babel Duduki Kapal Isap PT Timah

Penulis : Kennial Laia

Tambang

Selasa, 13 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Ratusan nelayan di Provinsi Bangka Belitung menduduki kapal isap produksi (KIP) milik PT Timah, Senin, 12 Juli 2021. Aksi tersebut merupakan penolakan terhadap kehadiran PT Timah yang masuk ke wilayah tangkap nelayan di Matras hingga Pesaren.

Dalam video yang diunggah akun Twitter Jatam Nasional @jatamnas, tampak nelayan menyerukan protes mereka. Walau tidak terdengar jelas, akun @jatamnas mengatakan tuntutan mereka adalah agar PT Timah menghentikan penambangan di perairan Laut Tuing dan Bedukang.

Jatam mencuit bahwa nelayan akan terus menduduki KIP Citra Bangka Lestari hingga Gubernur Bangka Belitung mengabulkan tuntutan mereka itu.

“Hentikan penambangan di Laut Tuing-Beduking. Kedua perairan itu adalah wilayah tangkap nelayan,” cuit @jatamnas, Senin, 12 Juli 2021. 

Ratusan nelayan menduduki kapal isap pasir milik PT Timah dalam protes penolakan tambang di wilayah tangkap mereka. Foto: @jatamnas

Suhardi, ketua Nelayan Tradisional Peduli Lingkungan (NTPL) Matras-Pesaren, mengatakan, sekitar 300 nelayan menduduki Kapal Isap Produksi (KIP) Citra Bangka Lestari milik perusahaan pelat merah tersebut. Nelayan marah karena delapan kapal milik PT Timah mulai beroperasi di sekitar Pesisir Air Hantu-Bedukang sejak dua hari lalu.

"Nelayan akan bertahan menduduki kapal ini sampai pemerintah membatalkan rencana tambang di perairan ini. Kami tidak bisa diam saja karena keluarga kami bakal mati kelaparan kalau laut ini rusak,” kata Suhardi dikutip Kompas, Senin, 12 Juli 2021.

Menurut Jatam, penolakan nelayan dan warga Bangka Belitung telah berlangsung sejak 2015 lalu. Khususnya perluasan konsesi pertambangan timah di Pesisir Matras-Pesaren sepanjang 70 kilometer. Akan tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil. Belasan kapal isap pasir mulai beroperasi pada 9 November 2020 di sekitar pesisir Matras. Kemudian aktivitas perusahaan mulai memasuki Pesisir Air Hantu-Bedukang. 

“Berbagai intimidasi dan kriminalisasi kerap dialami warga,” cuit @jatamnas.

“Meski demikian, warga tak pernah menyerah. Di tengah kebijakan dan aturan hukum pro oligarki, warga memilih jalan perlawanannya sendiri: blokade laut.”

Dalam berbagai dokumnetasi, tampak beberapa kapal isap pasir timah membuang limbah berupa tailing atau lumpur sisa produksi. Warnanya keruh, kontras dengan jernih dan birunya air laut. Hal ini berakibat pada berkurang jumlah tangkapan ikan serta mengotori potensi pariwisata di daerah tersebut. 

“Belum lagi soal limbah sisa bahan bakar dan serpihan logam dari kapal isap pasir yang kadang terbawa arus sampai ke pantai,” jelas @jatamnas.

Aktivitas sejumlah KIP di pesisir Bangka telah menciptakan lubang dan gundukan di relief dasar laut. Hal ini terlihat dari beberapa pusaran air atau busung, menurut istilah nelayan setempat. Busung berbahaya bagi nelayan kala melaut pada malam hari. Pasalnya, perahu nelayan bisa terbalik atau hancur jika menabrak pusaran air tersebut.

Kapal isap produksi milik PT Timah mulai beraktivitas di Pesisir Matras-Pesaren, Bangka Belitung, pada 9 November 2021 meski telah ditolak warga setempat. Foto: @jatamnas