Warga Wadas Gugat Gubernur Ganjar Pranowo

Penulis : Kennial Laia

Tambang

Senin, 26 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas menggugat gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah.

Gugatan itu didaftarkan pada 15 Juli 2021. Menurut warga, kebijakannya sangat merugikan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021. 

Rokhanah, salah satu [penggugat dan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengatakan, warga desa merasa resah oleh kegiatan pematokan jalan yang ada di sana. 

“Sampai sekarang desa kami terus terancam, dan kami konsisten menolak. Karena kami tahu akibatnya kalau benar-benar digusur,” kata Rokhanah dalam aksi, Jumat, 23 Juli 2021.

Tangkapan layar dari aksi massa warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, digelar secara daring, Jumat, 23 Juli 2021. Foto: Betahita

“Kita akan kehilangan segalanya, termasuk kehidupan. Kami tidak bisa cocok tanam, air bersih hilang, rumah rusak. Persaturan dan agama pun rusak,” tandasnya.

Menurut Rokhanah, belakangan ini warga semakin resah karena adanya kegiatan pengukuran dan pematokan di lahan milik warga pertengahan Juli lalu. Walau berhasil diusir, warga khawatir hal itu akan berulang kembali. Warga pun memilih untuk berjaga secara bergantian.

“Pengukuran itu kan ilegal, bikin warga susah. Kita berjaga setiap hari. Aktivitas jadi buyar karena mereka (pengukur lahan) datang waktunya nggak tentu. Jadi masyarakat selalu resah. Kalau seperti ini, siapa yang tanggung jawab?” kata Rokhanah.

Warga lainnya bernama Insin Sutrisno mengatakan, jalur hukum diambil karena suara dan aspirasi terkait izin penambangan di Desa Wadas tidak mendapat respons dari pemerintah. “Kami selalu dibohongi pihak terkait. Karena itu kami bertekad untuk menggugat yang tidak melaksanakan usulan kami,” katanya. 

Julian Duwi Prasetia, kuasa hukum warga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengatakan, “Selama ini warga sudah melakukan penolakan. Tetapi Ganjar Pranowo mengabaikan dan tidak mendengarkan aspirasi warga Wadas.”

“Pengajuan gugatan ini menjadi salah satu upaya yang ditempuh warga dalam memperjuangkan hak mereka. Selain itu, warga juga melakukan perjuangan di luar pengadilan,” terangnya.

Warga Wadas menolak izin tambang di desa mereka sejak 2018. Penambangan batuan andesit tersebut ditujukan untuk kebutuhan pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Dalam AMDAL-nya, bendungan tersebut membutuhkan material urug dari Desa Wadas menggunakan bahan ledakan dinamit, berjarak 300 meter dari pemukiman warga. Sementara itu, lokasi penambangan juga tempat warga beraktivitas dan pusat mata pencaharian warga yang mayoritas petani.

Menurut Julian, izin penetapan lokasi itu cacat prosedur dan cacat substansi sehingga harus dibatalkan. Izin Penetapan Lokasi Bendungan Bener telah berlaku selama dua tahun dan perpanjangan satu tahun.

Julian mengatakan, penerbitan Izin Penetapan Lokasi itu melanggar berbagai aturan karena tanpa proses ulang. Aturan itu antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum; UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum. 

Selain itu, izin penetapan lokasi cacat substansi karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah daerah Purworejo. Kecamatan Bener juga merupakan wilayah yang dikategorikan sebagai rawan bencana longsor.

“Kita menggugat Izin Penetapan Lokasi karena tidak sesuai dan tidak memikirkan aspek kebencanaan,” kata Imam Joko dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yogyakarta.

“Meskipun dengan dasar pembangunan proyek strategis nasional, harus melihat aspek masyarakat sehingga harus mendukung.Walaupun negara maupun Gubernur mengusir rakyat harus mengganti dengan kehidupan yang sudah sejahtera seperti ini, tetapi negara tidak bisa,” tegasnya.

Staf Ketua Litigasi Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH PC) Kota Yogyakarta, Zul Afif, mengatakan izin penambangan itu juga melanggar hak asasi manusia dan tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air, sebanyak 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas.  

 “Tindakan Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah melanggar Hak Asasi Manusia dalam hal keberlangsungan hidupnya,” kata Zul.