Ini Soal Langkah Kaki Bumi melawan PT. TPL

Penulis : Sandy Indra Pratama

Sosok

Jumat, 30 Juli 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  “HALOO BUMI…”, semua menyapa. Memanggil namanya.

Wajahnya kemudian tersenyum malu. Tanpa sepatah kata pun bocah itu muncul virtual di hadapan ratusan orang peserta diskusi digital Jumat, 30 Juli 2021. Pada kesempatan itu, diskusi membahas persoalan serius: gerakan menutup Pabrik PT Toba Pulp Lestari -perusahaan yang dinilai banyak merugikan masyarakat adat batak selama puluhan tahun beroperasi, dulu namanya PT. Indorayon Utama.

Pagi itu, Bumi yang berusia 8 tahun sedang menonton film kartun di televisi ribuan kilometer jauhnya dari rumah. Ya, Bumi sedang di Jakarta.

Tepatnya, Bumi sudah sampai Jakarta dari perjalanannya berjalan kaki bersama TIM (Tulus, Ikhlas dan Militan) 11- nama kelompok warga yang melakukan aksi protes #tutupTPL, selama 43 hari dan menempuh 1800 kilometer lebih. Bumi adalah satu-satu bocah dalam kelompok dan dia baik-baik saja.

Sosok Bumi dan ayahnya Togu Simorangkir. (Facebook Togu Simorangkir)

“Dia tadi sempat ikuti dua mata pelajaran kelas daring dari sini," ujar Togu Simorangkir menerangkan bahwa Bumi anaknya, tidak melepaskan kewajibannya bersekolah meski ia harus bersama-sama menjalankan aksi protes #tutupTPL.

Togu ayah Bumi, lalu menceritakan awal keterlibatan Bumi dalam aksi #tutupTPL. Menurut Togu, tidak ada yang mengajak Bumi ikut berjalan kaki dan berencana menemui Presiden Jokowi.

“Dia ingin ikut atas keinginannya sendiri, saya berupaya menanyakan berkalli-kali tapi dia ngotot tetap mau ikut,” ujarnya menerangkan dalam diskusi.

Togu menerangkan kalau apa yang dilakukan Tim-11 termasuk Bumi adalah bentuk aksi demi kelestarian Danau Toba dan penyadaran publik. “Tano Batak sedang tidak baik saja,” ujarnya.

Bumi itu penyemangat. Kalimat itu deras meluncur dari Anita Martha Hutagalung, perempuan peserta aksi jalan kaki. “Bumi keren,” kata Oni-begitu panggilan akrabnya.

Oni bilang Bumi bukan bocah penakut. Buktinya, lanjut dia, ribuan kilometer mereka tempuh bersama meski bukan untuk kepentingan dirinya saja. “Bahkan Bumi tidak takut saat polisi menghadang dan memasukannya ke dalam mobil keranjang,” ujar Oni.

Ada insiden memang menimpa Bumi saat sampai di Jakarta. Seorang petugas menegur Bumi lantaran menggunakan atribut adat Sisingamangaraja XII. Insiden ini terekam dalam akun media sosial Togu sang ayah. Atas teguran itu dalam rekaman Bumi terlihat santai saja, tidak menampakan raut wajah takut.

Sebelum aksi jalan kaki ini, pada akhir Mei lalu, masyarakat dan karyawan PT TPL sempat terlibat bentrok terkait lahan di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Bentrokan itu dipicu rencana pihak PT TPL yang ingin menanam eukaliptus di atas tanah adat masyarakat Natumingka. Akibat bentrokan itu, puluhan masyarakat setempat mengalami luka-luka.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak, mengatakan bentrokan antara masyarakat dengan pihak PT TPL, sudah lama berlangsung.

Bahkan sepanjang 2020-2021, kata dia, sekitar 70 warga dilaporkan PT TPL ke polisi. Konflik lahan konsesi TPL pun terjadi di Toba, Simalungun, Taput, Humbahas.

Langkah kaki Bumi dan Tim 11 jangan sampai sia-sia. Pemerintah, menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, harus mendengar dan bertindak tegas juga mengakui semua hak agraria masyarakat adat. “Sudah terlalu banyak dan tidak terhitung kerugian masyarakat adat gara-gara TPL,” ujarnya.

Kamis siang, dalam video yang dikirim Togu Simorangkir, ayah Bumi di linimasa media sosialnya, Bumi nampak lahap menyantap pempek Palembang kiriman kawan ayahnya. Keceriaan Bumi tak menyiratkan kelelahan selepas berjalan ribuan kilometer. Ia tetap bersemangat.

Sekali lagi, Bumi itu penyemangat. Menyemangati semua pihak yang berjuang untuk #tutupTPL.  "Keren Bumi!"