Titik Api Mulai Muncul di Sejumlah Areal HTI dan Sawit di Riau

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Karhutla

Jumat, 06 Agustus 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Sejumlah wilayah provinsi di Indonesia mulai membara, terutama di Provinsi Riau. Berdasarkan pengamatan satelit, titik panas atau hotspot bahkan terpantau berada di dalam areal hutan tanaman industri (HTI) dan kebun sawit perusahaan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), terdapat 11 kabupaten di Provinsi Riau yang terpantau satelit menghasilkan titik panas, yakni sebanyak 196 titik. Dari 196 titik panas tersebut, 39 titik di antaranya berpotensi sebagai titik api (dengan level kepercayaan sama dengan atau di atas 70 persen).

Ratusan titik panas tersebut terpantau sejak 22 Juli hingga 2 Agustus 2021 kemarin. Tiga kabupaten terbanyak penghasil titik panas adalah Pelalawan Rokan Hilir dan Siak. Dengan potensi titik api tertinggi berada di Dumai, Rokan Hilir dan Pelalawan.

"Itu hasil pantauan citra satelit Terra-Aqua Modis," kata Arfiyan Sagita (Aldo), Manajer Kampanye dan Advokasi, Jikalahari, Kamis (5/8/2021).

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia merupakan bencana berulang, berdampak pada kesehatan masyarakat dan kerugian ekonomi. Foto: Greenpeace Indonesia

Hotspot Kabupaten di Riau (22 Juli-2 Agustus 2021)

Sumber: Jikalahari

Dari 196 titik panas tersebut, 160 titik di antaranya berada di dalam areal Izin Usaha Pemafaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI), Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit dan Kawasan Konservasi di wilayah Riau.

Dengan rincian, 130 titik panas berada di areal IUPHHK-HTI, 21 titik di antaranya berpotensi sebagai titik api. Titik panas terbanyak pada areal IUPHHK-HTI terbanyak berada di PT Ruas Utama Jaya, PT Arara Abadi dan PT Sumatera Riang Lestari. Potensi titik api tertinggi ada di PT Ruas Utama Jaya.

Hotspot di Areal IUPHHK-HTI di Riau (22 Juli-2 Agustus 2021)

Sumber: Jikalahari

Kemudian 13 titik panas berada di areal HGU, 4 titik di antaranya berpotensi sebagai titik api. Titik panas dan potensi titik api terbanyak pada areal HGU perkebunan sawit terbanyak berada di areal PT Kemilau Kemuning.

Hotspot di Areal HGU di Riau (22 Juli-2 Agustus 2021)

Sumber: Jikalahari

Berikutnya 17 titik panas berada di Kawasan Konservasi dan 8 di antaranya berpotensi sebagai api. Titik panas dan potensi titik api terbanyak berada di Taman Nasional (TN) Bukit Tigapuluh dan Hutan Lindung (HL) Bukit Batuah Lubuk Jambi.

Hotspot di Kawasan Konservasi di Riau (22 Juli-2 Agustus 2021)

Sumber: Jikalahari

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada 22-28 Juli 2021, diketahui pula, dari jumlah titik panas di Riau itu setidaknya ada 113 titik yang berada di areal gambut. 23 titik di antaranya berpotensi sebagai titik api.

Koordinator Jikalahari, Made Ali menuturkan, sejak Januari sampai Juli 2021, luas lahan terbakar di Riau telah mencapai 901,57 hektare. Tersebar di 10 kabupaten dan kota. Yakni, Bengkalis 317,87 hektare, Indragiri Hilir 142 hektare, Dumai 116,1 hektare, Siak 79,15 hektare, Pelalawan 70 hektare, Kepulauan Meranti 45,5 hektare, Kampar 42,7 hektare, Rokan Hilir 38 hektare, Indragiri Hulu 34,25 hektare dan Pekanbaru 16 hektare.

Manfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca

Sebelumnya, dalam rapat teknis membahas penjelasan prakiraan cuaca dan teknik modifikasi cuaca serta kesiapan patroli desa, yang digelar secara virtual pada 30 Juli 2021 lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya meminta seluruh pihak untuk memantau titik panas yang muncul di wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan dirinya juga meminta agar patroli terpadu dengan melibatkan masyarakat lebih diperkuat.

Dalam rapat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama BMKG, BNPB, TNI, Polri, BNPT serta ahli klimatologi dari IPB University tersebut, Siti juga meminta agar dilakukan penguatan pada kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) dan penambahan kelompok paralegal.

Menteri Siti mengatakan, upaya lain untuk mencegah terjadinya karhutla adalah dengan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca (TMC), untuk menciptakan hujan buatan di wilayah rawan karhutla. Upaya TMC yang sudah dilakukan di Provinsi Riau, pada fase pertama 10 Maret-5 April 2021, secara umum, meningkatkan curah hujan sekitar 33-64 persen terhadap curah hujan alamnya.

Penambahan curah hujan di lokasi penyemaian awan adalah sekitar 194,3 juta meter kubik. Sedangkan pada fase kedua, secara umum persentase penambahan curah hujan periode di Provinsi Riau pada Juli 2021 adalah sebesar 2 persen terhadap curah hujan alamnya.

"TMC ini telah kita intensifkan beberapa tahun terakhir dan akhirnya menjadi sesuatu yang sangat berguna untuk kita," kata Menteri Siti.

Kemudian, terpisah dari semua hal disebutkan di atas, upaya lainnya adalah penegakan hukum, Polri telah mengembangkan sistem terkait dengan pidana. KLHK juga memiliki pola penegakan hukum yaitu dengan memberikan peringatan kepada perusahaan pemilik kebun sawit dan sebagainya apabila muncul titik panas di lokasi usahanya.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan prediksi iklim dan cuaca 2021 di Indonesia. Dwikorita dalam paparannya memberikan kesimpulan bahwa Indeks ENSO Juli 2021 menunjukkan kondisi Netral dan diprakirakan Netral hingga awal 2022.

Pada sekitar Agustus hingga Oktober 2021, curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia masuk dalam kategori Rendah, sedangkan November hingga Januari 2022 masuk kategori Menengah-Tinggi. Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan untuk mewaspadai potensi karhutla kategori menengah hingga tinggi pada Agustus 2021 di wilayah pulau Sumatera bagian tengah dan sebagian NTB dan NTT.

Selain itu, BMKG memprediksi puncak musim kemarau pada beberapa wilayah rawan karhutla antara lain Sumatera bagian selatan dan sebagian besar Kalimantan berada pada Agustus dan September.

Direktur Jenderal Pengendaliam Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanti pada paparannya kepada Menteri LHK, melaporkan bahwa menurut data pantauan titik panas sejak 1 januari hingga 29 Juli 2021, terdapat dua wilayah yang titik panasnya telah berjumlah di atas 100. Dua wilayah tersebut yaitu Kalimantan Barat dengan total sebanyak 164 titik dan Riau yang telah menyentuh angka 170 titik.

Secara total, untuk 2021 jumlah hotspot pada wilayah rawan karhutla berjumlah total 401 titik panas dan seluruh wilayah Indonesia terdapat 684 titik panas (data dari satelit Terra/Aqua NASA, awal 2021 sampai dengan 29 Juli 2021 Pukul 07.00 WIB). Apabila dibandingkan dengan total jumlah hotspot 2020 dengan periode yang sama, jumlah titik panas adalah sebanyak 1.008 (berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Confidence Level sama dengan atau di atas 80 persen) Berdasarkan perbandingan tersebut, terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 324 titik atau 32,14%.

Laksmi kemudian menyampaikan upaya pengendalian karhutla di tingkat tapak telah dilaksanakan bersama-sama dengan kolaborasi berbagai pihak yang tergabung dalam patroli terbadu. Hasil rekapitulasi kegiatan pemadaman darat menunjukkan bahwa sebanyak total 1.320 kegiatan telah dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia. Provinsi Kalimantan Barat dan Riau menjadi wilayah terbanyak dilakukan pemdaman dengan total masing-masing 361 dan 282 kegiatan.

Pada kesempatan ini juga, Kepala BPPT, Hammam Riza juga melaporkan upaya TMC yang telah dilakukan di beberapa wilayah rawan karhutla. Penambahan volume hujan pada TMC periode Maret-April 2021 cenderung lebih baik dibandingkan periode Juni-Juli 2021. Hal ini sesuai dengan ketersediaan sumber awan potensial masing-masing periode.

Secara historis, curah hujan di Pulau Sumatera pada Juni mulai menurun, sedangkan di Pulau Kalimantan penurunan terjadi mulai Juli, yang diikuti dengan peningkatan potensi kemunculan titik api. Untuk memaksimalkan potensi hujan sekaligus meminimalkan potensi kebakaran dengan menjaga tingkat kebasahan lahan, pelaksanaan upaya pembasahan sangat disarankan dilakukan secara kontinyu seperti upaya yang dilakukan pada 2020 lalu.