IPCC: Krisis Iklim Disebabkan oleh Aktivitas Manusia

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Rabu, 11 Agustus 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) kembali menegaskan aktivitas manusia sebagai pemicu perubahan iklim. Dampaknya yang luar biasa merusak kini dirasakan di berbagai belahan bumi, seperti banjir bandang, gelombang panas mematikan, dan kekeringan di berbagai wilayah.

“Itu begitu tidak terbantahkan,” itulah kalimat pertama dari laporan terbaru IPCC, yang dirilis pada Senin, 9 Agustus 2021.

Disusun oleh 243 ilmuwan terkemuka dan disetujui oleh seluruh pemerintah dunia, laporan tersebut menyebut manusia sebagai penyebab utama perubahan iklim dan saat ini benar-benar mempengaruhi iklim di setiap sudut planet bumi, termasuk daratan, udara, dan lautan.

Laporan itu menyatakan dampak itu bisa menjadi jauh lebih buruk jika peluang tipis yang tersisa untuk mencegah pemanasan di atas 1.5°C tidak segera diambil. Untuk diketahui, saat ini suhu bumi berada di antara 0.8°C dan 1.3°C, mendekati ambang batas 1.5°C yang ditetapkan. 

Warga di desa Bedono, Demak, Jawa Tengah, duduk di 'perahu' apung darurat saat banjir rob terjadi. Foto: Getty Images/Ulen Ifansasti

Curah hujan juga meningkat sejak 1980-an. Mencairnya es juga menambah triliunan ton air ke lautan, dan level oksigennya menurun dan tingkat keasaman laut meningkat, yang mengancam ekosistem laut. Saat ini permukaan air laut telah meningkat 20 cm, sebuah perubahan yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Emisi gas rumah kaca akibat pembakaran energi fosil, penghancuran hutan alam, dan aktivitas manusia lainnya telah menyebabkan ketidakstabilan iklim yang tadinya ringan saat peradaban manusia dimulai di Bumi, ungkap laporan tersebut.

Tingkat karbon dioksida di udara saat ini berada dalam tingkat tertinggi sepanjang sejarah setidaknya dalam dua juta tahun.

Gelombang panas yang saat ini terjadi terakhir kali diidentifikasi pada 2.000 tahun dan mungkin 100.000 tahun yang lalu. Suhu bumi yang menghangat serupa terjadi pada 6.500 tahun yang lalu. Sementara itu kenaikan permukaan air laut dengan kecepatan serupa pun terjadi pada 3.000 tahun lalu. Keasaman air laut diperkirakan terjadi pada dua juta tahun lalu.

Fenomena perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia saat ini telah berdampak pada kehidupan banyak manusia. Gelombang panas dan banjir akibat tingginya curah hujan terjadi lebih sering sejak 1950-an, mempengaruhi lebih dari 90% tempat di dunia, menurut laporan tersebut. Frekuensi badan dan angin topan kini menjadi 66% meningkat dibandingkan pada 1970-an.

Pada masa mendatang, laporan itu memperkirakan bumi akan mencapai pemanasan suhu 1.5°C dalam dua dekade mendatang, terlepas dari skenario pengurangan emisi apapun, jelas laporan tersebut.

Walau terdengar mengerikan, tim penyusun Laporan Penilaian Keenam itu juga memberikan secercah harapan. Dunia masih punya kesempatan untuk membatasi kenaikan suhu di bawah 1.5°C sesuai target Kesepakatan Paris.

Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan aksi “pengurangan segera, cepat, dan berskala besar” terkait jumlah emisi di atmosfer, yang saat ini belum belum ada tandanya. Kalaupun pengurangan emisi dilakukan (secara lambat), dapat mengarah pada kenaikan suhu 2°C dan secara signifikan akan meningkatkan penderitaan bagi semua kehidupan di Bumi.

Jika emisi tidak berkurang pada dua dekade mendatang, pemanasan 3°C menjadi sangat mungkin dan akan menyebabkan malapetaka. Jika pada level ini jumlah emisi tak juga berkurang, maka dunia akan menuju 4°C ke 5°C, yang akan berakhir pada wilayah apokaliptik. 

Laporan IPCC menulis bahwa belum terlambat untuk mengambil tindakan sekarang. Namun, jika tidak ada komitmen. Dampak perubahan iklim akan terus memburuk.

Sebagai contoh, gelombang panas ekstrem yang tadinya terjadi saban 50 tahun (tanpa perubahan iklim global) kini terjadi setiap dekade. Dengan pemanasan 1.5°C, fenomena ini akan terjadi lima tahun sekali; 3,5 tahun sekali pada suhu 2°C; dan sekali dalam 15 bulan pada suhu 4°C. Frekuensi gelombang panas juga dapat memengaruhi hujan monsoon, yang sangat penting bagi produksi pangan miliaran manusia. 

Salah satu pernyataan krusial dalam laporan tersebut adalah bahwa banyak perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca di masa lalu dan masa depan yang tidak dapat diubah selama berabad-abad hingga ribuan tahun. Hal ini terutama yang terkait dengan laut dan lapisan es, yang menyerap 96% pemanasan global.

Artinya, es akan tetap mencair dan permukaan air laut akan terus naik dan membanjiri wilayah pesisir. Laporan tersebut memprediksi air laut akan bertambah 28cm hingga 100cm pada akhir abad ini. Namun angka ini dapat berubah menjadi 200cm, atau 500cm pada 2150.

Kenaikan permukaan air laut yang ekstrem dapat memperparah banjir pesisir, yang tadinya terjadi setiap satu abad. Kini banjir pesisir diproyeksikan terjadi setidaknya sekali setahun di 60% dari seluruh wilayah bumi pada 2100.

Laporan tersebut merupakan asesmen keenam dari IPCC, namun baru pertama kali memberikan titik kritis secara komprehensif dan teliti.  

Hal yang dapat dilakukan sekarang, tulis laporan itu, adalah bagaimana membatasi perubahan iklim di masa depan. Bagian terakhir dari laporan itu mengungkap bahwa manusia hanya dapat menghasilkan 400 miliar ton lagi untuk meraih peluang 66% dalam mempertahankan suhu 1.5°C. Saran ini sebaiknya didengar oleh pemerintah dan politisi dunia.