Seekor Harimau Sumatera di Pasaman Mati, Diduga akibat Dehidrasi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Kamis, 19 Agustus 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Seekor harimau sumatera (Panthera tingris Sumatrae) di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar) dilaporkan mati. Sebelumnya, harimau itu sempat mendapat perawatan medis, namun tidak dapat bertahan dan kemudian mati. Harimau sumatera ini diduga mati akibat dehidrasi.

Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono mengatakan, harimau sumatera tersebut awalnya ditemukan dalam kondisi lemas, dan belum mati. Hal itu diketahui dari kiriman video yang diterima yang menggambarkan kondisi harimau yang masih hidup dengan kondisi yang lemas.

Dijelaskannya, pada Sabtu, 14 Agustus 2021, sekitar pukul 09.00 WIB, pihaknya menerima laporan dari salah seorang anggota DPRD Kabupaten Pasaman tentang adanya warga yang melihat harimau sakit dan tertidur di dekat Bendungan Sontang, Kenagarian Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman. Atas laporan tersebut pihaknya langsung berkoordinasi dengan jajaran Polsek Panti dan Koramil Rao untuk membantu mengamankan harimau yang sakit.

Selanjutnya pihaknya mengirimkan Tim ke lokasi dengan membawa kandang dan juga mempersiapkan dokter hewan dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi, untuk melakukan pertolongan pertama yang selanjutnya akan dirawat lebih lanjut. Berdasarkan hasil analisa video, menurut dokter hewan, harimau tersebut diduga mengalami dehidrasi berat.

Tangkapan layar video amatir saat warga menemukan harimau sumatera itu dalam keadaan lemas di dekat Bendungan Sontang, Kabupaten Pasaman, Sumbar, Sabtu (14/8/2021) kemarin.

Menindaklanjuti kondisi itu, pihaknya kemudian berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendapatkan bantuan tenaga medis dan dukungan dari pemerintah daerah, di antarany yakni Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat sebagai Wakil Ketua Tim Koordinasi Penanganan Konflik Satwa di Sumbar.

Singkat cerita, harimau Sumatera itu kemudian berhasil sempat mendapatkan perawatan oleh petugas medis dari Puskeswan Dua Koto. Dari hasil pemeriksaan awal suhu tubuh harimau itu tinggi dan kotorannya berwarna hitam. Atas hasil pemeriksaan tersebut harimau itu selanjutnya diberikan tindakan pemberian obat dan vitamin. Akan tetapi pada sekitar pukul 11.00 WIB si harimau dinyatakan mati.

Jasad Harimau Tidak Diizinkan untuk Dinekropsi

Ardi menyebut, sejauh ini pihaknya belum bisa memastikan apa penyakit maupun penyebab kematian si harimau. Karena, pihaknya tidak bisa melakukan proses nekropsi atau bedah jasad hewan. Lantaran masyarakat tidak mengizinkan jasad harimau itu dibawa.

Ardi mengatakan, ada ketegangan yang terjadi di lokasi. Setelah mengetahui harimau itu mati, masyarakat setempat yang berkumpul di lokasi meminta agar harimau itu dikubur di kampung tersebut, dengan anggapan bahwa si harimau merupakan leluhur mereka. Upaya negoisasi membawa harimau ke Kota Padang untuk dilakukan nekropsi antara petugas BKSDA Sumbar, Kasat Reskrim dan Kasat Intel Polres Pasaman dengan Ninik Mamak atau pemangku adat setempat, berlangsung alot.

Padahal telah ada jaminan dari petugas ataupun dokter hewan yang didatangkan untuk pengambilan sample di lokasi, namun negosiasi tersebut tetap mengalami kebuntuan. Hasilnya, masyarakat memaksa harimau itu dikuburkan di depan rumah warga bernama Alinurdin selaku Ninik Mamak.

Bahkan petugas yang datang di lokasi tidak boleh mendekat saat proses penguburan jasad harimau itu dilakukan. Untuk menghindari pencurian jasad harimau, masyarakat melakukan pengecoran makam tersebut dan dilakukan upacara adat selama beberapa hari.

Proses nekropsi, lanjut Ardi, sangat penting dilakukan guna mengetahui penyebab kematian. Apakah disebabkan oleh penyakit yang membahayakan dan menular atau karena diracun atau penyebab lainnya.

Selain itu, menurut Ardi, secara medis sangatlah berbahaya menguburkan bangkai satwa di sekitar pemukiman jika ternyata satwa tersebut membawa penyakit yang bersifat zoonosis (menular dari hewan ke manusia).

Dari pemeriksaan awal, harimau sumatera itu diperkirakan berumur 7-8 tahun dengan jenis kelamin jantan. Dengan panjang tubuh kurang lebih 170 cm dan ekor sepanjang 60 cm. Berdasarkan jarak temuannya, harimau itu ditemukan kurang lebih 4 km dari hutan lindung yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Pasaman Raya yang membentang membentuk koridor hutan Panti-Batang Gadis.

"Petugas akan melakukan pengambilan data di lapangan baik jejak, kotoran, sumber air, keberadaan pakan satwa serta memasang kamera trap dan sosialisasi penanganan konflik satwa kepada masyarakat, hal ini penting dilakukan sebagai bentuk upaya pencegahan konflik dikemudian hari," kata Ardi Andono, Rabu (18/8/2021).

Terpisah, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Indra Exploitasia mengatakan, pihaknya sangat menghargai kearifan lokal yang dianut masyarakat. Akan tetapi, dalam kasus harimau ini semestinya sebelum jasad harimau dikuburkan dapat dilakukan nekropsi terlebih dahulu.

"Dengan adanya hasil nekropsi dapat diketahui penyebab kematian, apabila itu merupakan penyakit menular dan berbahaya bagi satwa lainnya maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan sosialisasi lebih lanjut kepada masyarakat," kata Indra.

Apalagi, lanjut Indra, dalam masa pandemi Covid-19 diperlukan kehati hatian dalam segala tindakan penanganan pascakematian, terutama terhadap bangkai harimau. Karena Covid-19 merupakan penyakit baru yang mana pengetahuan medis masih terbatas dalam hal penyebarannya dari manusia ke satwa liar atau sebaliknya, serta dampak yang ditimbulkan juga masih dalam tahap pembelajaran kasus per kasus.

"Sehingga dengan adanya kasus kematian harimau sumatera ini, bisa kita ambil pembelajaran untuk pengambilan tindakan-tindakan terkait sisi medis agar kasus serupa tidak terjadi lagi dimasa yang akan datang."