Kini Taliban Kuasai Triliunan Dolar Kekayaan Mineral
Penulis : Tim Betahita
Tambang
Senin, 23 Agustus 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kelompok Taliban sebagai penguasa baru Afganistan, kini menguasai kekayaan mineral bernilai triliunan dolar yang terkandung di bumi Afganistan. Kekayaan itu banyak yang belum tersentuh termasuk beberapa material yang dapat menggerakkan transisi dunia ke energi terbarukan.
Menurut laporan US Geological Survey (USGS) pada Januari lalu, Afghanistan memiliki cadangan sumber daya alam antara lain bauksit, tembaga, bijih besi, lithium dan kandungan mineral yang langka.
Tanah Afghanistan juga mengandung tembaga. Mineral itu dibutuhkan untuk membuat kabel listrik dan menjadi komoditas panas tahun ini karena harganya melonjak hingga lebih dari US$ 10.000 (Rp 144,6 juta) per ton.
Tak hanya itu, Afghanistan juga punya lithium yakni elemen penting untuk membuat baterai mobil listrik, panel surya, dan ladang angin. Permintaan dunia akan lithium diperkirakan akan tumbuh lebih dari 40 kali lipat pada tahun 2040, menurut Badan Energi Internasional.
“Afghanistan memiliki cadangan besar lithium yang belum dimanfaatkan hingga hari ini," kata Guillaume Pitron, penulis buku "The Rare Metals War".
Afghanistan juga merupakan rumah bagi mineral langka yang digunakan di sektor energi bersih: Neodymium, praseodymium, dan dysprosium.
Kekayaan mineral yang belum dimanfaatkan di negara itu diperkirakan mencapai US$ 1 triliun (Rp 14.460 triliun) oleh USGS. Meskipun demikian, pejabat Afghanistan telah menyebutkan jumlahnya tiga kali lebih tinggi.
Afghanistan telah melakukan eksplorasi yang lebih baik untuk batu mulia seperti zamrud dan rubi serta turmalin semi mulia dan lapis lazuli, tetapi bisnis ini terganggu dengan penyelundupan ilegal ke Pakistan. Negara ini juga menambang talek, marmer, batu bara, dan besi.
Tiongkok Satu-satunya Solusi Eksplorasi Mineral Taliban
Saat pengambilalihan kekayan oleh Taliban dapat menghalangi investor asing masuk ke negara itu, satu-satunya negara yang tampaknya bersedia berbisnis dengannya adalah Tiongkok.
Ekonomi terbesar kedua di dunia itu mengatakan siap untuk memiliki hubungan "persahabatan dan kooperatif" dengan Afghanistan setelah Taliban memasuki Kabul.
China Metallurgical Group Corporation milik negara memenangkan hakeksplorasi pada tahun 2007 untuk menyewakan deposit bijih tembaga raksasa Mes Aynak selama 30 tahun dan mengekstraksi 11,5 juta ton komoditas tersebut.
Proyek untuk memanfaatkan deposit tembaga terbesar kedua di dunia yang belum dieksploitasi belum mulai beroperasi "karena masalah keamanan", menurut tabloid Global Times yang dikelola pemerintah Tiongkok.
Tetapi Global Times mengutip sumber di kelompok Taliban yang menyatakan bahwa mereka akan "mempertimbangkan untuk membukanya kembali setelah situasi stabil, dan pengakuan internasional - termasuk pengakuan pemerintah Tiongkok terhadap rezim Taliban - terjadi."
Saat para pemimpin Tiongkok "tidak antusias" tentang pengambilalihan Taliban, "mereka tidak akan membiarkan prinsip menghalangi pragmatisme," ujar Ryan Hass, seorang peneliti senior di lembaga kajian Brookings Institution yang berbasis di Washington, dalam satu blog.
"Kurangnya pembangunan Beijing pada investasi utamanya di tambang tembaga Mes Aynak menunjukkan kesediaannya untuk bersabar dalam mengejar pengembalian investasi," tulisnya.
Seperti dilaporkan AFP yang dikutip beritasatu.com, Taliban kini dalam kondisi kesulitan keuangan sejak kembali berkuasa setelah penggulingan mereka, 20 tahun lalu. Donor bantuan utama Taliban menghentikan dukungan mereka untuk Afghanistan.
Perang tanpa akhir dan infrastruktur yang buruk telah mencegah Afghanistan mendapatkan logam yang dapat mencerahkan kekayaan ekonominya. Dalam prediksi banyak kalangan, tepat kiranya Tiongkok untuk bisa masuk dan mengeksploitasi kekayaan tambang Afganistan.