Perkara Bupati Sorong Harus Jadi Momentum Perlindungan Hutan

Penulis : Kennial Laia

Hutan

Selasa, 31 Agustus 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kebijakan Bupati Sorong mencabut izin perusahaan kelapa sawit yang melakukan pelanggaran dinilai dapat menjadi contoh bagi pemerintah di kabupaten lainnya dalam memberikan perlindungan masyarakat adat dan penyelamatan hutan di Tanah Papua. 

Aktivis perempuan Papua Frida Tabita Klasin mengatakan, langkah bupati Sorong merupakan gebrakan penting bagi lingkungan hidup dan hutan serta keberlanjutan ruang penghidupan masyarakat adat.

Dia juga menyebutnya sebagai momentum bagi pemerintah pusat untuk melihat kembali kebijakan perizinan dan pengelolaan hutan, yang selama ini kerap tidak melibatkan masyarakat adat yang tinggal di tanah ulayat. 

“Ini langkah konkret atas pergumulan masyarakat adat dalam menghadapi derasnya investasi yang masuk ke hutan yang menjadi ruang penghidupan,” kata Frida dalam konferensi virtual, Senin, 30 Agustus 2021.

Bupati Sorong Johny Kamuru (tengah) bersama masyarakat adat yang datang memberikan dukungan pada sidang perdana gugatan perusahaan sawit di PTUN Jayapura, Selasa, 24 Agustus 2021. Foto: Istimewa

“Ini juga terkait kelanjutan Otonomi Khusus. Jika memang mau dilanjutkan, maka posisi masyarakat adat penting diperhitungkan ketika wilayah adat jadi sasaran konsesi sawit dan izin pengelolaan lain seperti minyak dan gas,” tegas Frida. 

Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Papua Barat Mamberob Rumakiek mengapresiasi keberanian dan keberpihakan Bupati Sorong Johny Kamuru mencabut izin perusahaan.

“Kami harap ini diikuti oleh semua pemimpin di daerah, terutama anak adat yang pemimpin,” kata Mamberob.

Bupati Sorong kini digugat tiga perusahaan yang dicabut izinnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Menurut Mamberob, masyarakat adat di Papua dan Papua Barat harus bersatu dan mendesak agar gugatan itu dibatalkan.

“Jangan sampai ini jadi preseden.  Gugatan ini harus mempersatukan kita. Ini masalah bersama masyarakat Papua serta hutan dan tanah adatnya,” kata Mamberob.

Mamberob juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar segera mengeluarkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) untuk menetapkan tanah adat sebagai hutan adat. Hal itu untuk menjamin hak atas tanah milik masyarakat adat. 

“Pak Bupati, yang sudah mengukur tanah adat sesuai marga itu agar ditetapkan statusnya sebagai hutan adat di  Kabupaten Sorong,” katanya.

Yohanis Mambrasar dari Forum Intelektual Muda Tambrauw Cinta Damai mengatakan, kebijakan bupati Sorong memiliki dampak yang baik bagi masyarakat adat Moi. Pemuda adat dan mahasiswa turut mendukung Bupati Sorong dalam menjalani gugatan tiga perusahaan sawit.

“Kami masyarakat adat yang terlibat dalam gerakan penyelamatan hutan dan masyarakat adat memberikan apresiasi kepada Bupati Sorong dan jajarannya,” kata Yohanis.