Lima Negara Paling Mematikan Bagi Pembela Lingkungan

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Selasa, 14 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Laporan terbaru dari Global Witness mengungkap, tahun 2020 paling mematikan bagi pembela lingkungan meskipun dunia sedang dilanda pandemi Covid-19.

Organisasi tersebut mencatat 227 penyerangan mematikan di berbagai negara di dunia, yang berarti terdapat empat individu tewas dibunuh setiap minggunya. Angka tersebut memastikan bahwa 2020 menjadi tahun paling berbahaya bagi individu yang membela tanah dan penghidupan, serta ekosistem yang vital bagi biodiversitas dan iklim.

Menurut Global Witness, serangan mematikan terhadap pembela lingkungan seperti biasa terjadi dalam konteks ancaman yang lebih luas terhadap para pembela hak asasi manusia (HAM) termasuk intimidasi, pengawasan, kekerasan seksual, dan kriminalisasi. Angka kematian tersebut juga dipastikan jauh lebih kecil dari kondisi sebenarnya, lantaran banyak kasus penyerangan yang tidak dilaporkan.

Sebagai catatan, 50% dari 227 kasus penyerangan mematikan itu terjadi di tiga negara: Kolombia, Meksiko, dan Filipina.

Aksi juru kampanye masyarakat adat Naso, dengan berdiri dirantai satu sama lain selama protes di luar Istana Kepresidenan di Panama City, Panama, pada 2009. Naso telah menyerukan pengakuan hak atas tanah formal selama beberapa dekade. Foto: Elmer Martinez/AFP melalui Getty Images

Kolombia

Menurut laporan terbaru Global Witness, Kolombia menjadi negara paling mematikan bagi aktivis dan pembela  HAM dan lingkungan selama dua tahun berturut-turut dengan 65 kematian pada 2020. Pembunuhan terus berlanjut terlepas dari adanya perjanjian damai antara pemerintah dan kelompok pemberontak Farc pada 2016. Nyatanya, industri ekstraktif dan perebutan sumber daya alam terus terjadi di negara tersebut.

Korban termasuk ahli biologi Gonzalo Cardona, yang berjasa menyelamatkan spesies burung beo telinga kuning dari kepunahan. Cardona dibunuh oleh kelompok kriminal. Penjaga hutan Yamid Alonso Silva juga dibunuh di dekat Taman Nasional El Cocuy. Kekerasan dan intimidasi pun dialami oleh aktivis muda berusia 12 tahun Fransisco Vera, yang menerima ancaman kematian dari orang tidak dikenal di Twitter karena aktivismenya.

Meksiko

Meksiko menjadi negara kedua paling berbahaya bagi aktivis dan pembela tanah dan lingkungan. Negara ini kehilangan 30 individu, meningkat sebesar 69% dibandingkan pada 2019. Hampir sepertiga penyerangan berkaitan dengan pembalakan, dan setengah dari jumlah pembunuhan itu menargetkan masyarakat adat.

Korban diantaranya, Oscar Eyraud Adams, masyarakat adat Kumiai di Meksiko yang memprotes saat kekeringan lahan pertanian usaisumber air komunitas itu dialihkan ke area lebih kaya dan pabrik Heineken. Adams tewas ditembak pada 24 September 2020 di Tecate, Baja California oleh para pembunuh yang datang ke rumahnya menggunakan dua kendaraan. Kasus Adams termasuk dalam lebih dari 95% kasus yang tidak terselesaikan, lantaran impunitas bagi kejahatan ini sangat tinggi.

Filipina

Global Witness mencatat 29 kematian pembela lingkungan di Filipina pada 2020, membuatnya menjadi negara paling mematikan bagi pembela lingkungan di Asia. Filipina juga menderita paling banyak pembantaian. Kejadian paling mengejutkan terjadi pada Desember 2020 ketika anggota militer dan polisi membantai 9 masyarakat adat Tumandok yang aktif menolak pembangunan bendungan raksasa di Sungai Jalaur di Panay.

Kasus penyerangan serupa di Filipina meningkat sejak Presiden Duterte berkuasa pada 2016. Sejak terpilih, Global Witness mencatatnya setidaknya terdapa 166 pembela tanah dan lingkungan dibunuh, terutama yang memprotes tambang, pembalakan, dan konstruksi bendungan.

Brazil

Secara global, Brazil menempati peringkat keempat negara paling berbahaya, dengan 20 kematian sepanjang 2020. Angka itu menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun konflik justru meningkat di bawah pemerintahan Presiden Jair Bolsonaro. 

Bentuk penyerangannya juga tidak lagi dalam skala becil atau penyerangan ilegal di level lokal, namun melalui peraturan dan kebijakan yang mengancam perlindungan lingkungan dan tanah. Menurut Global Witness, legislasi yang terbit cenderung mengkriminalisasi dan mengurangi hak politik pembela tanah dan lingkungan.

Nikaragua

Pada 2020, Nikaragua mencatat 12 pembunuhan pembela lingkungan. Negara ini juga menjadi negara paling mematikan berdasarkan per kapita dan salah satu hotspot yang paling cepat memburuk, dengan pembunuhan lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Laporan tersebut juga mencantumkan kasus yang jarang terjadi di Arab Saudi, yang melihat pembunuhan Abdul Rahim al-Huwaiti dari suku Huwaiti saat memprotes penggusuran untuk ibu kota provinsi baru.