Protes Nelayan Soal Tarif PNBP: Menyulitkan di Tengah Pandemi

Penulis : Kennial Laia

Kelautan

Sabtu, 25 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN) yang terdiri dari nelayan di seluruh Indonesia memprotes pemberlakuan tarif baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bagi kapal tangkap ikan. Aturan tersebut dianggap menyulitkan nelayan di tengah pandemi.

Menurut Ketua GONN Kajidin, penolakan tersebut didasari oleh kondisi usaha yang sedang lesu. Selama hampir dua tahun, katanya, harga ikan turun tajam hingga 30%, dan peralatan nelayan naik 20%, sehingga pengeluaran tambahan seperti naiknya PNBP kian membebani nelayan.

Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang merupakan turunan dari Omnibus Law. Aturan tersebut dianggap membuat nelayan merogoh kocek semakin dalam.

Kajidin mencontohkan, salah satu kapal nelayan di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berukuran 139GT mengajukan perpanjangan izin pada September 2021. Pada tahun sebelumnya, dia membayar PNBP sebesar Rp 124.234.725,00 . Namun, tahun ini harus membayar Rp 201.444.360,00.

Ilustrasi nelayan penangkap lobster. Foto: Reuters

“Nelayan kita bisa bertahan hidup di masa pandemi seperti sekarang saja sudah bagus, belum lagi menghadapi perubahan alam yg berdampak pada lambatnya kita untuk mencari ikan di laut butuh waktu berbulan-bulan bahkan ada yg sampai 9 bulan,” kata Kajidin kepada Betahita, Jumat, 24 September 2021.

Ketua PPNSI Robani Hendra Permana menilai keputusan pemerintah tidak tepat menaikkan tarif PNBP di tengah kondisi usaha sedang stagnan. Pihaknya merasa dipaksa untuk membayar setoran lebih tinggi saat hasil tangkap ikan dan harga ikan justru sedang turun.

“Pemerintah seharusnya lebih fokus pada sisi hilir perikanan, serta mendorong tumbuhnya sentra pengolahan produk perikanan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan nilai tambah bagi perikanan di Indonesia,” tutur Robani.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Indramayu Dedi Aryanto mengatakan ikut menolak yang dianggapnya tidak berpihak pada nelayan tersebut. Dia mempertanyakan sikap pemerintah menaikkan tarif PNBP itu. “Nelayan tidak disubsidi juga tidak masalah, yang penting batalkan kenaikan pungutan ini. 

Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Nahdatul Ulama Jawa Barat H Fauzan Adzim mengatakan, seharusnya pemerintah mencari solusi untuk menstabilkan harga ikan. Dia juga menuntut agar ada pusat pengelolaan hasil tangkap di masing masing pelabuhan, pembenahan sarana pelabuhan.

GONN mendesak pemerintah agar membatalkan aturan tersebut untuk menjaga keberlangsungan usaha para nelayan di tanah air. Mereka bersepakatan akan turun ke jalan untuk berdemonstrasi jika pemerintah tetap menjalankan aturan baru tersebut.  

Sebelumnya, 33 pemilik kapal perikanan tangkap di Kalimantan Barat juga mengancam akan menghentikan operasional jika pemerintah memaksakan implementasi aturan tersebut. Ke-33 pemilik tersebut mengoperasikan ratusan kapal tangkap ikan di perairan Kalimantan Barat dan Natuna.

“Apabila terjadi penghentian operasional kapal, maka akan terjadi pengangguran massal di sektor perikanan tangkap,” ucap Atong, dikutip Kompas.com