PT Kumai Sentosa Dihukum Bayar Rp175 Miliar ke Negara

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Karhutla

Senin, 27 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Kumai Sentosa (KS), dengan nomor perkara 39/Pdt.G/LH/2020/PN Pbu, dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun. Perusahaan perkebunan sawit yang lokasi kebunnya bersisian dengan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) itu dihukum membayar ganti rugi materiil sebesar Rp175 miliar kepada negara dan dihukum melakukan tindakan pemulihan lahan yang terbakar di areal perkebunannya.

Putusan tersebut dibacakan Majelis Hakim PN Pangkalan Bun yang diketuai Heru Karyono, dengan Hakim Anggota Erick Ignatius Christofel dan Mantiko Sumanda Moechtar pada Kamis, 23 September 2021 kemarin. PT KS dinyatakan bertanggung jawab secara mutlak atas peristiwa kebakaran lahan seluas kurang lebih 3.000 hektare yang terjadi di areal perkebunannya yang terletak di Desa Sungai Cabang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Berdasarkan informasi yang tertera pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Panglalan Bun, Majelis Hakim hanya mengabulkan sebagian dari tuntutan yang diajukan KLHK atas perkara gugatan nomor 39/Pdt.G/LH/2020/PN Pbu, yang mana tuntutan provisi yang diajukan KLHK ditolak. Majelis Hakim menyatakan Gugatan ini menggunakan pembuktian dengan Prinsip Pertanggungjawaban Mutlak (Strict Liability).

PT KS sebagai Tergugat, dinyatakan bertanggung jawab mutlak atas peristiwa kebakaran lahan pengelolaan Tergugat yang terletak di Desa Sei Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah sebagaimana dalam Peta Lokasi Areal Terbakar Inti PT Kumai Sentosa (bukti surat bertanda T.50).

Kebakaran di area konsesi perkebunan sawit milik PT Kumai Sentosa, Desa Sungai Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Agustus 2019. Saat ini proses penegakan hukum terhadap PT KS sedang berlangsung atas kasus kebakaran seluas 2.600 hektare itu. Foto: Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK

Majelis Hakim menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui Rekening Kas Negara sejumlah Rp175.179.930.000 dan Tergugat dihukum untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada areal lahan yang terbakar.

Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Jasmin Ragil Utomo mengatakan pihaknya akan mengajukan upaya hukum Banding atas Putusan PN Pangkalan Bun ini. Alasannya, karena Majelis Hakim hanya mengabulkan sebagian dari tuntutan yang diajukan KLHK.

"Sudah barang tentu (Banding). Karena putusan belum sesuai dengan tuntutan dalam gugatan. Tuntutan dalam gugatan hanya dikabulkan sebagian oleh Majelis Hakim. Selebihnya (alasan) setelah menerima relaas salinan putusan PN Pangkalan Bun," kata Jasmin, akhir pekan lalu.

Jasmin menjelaskan, nilai ganti rugi materiil yang dikabulkan oleh Majelis Hakim PN Pangkalan Bun dalam Putusan, yang senilai sekitar Rp175 miliar itu, sangat jauh lebih rendah dari total nilai tuntutan yang diajukan KLHK, yang senilai Rp1.185.090.897.020, yang terdiri dari ganti rugi materiil senilai Rp330,99 miliar dan biaya pemulihan lahan terbakar sebesar Rp857,13 miliar.

"Untuk pemulihan (lahan), dikabulkan dengan menghukum PT KS untuk melakukan tindakan pemulihan, tetapi tanpa nilai nominal. Kita tunggu setelah kasus ini berkekuatan hukum tetap."

Jasmin menjelaskan, untuk saat ini Putusan PN Pangkalan Bun itu belum bisa langsung dieksekusi. Karena belum memiliki kekuatan hukum tetap, sebab masih ada kesempatan kepada para pihak, baik Penggugat maupun Tergugat, untuk mengajukan upaya hukum Banding. Upaya hukum Banding dari para pihak paling lambat diajukan ke Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya, sebelum 12 Oktober 2021 mendatang.

"Putusan PN Pangkalan Bun tanggal 23 September belum berkekuatan hukum tetap. Setelah Putusan PN dan kedua belah pihak tidak ada yang mengajukan upaya hukum Banding (bisa dinyatakan berkekuatan hukum tetap). Tanggal 12 Oktober itu batas waktu pengajuan Banding."

Jasmin mengatakan, saat ini sudah ada 20 perusahaan yang terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang digugat oleh KLHK. Dari jumlah itu, 10 perkara di antarnaya sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), dengan total nilai gugatan mencapai Rp3.722.177.077.169.

"Jumlah perkara karhutla yang kita gugat akan terus bertambah. Dan saat ini KLHK tengah mempersiapkan proses pelaksanaan eksekusi atas perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan yang telah inkracht, walaupun tantangan yang kami hadapi sangat banyak."

Masih soal kasus karhutla PT KS. Pada 17 Februari 2021, dalam perkara pidana PT KS No.233/Pid.B/LH/2020/PN Pbu, Majelis Hakim PN Pangkalan Bun telah memutus PT KS tidak terbukti bersalah atas kejadian kebakaran lahan di lokasi PT KS seluas 2.600 hektare. Putusan ini dibacakan secara terbuka di muka umum oleh Ketua Majelis Hakim Heru Karyono didampingi oleh Muhammad Ikhsan dan Iqbal Albanna, selaku Majelis Hakim Anggota.

Putusan Majelis Hakim PN Pangkalan Bun terhadap perkara pidana karhutla PT KS itu tentu saja mengecewakan KLHK. Pihak Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat sebagai Penuntut Umum yang mewakilik KLHK, pada 18 Maret 2021 lalu mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) melalui PN Pangkalan Bun. Sejauh ini belum ada putusan Kasasi dari MA terkait perkara pidana PT KS tersebut.

Terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, mengapresiasi putusan Majelis Hakim PN Pangkalan Bun dalam perkara perdata ini. Putusan itu menunjukkan bahwa karhutla merupakan sebuah kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Apresiasi ini juga dikarenakan sebelumnya PN Pangkalan Bun itu telah memutus Bebas PT KS dalam perkara pidana pada kasus yang sama.

"Kami sangat menghargai putusan ini, untuk langkah hukum selanjutnya kami akan mempelajari pertimbangan hakim dan amar putusan terlebih dahulu," ucap Rasio Sani, Jumat (24/9/2021).

Menurutnya pihak korporasi harus bertanggung jawab atas karhutla di lokasinya. Majelis Hakim telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak (Strict Liability).

"Melawan pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, kami tidak akan berhenti. Kami akan gunakan semua instrumen hukum, sanksi dan denda administratif, mencabut izin, ganti rugi, maupun pidana penjara, agar pelaku kejahatan seperti ini jera."

Hukuman terhadap PT KS ini juga mendapat sorotan organisasi masyarakat sipil. Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo mengatakan, Putusan perdata PT KS ini merupakan kabar baik, banyak pihak dikecewakan oleh PN Pangkalan Bun, membebaskan PT KS dari segala tuduhan dalam perkara pidana karhutla. Menurut Aryo, Putusan perdata kasus PT KS ini seharusnya bisa jadi pelajaran.

"Ini bisa menjadi pembelajaran penting bagi kita semua dan menguatkan dugaan bahwa penyebab karhutla di Kalteng bukanlah peladang tradisional dari masyarakat adat yang benar-benar membuka lahan untuk bertahan hidup," kata Aryo, Sabtu (25/9/2021).

Meski begitu, LBH Palangka Raya punya catatan kritis mengenai kasus karhutla PT KS ini. Sebab putusan hakim saja tidaklah cukup menyelesaikan persoalan yang terjadi. Dilihat dari putusan-putusan serupa sebelumnya, meskipun KLHK memenangkan banyak gugatan, namun realisasi eksekusi putusannya ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan.

"Belum tahu bagaimana realisasinya di lapangan. Apakah pihak perusahaan sukarela untuk mematuhi putusan tersebut, jika nanti sudah inkracht atau mempunyai hukum tetap?"

Karena, lanjut Aryo, banyak dari penelitian yang menyebutkan bahwa eksekusi putusan-putusan kasus karhutla korporasi yang dimenangkan KLHK jalan di tempat. Untuk itu, LBH Palangka Raya mendorong KLHK untuk bersikap tegas dalam kewenangannya. Salah satunya dengan mencabut izin pelepasan kawasan hutan yang telah diberikan kepada perusahaan yang terlibat karhutla.

"Sedangkan BPN (Badan Pertanahan Nasional) bisa mencabut izin HGU-nya (Hak Guna Usaha) sesuai dengan Permen (Peraturan Menteri) Nomor 15 tahun 2016 tentang Tata Cara Pelepasan atau Pembatalan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai pada Lahan Yang Terbakar."

Sementara itu, PT KS melalui Manager Umumnya, Nur Alam mengatakan, PT KS menghormati keputusan Majelis Hakim. Tim pengacara hingga saat ini belum mendapatkan salinan putusan secara lengkap dari PN Pangkalan Bun, sehingga belum bisa menentukan sikap, apakah akan mengajukan upaya hukum Banding atau menerima Putusan.

"Putusan ini cukup menarik, tim kuasa hukum tentu akan mengkaji lebih dalam apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam mengambil putusan. Mengingat dalam putusan perkara pidana PT KS dinyatakan bebas murni oleh Majelis Hakim di PN yang sama. Jadi kasus ini akan sangat menarik sebagai bahan kajian bersama," kata Nur Alam kepada wartawan, Sabtu (25/9/2021).