Jatam Gugat Menteri ESDM soal Informasi 5 Perusahaan Tambang

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Rabu, 29 September 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) menggugat Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Gugatan Sengketa Informasi Publik yang diajukan Jatam Kaltim (Pemohon) ini terjadi dilatari oleh tidak terbukanya Kementerian ESDM dalam memberikan informasi dan data, tentang kontrak dan dokumen evaluasi kinerja 5 perusahaan raksasa pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang masa berlaku kontraknya sudah dan akan habis.

Lima perusahaan tambang raksasa batu bara itu adalah, PT Arutmin Indonesia berakhir pada 1 November 2020, PT Kaltim Prima Coal (KPC) berakhir pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama (MHU) berakhir pada 1 April 2022, PT Berau Coal (BC) berakhir pada 26 April 2025 dan PT Kideco Jaya Agung (KJA) berakhir pada 13 maret 2023.

Sidang Sengketa Informasi Publik antara Jatam Kaltim melawan Menteri ESDM ini telah berlangsung di KIP. Kebetulan, sidang kedua sengketa informasi ini digelar bertepatan dengan Hari Hak untuk Tahu Sedunia, 28 September 2021, dengan agenda Pemeriksaan Tertutup terhadap Termohon, Menteri ESDM.

"Hari ini (28/9/2021) sidang kedua, dan itu tertutup hanya dihadiri Termohon dan Majelis Sidang Komisioner KIP. Agenda hari ini memeriksa 4 dokumen yang dimohonkan Jatam Kaltim apa memang masuk kategori rahasia atau dikecualikan. Mereka (Termohon) disuruh bawa itu dokumen dan dipelajari Komisioner, apakah ini masuk dalam data yang diuji konsekuensikan," kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang.

Tampak dari ketinggian kondisi blok timur, konsesi tambang batu bara PT Indominco Mandiri./Foto: Jatam

Rupang menguraikan, gugatan sengketa informasi ini didaftarkan melalui akta register sengketa nomor 025/REG PSI/XI/2020 pada Senin, 9 November 2020 lalu. Setelah menunggu 10 bulan lamanya sejak didaftarkan di KIP, sidang perdana pemeriksaan berkas pertama baru digelar pada Selasa, 21 September 2021 lalu, dengan agenda Pemeriksaan Legal Standing Pemohon dan Termohon.

Rupang menjelaskan, pihaknya dari Jatam Kaltim memiliki legal standing atau posisi dan dasar hukum untuk mengajukan gugatan sengketa informasi publik. Karena seperti yang tercantum pada Pasal 10, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), dijelaskan mengenai peran dan partisipasi masyarakat dalam wilayah pertambangan.

Yang mana dinyatakan, penyusunan dan penetapan wilayah pertambangan harus diselenggarakan secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab bahkan terpadu dengan mengacu pada pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat terdampak, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, hak asasi manusia, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan dan dengan memperhatikan aspirasi daerah. Pada sidang pertama tersebut terdapat beberapa hal yang ditanyakan oleh pimpinan sidang menyangkut alasan mengajukan sengketa.

"Alasannya yang pertama, informasi yang dimohonkan oleh Jatam Kaltim adalah Informasi Publik dan Tidak Dikecualikan. Yang kedua, Termohon hingga 30 hari kerja tidak membalas surat keberatan Pemohon."

Hal yang menjadi objek gugatan ini, imbuh Rupang, merupakan sejumlah salinan dokumen yang sebelumnya dimintakan Jatam Kaltim kepada Menteri ESDM, namun tidak diberikan dengan alasan informasi data dan dokumen-dokumen yang diminta masuk dalam kategori informasi yang dikecualikan. Dokumen tersebut yakni:

  1. Kontrak Karya 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Pulau Kalimantan yang masa izin dan kontraknya akan berakhir mulai 2021 hingga 2025
  2. Catatan perkembangan diskusi pemerintah tentang evaluasi perpanjangan izin dan kontrak
  3. Rekaman dan atau Notulensi rapat pemerintah tentang proses evaluasi terhadap izin yang mengajukan perpanjangan izin dan kontrak
  4. Daftar nama, profesi dan jabatan, pihak-pihak serta Lembaga mana saja yang terlibat dan diundang dalam evaluasi perpanjangan dalam mengevaluasi kontrak PKP2B yang akan berakhir

"Dari data-data kami minta tersebut dapat diketahui apakah pemerintah sudah melibatkan partisipasi masyarakat terdampak? Siapa saja yang dilibatkan dan diundang dan bagaimana prosesnya serta apakah sudah memperhatikan aspirasi daerah?"

"Kami sedang menjalankan tugas warga negara yakni berpartisipasi secara aktif dalam perbaikan tata kelola sektor pertambangan mineral dan batu bara, apalagi yang menanggung dampak dari perpanjangan ini kelak adalah warga Kalimantan Timur," lanjut Rupang.

Data-data dan proses perpanjangan kontrak perizinan perusahaan pertambangan batu bara yang akan berakhir, menurut Rupang, semestinya dibuka pada publik sebagaimana amanat dalam Konstitusi Pasal 28C dan 28F Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), serta Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Yang secara eksplisit ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan, ‘setiap warga Negara memiliki hak untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, terlebih lagi jika berkaitan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.’

Keputusan publik ini mencakup kontrak pengelolaan kekayaan alam Indonesia, dalam hal ini pertambangan mineral dan batu bara. Karena kontrak tersebut memiliki dimensi publik, sehingga masuk dalam kategori keputusan publik yang seharusnya dibuka dan melibatkan partisipasi publik secara luas.

Rupang menyebut, ada beberapa kewajiban perusahaan tambang batu bara yang harus diaudit dan dievaluasi sebelum perpanjangan izin diberikan, yaitu kewajiban penerimaan negara, kewajiban pajak, kewajiban DMO, kewajiban pemulihan lingkungan, kewajiban hukum, tanggung jawab sosial dan lain sebagainya.

"Kemudian soal evaluasi. Betulkah terjadi evaluasi? Evaluasi sudah sejauh mana? Pihak mana saja yang dilibatkan? Apakah rakyat di lingkar tambang terlibat? Mengapa proses dan hasil evaluasi tidak dibuka?"

Jatam Kaltim mendesak pemerintah untuk:

  • Buka data dan informasi hak dan kewajiban 5 PKP2B yang izinnya akan berakhir dalam waktu dekat (hingga 2025).
  • Lakukan audit dan evaluasi terhadap seluruh PKP2B dan KP yang izinnya akan berakhir
  • Libatkan rakyat di lingkar tambang selama proses evaluasi dan audit 5 PKP2B
  • Tidak dilakukannya perpanjangan terhadap 5 perusahaan pemegang PKP2B yang izinnya akan berakhir hingga 2025

Kronologi Alur Permohonan Informasi hingga Upaya Penyelesaian Sengketa di KIP

  1. Pada 2 September 2020, Jatam Kaltim mengirim Surat Nomor: 029/JatamKaltim/Eks/IX/2020 perihal Permohonan Informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Informasi yang dimohonkan tersebut berkaitan dengan 5 perusahaan tambang batu bara, yakni Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Berau Coal (BC), PT Kideco Jaya Agung (KJA) dan PT Arutmin Indonesia.

    Sedangkan data dan informasi yang dimohonkan adalah Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), Dokumen Rekaman dan atau Catatan tertulis Notulensi Evaluasi Pengajuan Perpanjangan Kontrak PKP2B, Dokumen Evaluasi Pengajuan Perpanjangan PKP2B dan Daftar nama, profesi dan jabatan serta lembaga mana saja yang terlibat dalam evaluasi Perpanjangan Kontrak PKP2B yang terkait dengan perusahaan-perusahaan yang dimohonkan. Surat Permohonan Jatam Kaltim ini diketahui telah diterima pihak Kementerian ESDM pada 8 September 2020.
  2. Pada 29 September 2020, Jatam Kaltim melayangkan Surat Keberatan kepada PPID-Menteri ESDM, lantaran pihak Kementerian ESDM tidak memberikan tanggapan terhadap surat permohonan informasi 5 perusahaan tambang itu yang diajukan Jatam Kaltim. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi selambat-lambatnya 10 hari sejak permohonan diterima oleh PPID wajib memberikan tanggapan kepada pemohon.
  3. Waktu untuk Menteri ESDM menjawab keberatan telah melewati 30 hari kerja. Maka pada 17 November 2020 Jatam Kaltim mendaftarkan Penyelesaian Sengketa Informasi kepada Komisi Informasi Pusat (KIP).
  4. Kementerian ESDM baru memberikan jawaban setelah melewati waktu yang ditentukan (30 hari kerja). Jawaban yang berisi informasi yang diberikan pihak Menteri ESDM juga tidak sesuai dengan yang dimohon oleh Jatam Kaltim.

    Dalam Surat Nomor: 1478/05/SJN.I/2020 perihal Jawaban atas Keberatan Permohonan Informasi Publik tertanggal 12 November 2020, Menteri ESDM pada poin ke 3 menyatakan, 'Permohonan permintaan (1) Kontrak PKP2B; (2) Dokumen rekaman dan atau catatan tertulis notulensi evaluasi pengajuan perpanjangan Kontrak PKP2B; (3) Dokumen evaluasi pengajuan perpanjangan Kontrak PKP2B; dan (4) Daftar nama, profesi dan jabatan serta Lembaga mana saja yang terlibat dalam evaluasi perpanjangan Kontrak PKP2B yang terkait dengan perusahaan PT. Kaltim Prima Coal (PT.KCP), PT. Multi Harapan Utama (PT.MHU), PT. Berau Coal (PT.BC), PT. Kideco Jaya Agung (PT.KIA), PT. Arutmin, dapat kami sampaikan bahwa dokumen-dokumen atau substansi yang terkandung dalam dokumen dimaksud termasuk ke dalam informasi yang dikecualikan.'

"Karena itu permohonan Informasi terhadap Menteri ESDM RI ini akhirnya menemui jalan buntu dan dilanjutkan dalam proses pengadilan karena Menteri ESDM tidak memberikan informasi yang dimohonkan dengan menyatakan bahwa informasi yang kami minta dikecualikan," terang Rupang.

Catatan Hitam Sejumlah Perusahaan Tambang Raksasa Batu Bara di Kaltim

Jatam Nasional dan Jatam Kaltim juga memiliki sejumlah catatan jejak buruk pada kesejahteraan masyarakat setempat atau terhadap keberlangsungan lingkungan hidup di sekitar wilayah pertambangan khususnya perusahaan-perusahaan tambang PKP2B yang akan habis masa berlakunya, mulai dari merubah bentang alam, merusak sumber air, tindak kekerasan, kriminalisasi, merampas tanah, menggusur lahan masyarakat adat, menyembunyikan Informasi publik dan penuh jejak korupsi.

PT Kaltim Prima Coal (KPC)

Masa Kontrak Habis: 31 Desember 2021
Luas Lubang Tambang: 23.891 hektare
Luas Konsesi: 84.938 hektare
Jumlah Lubang Tambang: 191

Nama-Nama yang Terafiliasi:
Abudizal Bakrie, Nirwan Bakrie, Anindya Novan Bakrie, A. Ardiansyah Bakrie, Taufan Eko Nugroho Rotorasiko dan Andi Achmad Dara.

  • Pada 12 Februari 2016, terjadi tindak kekerasan dan pelanggaran HAM serta perampasan tanah yang dilakukan oleh PT KPC terhadap Ibu Dahlia Musnur serta anaknya. PT KPC secara paksa menyeret kedua warga Desa Sepaso Selatan, Kecamatan Belangon keluar dari pondok dan tanah mereka. PT KPC menggusur 80 kepala keluarga warga Komunitas Dayak Basap dari Kampun Keraitan dan mengisolasinya ke wilayah baru yang PT KPC sebut Desa Budaya. Lokasi ini minim akses kehidupan, baik air bersih, hutan bahkan berladang berpindah. Hal lainnya, lokasi tersebut masih bersengketa dengan warga Desa Sepaso Timur yang tidak ingin wilayah tersebut keluar dari lingkup administrasi desa mereka.
  • Limbah tambang PT KPC meracuni dua sungai besar warga, yakni Sungai Sengatta dan Sungai Bengalon. Tidak hanya itu, pencemaran ini juga berlanjut hingga ke pesisir laut di Kenyamukan serta Desa Sekerat. Banyaknya bongkahan batu bara berbagai ukuran tersebar di sepanjang pantai serta dasar laut. Krisis Air betul-betul dialami oleh kabupaten ini dan itu diperparah sejak hadirnya PT KPC. Kini warga di dua kecamatan praktis tidak lagi mendapatkan air secara gratis, untuk mendapatkannya warga harus menyuapkan sejumlah biaya dan merogoh isi kantongnya dalam-dalam.
  • Tiga petani dilaporkan ke Polisi dan telah ditetapkan sebagai tersangka sehubungan dengan protes mereka yang memperjuangkan hak atas tanah mereka yang telah ditambang oleh PT KPC. Petani dituduh merintangi dan menghalang-halangi aktivitas perusahaan. Selain laporan ini mengada-ada, juga terlalu dipaksakan. Untuk diketahui, petani dilaporkan dua tahun setelah melakukan demonstrasi di atas lahan mereka sendiri.

PT Multi Harapan Utama (MHU)

Masa Kontrak Habis: 1 April 2022
Luas Lubang Tambang: 3.748 hektare
Luas Konsesi: 46.062 hektare
Jumlah Lubang Tambang: 50

Nama-Nama yang Terafiliasi:
Achmad Zuhraidi, Reza Pribadi, Boedi Santoso dan Setyo Sardjono

  • Di Tenggarong, pada 16 Desember 2015, salah satu lubang tambang PT MHU telah merenggut nyawa Mulyadi (15) pelajar SMK Geologi Pertambangan, warga Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara.
  • Pada 2018 lalu, terjadi banjir akibat aktivitas pembukaan tambang PT MHU di hulu Sungai Jembayan mengakibatkan warga Kampung Jembayan Dalam dan Desa Sungai Payang terendam air.
  • Aktivitas PT MHU mengakibatkan hilangnya sumber-sumber air bersih warga. Kini warga dipaksa mengkonsumsi air dari lubang tambang yang mengandung logam berat dan sangat asam. Kualitas air yang tidak layak tersebut berdampak pada menurunnya kesehatan warga di Desa Loa Ipuh darat dan sekitarnya. Warga sering mengeluhkan masalah kesehatan yang dialami, yaitu infeksi saluran pernapasan dan gangguan saluran pencernaan.
  • 16 Juli 2016, di Samarinda terjadi aksi kekerasan dan premanisme oleh pihak PT MHI terhadap seorang aparat TNI aktif dan pengacara publik yang menuntut tanggung jawab atas digusurnya lahan warga. Hingga kini tindak lanjut pengungkapan kasus pelanggaran HAM tersebut menguap begitu saja di Polda Kaltim.

PT Kideco Jaya Agung (KJA)

Masa Kontrak Habis: 13 Maret 2023
Luas Lubang Tambang: 11.019 hektare
Luas Konsesi: 27.434 hektare
Jumlah Lubang Tambang: 10

Nama-Nama yang Terafiliasi:
Agus Lasmono, Wiwoho Basuki Tjokronegoro, Indracahya Basuki, Nurcahya Basuki, Engki Wibowo, Jenny Quantero dan Low Tuck Kwong.

  • Masyarakat adat Desa Songko, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser dikriminalisasi serta tanah ulayahtnya dirampas PT KJA. Situasi ini dialami oleh Ibu Nurhayati yang mempertahankan tanah leluhurnya dari aksi penggusuran menggunakan alat-alat berat PT KJA. Hanya karena Nurhayati bersama warga adat melakukan ritual adat Balian di tanahnya sendiri, perusahaan dengan gegabah melaporkan Nurhayati ke Polres Paser.

PT Berau Coal (BC)

Masa Kontrak Habis: 26 Arpil 2025
Luas Lubang Tambang: 14.654 hektare
Luas Konsesi: 118.400 hektare
Jumlah Lubang Tambang: 45

Nama-Nama yang Terafiliasi:
Fuganto Widjaja, Bambang Heruwan Haliman, Edy Santoso, Arief Wiedhartono, Gandi Sulistiyanto Soeherman, Laksamana TNI (Purn) Marsetio, Darmono dan Deswandhy Agusman.

  • PT Berau Coal mencaplok ratusan hektare tanah warga Kampung Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur seluas 252 hektare secara sepihak. PT Berau Coal merampas lahan warga tanpa diselesaikannya ganti rugi pembebasannya. Tidak hanya warga Tumpit, perampasan tanah juga dilakukan PT Berau Coal terhadap warga Kampung Gurimbang yang telah mengelola lahan mereka selama bertahun-tahun.
  • PT Berau Coal tidak teliti dan tidak hati-hati serta tidak profesional dalam menangani limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Dengan gegabah bekerja sama dengan dua perusahaan penampung limbah B3 yang tidak memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta tidak memiliki gudang penampungan yang layak.

UU Minerba dan UU Ciptaker Disahkan, Perusahaan Tambang Batu Bara Ajukan Perpanjangan Izin

Sejak UU Minerba dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan, sejumlah perusahaan raksasa pertambangan batu bara di Indonesia yang akan habis masa kontraknya berbondong-bondong mengajukan perpanjangan izin dan kontrak yang dijamin oleh kedua regulasi kontroversial ini.

Pada November 2020 lalu, PT Arutmin diberikan perpanjangan otomatis, tanpa pengawasan dan partisipasi publik. Kini PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Adaro, PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Berau Coal (BC), PT Kideco Jaya Agung (KJA) dan PT Kendilo Coal Indonesia juga sedang melakukan hal serupa, yakni mengajukan perpanjangan izin dan kontrak kepada Kementerian ESDM.

Kelima perusahaan batu bara ini di dalam UU Minerba dan UU Ciptaker mendapatkan sejumlah fasilitas, seperti dijaminnya perpanjangan otomatis menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 2x10 tahun. Regulasi ini juga memberi insentif berupa tidak ada kewajiban pengurangan lahan konsesi dan insentif royalti nol persen bagi perusahaan batu bara yang membangun fasilitas hilirisasi batu bara.

Catatan Jatam Nasional menyebut luas lahan yang dikuasai oleh lima perusahaan ini mencapai 313.667 hektare atau setara dengan 5 kali luas DKI Jakarta. Kepala Divisi Hukum Jatam Nasional, Muhammad Jamil mengatakan, perpanjangan izin tanpa pengawasan dan partisipasi publik akan membahayakan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup, apalagi batu bara adalah biang kerok utama dari pemanasan iklim global.

"Begitu juga proyek gasifikasi batu bara yang saat ini dibangun PT KPC bahkan diklaim sebagai energi baru dan terbarukan yang justru sekadar legitimasi bagi energi fosil dan berbahaya seperti batu bara untuk terus langgeng di Indonesia dan makin mengundang bencana ekologis dan krisis iklim," ujar Muhammad Jamil.

Muhammad Jamil mengatakan, hal-hal itulah yang menjadi alasan mengapa Jatam dan Jatam Kaltim mengajukan permohonan informasi publik. Sayangnya tidak ada itikad baik dari Kementerian ESDM untuk membuka data tersebut sehingga Jatam Nasiobal bersama Jatam Kaltim sampai harus mengajukan gugatan dalam persidangan.

Dokumen salinan kontrak atau perjanjian, dokumen catatan evaluasi, notulensi hingga informasi siapa saja yang telah diundang dan dilibatkan termasuk dalam kategori data publik dan terbuka untuk diakses. Hal itu sesuai dengan Pasal 64 dan 87D di dalam UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, bahwa pemerintah dan pemerintah daerah.

Dua institusi ini, sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada masyarakat secara terbuka termasuk pusat data dan informasi pertambangan. Bahkan wajib menyajikan informasi pertambangan secara akurat, mutakhir, dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pemegang perizinan berusaha dan masyarakat.

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batu Bara pada Pasal 119 ayat 1 hingga ayat 10 diatur persyaratan pemberian izin pertambangan khususnya sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian.

"Informasi yang disyaratkan dalam regulasi itu yang pada muaranya adalah hasil evaluasinya dapat berpengaruh pada keputusan menteri dalam memberikan persetujuan kelanjutan operasi kontrak/perjanjian atau menteri dapat menolak persetujuan kelanjutan operasi kontrak/perjanjian tersebut."

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 65 ayat (2) menyebutkan, 'setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.'

Sejumlah yurisprudensi juga menunjukan bahwa data-data itu bisa diakses publik dan terbuka seperti Putusan No. 001/VII/KIP-PS-A/2010 antara LPAW vs Blora Patragas Hulu terkait dengan dokumen perjanjian kerja antara PT Blora Patragas Hulu dengan PT Anugrah Bangun Sarana Jaya dalam pengelolaan 2,1 persen saham participating interest Blok Cepu yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Blora. Juga putusan No. 197/VI/KIP-PS-M-A/2011 antara YP2IP vs Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan kontrak Freeport, PT Kaltim Prima Coal, PT Newmont Mining Corporation.

Daftar Perusahaan Tambang Batu Bara Raksasa yang Sudah dan akan Habis Masa Berlakunya dan Sedang dalam Upaya Perpanjangan Izin/Kontrak:

  1. PT Kendilo Coal Indonesia
    Luas Areal: 1.869 hektare
    Berakhir perjanjian: 13 September 2021 (16 Tahun)
  2. PT Kaltim Prima Coal
    Luas Areal: 84.938 hektare
    Berakhir perjanjian: 31 Desember 2021 (38 Tahun)
  3. PT Multi Harapan Utama
    Luas Areal: 39.972 hektare
    Berakhir perjanjian: 1 April 2022 (36 Tahun)
  4. PT Adaro Indonesia
    Luas Areal: 31.379 hektare
    Berakhir perjanjian: 1 Oktober 2022 (39 Tahun)
  5. PT Kideco Jaya Agung
    Luas Areal: 47.500 hektare
    Berakhir perjanjian: 13 Maret 2023 (41 Tahun)
  6. PT Berau Coal
    Luas Areal: 108.009 hektare
    Berakhir perjanjian: 26 April 2025 (42 Tahun)

Binbin Mariana dari Market Forces mengatakan, saat ini sudah banyak lembaga keuangan yang berkomitmen untuk tidak lagi membiayai sektor pertambangan, khususnya batu bara. Namun pengawasan terhadap lembaga keuangan dalam menjalankan komitmen itu sulit dilakukan, karena keterbatasan informasi.

"Keterbukaan informasi ini penting selain untuk mengawasi perusahaan tambang juga untuk mengawasi lembaga keuangan," kata Binbin, dalam konferensi pers virtual yang digelar Jatam Kaltim. Selasa (28/9/2021).

Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia, Ari Nugroho mengatakan, transparansi informasi publik harus berujung pada pemenuhan hak untuk tahu. Sehingga apabila ada instansi pemerintah yang menyebut sudah transparan, tetapi hak masyarakat untuk tahu belum terpenuhi, maka hal tersebut belum bisa disebut transparan.