Mahkamah Agung Didesak Ambil Alih Eksekusi PT Kallista Alam

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Karhutla

Jumat, 15 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Eksekusi kasus pembakaran lahan gambut Rawa Tripa PT Kallista Alam oleh Pengadilan Negeri (PN) Suka Makmue yang berlarut tak kunjung dilakukan, membuat masyarakat sipil jengah. Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh bersama Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mendesak Mahkamah Agung (MA) agar segera mengambil alih eksekusi lelang aset perusahaan perkebunan sawit yang telah dinyatakan bersalah dan diganjar ganti rugi Rp366 miliar itu.

"Kita sudah menyampaikan petisi melalui change.org, menuntut agar eksekusi terhadap perusahaan sawit PT Kallista Alam segera diambil alih oleh Mahkamah Agung," kata Sekretaris Jenderal Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan, Selasa (12/10/2021) kemarin, seperti dikutip dari Antara.

Sudirman menjelaskan, petisi tersebut disampaikan karena PN Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya, sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menjalankan eksekusi itu terkesan lamban dalam menjalankan kewenangannya. Menurut Sudirman, saat ini sebenarnya sudah tidak ada persoalan hukum apapun yang dapat menghalangi eksekusi tersebut, dan bahkan eksekusi itu seharusnya sudah bisa dilakukan sejak 4 tahun lalu.

"Eksekusi selalu tertunda sebab PN Suka Makmue ragu menjalankannya. Padahal Ketua PN Suka Makmue sudah mengambil sumpah tim penilai aset (appraisal) yang bertugas menghitung nilai aset perusahaan yang akan dieksekusi."

Tampak dari ketinggian bekas kebakaran di lahan rawa gambut Tripa yang berada dalam areal izin PT Kallista Alam. Foto ini diambil pada 19 November 2013./Foto: Paul Hilton/RAN

Karena sikap PN Suka Makmue itu, pihaknya dan Yayasan HAkA menggagas petisi yang menuntut agar MA mengambil alih kewenangan eksekusi. Sudirman bilang, pengambilalihan kewenangan eksekusi itu sah menurut hukum.

Lebih lanjut Sudirman menguraikan, kasus ini bermula dari pembakaran lahan oleh PT Kallista Alam di atas lahan sekitar 1.000 hektare di area lahan gambut Rawa Tripa, yang terletak di Kabupaten Nagan Raya, selama periode 2009-2012.

"Padahal area itu merupakan kawasan hutan lindung yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. Namun, perusahaan membakar lahan itu karena ingin menjadikannya sebagai area perkebunan kelapa sawit," ujar Sudirman.

Sudirman melanjutkan, akibat tindakan PT Kallista itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemudian melayangkan gugatan ke PN Meulaboh. Setelah melalui proses sidang yang panjang, PN Meulaboh akhirnya memvonis PT Kallista Alam bersalam dan wajib membayar ganti rugi senilai Rp366 miliar, dengan rincian Rp114,3 miliar ke kas negara dan membayar dana pemulihan lahan sebesar Rp251,7 miliar.

Setelah itu, imbuh Sudirman, berbagai upaya perlawanan terus dilakukan oleh PT Kallista untuk membatalkan putusan tersebut. Namun hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK), MA tetap memenangkan KLHK sebagai penggugat, putusan bersifat inkracht dan harus dieksekusi.

Untuk proses eksekusi, PN Meulaboh telah mendelegasikan kewenangannya kepada PN Suka Makemue. Alasannya, karena saat sengketa ini terjadi, Kabupaten Nagan Raya belum memiliki pengadilan negeri sendiri, baru di awal 2019 PN Suka Makmue terbentuk. Oleh karena itu kewenangan eksekusi didelegasikan ke PN Suka Makmue.

Sudirman mengatakan, PN Suka Makmue memiliki penafsiran berbeda soal kewenangan atas eksekusi lelang aset PT Kallista Alam. Pihak PN Suka Makmue merasa kewenangan yang diberikan tidak lengkap, karena tidak ada putusan yang menegaskan pihak PN Suka Makmue berhak masuk ke lokasi PT Kallista Alam dan berhak menilai aset yang akan dilelang.

"Mereka menuntut adanya amar putusan baru yang menegaskan hak tersebut. Selagi amar putusan belum ada, PN Suka Makmue tidak mau masuk ke lokasi sengketa. Karena itu kita minta MA mengambil alih eksekusi ini," terang Sudirman.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada 8 Januari 2014 Majelis Hakim PN Meulaboh memutus perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo dengan amar menyatakan PT Kallista Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000 dan memulihkan lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000 dan sah sita jaminan atas tanah, bangunan dan tanaman di Sertifikat Hak Guna Usaha No. 27 dengan luas 5.769 hektare.

Menanggapi desakan Forum LSM Aceh dan Yayasan HAkA ini, Juru Bicara/Humas PN Suka Makmue Rangga Lukita Desnata mengatakan, PN Suka Makmue tidak menyoalkan desakan masyarakat sipil agar MA mengambil alih eksekusi aset PT Kallista Alam itu. Menurutnya keinginan yang disampaikan masyarakat sipil itu sah disuarakan.

"Kami memandang itu sebagai aspirasi dari kawan LSM yang sah-sah saja untuk disuarakan," kata Rangga, Kamis (14/10/2021).

Pada kesempatan sebelumnya Rangga menyampaikan, PN Suka Makmue masih menunggu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan Appraisal atau penilai publik baru yang akan menggantikan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Pung's Zulkarnain dan Rekan yang sudah mengundurkan diri untuk menghitung aset Termohon Eksekusi (PT Kallista Alam).

Rangga menguraikan, pada 25 Januari 2019 PN Suka Makmue menerima surat dari PN Meulaboh Nomor W1.U8/201/HK.02/I/2019 tertanggal 22 Januari 2019, yang pada pokoknya meminta bantuan untuk melaksanakan penjualan secara umum atau lelang dengan perantara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Wilayah Banda Aceh atas aset PT Kallista Alam.

"Pada tanggal 4 Maret 2019, PN Suka Makmue menerima surat Kuasa Pemohon Eksekusi tanpa tanggal yang meminta PN Suka Makmue menetapkan Penilai Publik (Appraisal) yaitu, 1. KJPP Damianus Ambrur & Rekan; 2. KJPP Abdullah Fitriantoro & Rekan; 3. KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan untuk melakukan penilaian terhadap aset tersebut (PT Kallista Alam)," kata Rangga dalam siaran pers yang disampaikan, Jumat (17/9/2021).

Kemudian, pada 11 Maret 2019, PN Suka Makmue melalui Penetapan Nomor 1/Pdt.Eks.Lelang.Delegasi/2019/PN Skm jo. Nomor 12/Pdt.G/2012/PN Mbo jo. Nomor 50/Pdt/2014/PT BNA jo. Nomor 651/K/Pdt/2015 jo Nomor 1 PK/Pdt/2017 mengabulkan permohonan bantuan pelaksanaan Eksekusi Lelang dari PN Meulaboh dan menunjuk KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan KJPP Property Appraisal & Consultant yang diajukan oleh Pemohon Lelang untuk melakukan penilaian atau penghitungan aset PT Kallista Alam.

Pada tanggal yang sama PN Suka Makmue melalui Surat Nomor W1.U22/361/HK.02/III/2019 meminta KLHK selaku Pemohon Eksekusi menghadirkan pihak Penilai Publik yang sudah ditunjuk tersebut untuk dilakukan sumpah di hadapan Ketua PN Suka Makmue.

Pada 9 Agustus 2021, PN Suka Makmue menerima surat tembusan dari Kantor Akuntan Publik Pung's Zulkarnain dan Rekan Nomor 332/SET.PIM/KJPP.PSZ/IV/2021 tertanggal 23 Juni 2021 yang ditujukan kepada Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, tentang Pemutusan Kontrak Permanen antara Pung's Zulkarnain dan Rekan dengan KLHK untuk melaksanakan pekerjaan penilaian perkebunan dan bangunan pabrik kelapa sawit karena keadaan kahar.

Selanjutnya pada 6 September 2021, PN Suka Makmue menerima surat dari KLHK selaku Pemohon Eksekusi Nomor S-191/PSLH/PSLMO/GKM.1/8/2021 tertanggal 30 Agustus 2021 tentang Permohonan Pembatalan Penetapan KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan, yang isinya meminta PN Suka Makmue untuk segera membatalkan/mencabut Penetapan KJPP Pung's Zulkarnain dan Rekan dalam melakukan penilaian atau penghitungan harta milik Termohon Eksekusi PT Kallista Alam berupa tanah dan bangunan serta tanaman di atasnya yang terletak di Desa Pulo Karet, Alue Bateng Brok, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Aceh Barat (sekarang Nagan Raya) Sertifikat HGU Nomor 27 seluas 5.769 hektare.