Papua: Dewan Adat Kritik Pembangunan Smelter Freeport di Jawa

Penulis : Tim Betahita

Tambang

Jumat, 29 Oktober 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Dewan Adat Papua mengkritik semua pihak yang mengatasnamakan masyarakat adat Papua dan meminta PT Freeport Indonesia membangun smelter di Papua. Dewan Adat Papua juga mempertanyakan semua pihak yang meminta orang asli Papua mendapat prioritas untuk bekerja di smelter yang dibangun PT Freepot Indonesia di Jawa Timur.

Dominikus Surabut, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) hasil Konferensi Luar Biasa di Lapago, menyatakan permintaan agar PT Freeport Indonesia (PTFI) membangun smelter di Papua maupun permintaan agar orang asli Papua mendapat prioritas untuk bekerja di smelter PTFI tidak konsisten dengan agenda kampanye “Orang Papua Stop Jual Lahan” maupun kampaye “Lindungi Hutan dan Manusia Papua”. Surabut menyebut kedua permintaan itu justru membuka pintu investasi baru yang bisa mengancam keberadaan orang asli Papua.

Surabut menyatakan masyarakat adat di Papua sejak 2001 telah konsisten melakukan kampanye “Orang Papua Stop Jual Lahan” maupun kampaye “Lindungi Hutan dan Manusia Papua”. “Jika orang Papua menyetujui smelter dibangun di Papua, sama artinya menyetujui investasi,” kata Surabut saat dihubungi Jubi.

Surabut menyayangkan banyak elit politik maupun lembaga atau kelompok di Papua yang mendukung pembangunan smelter PTFI di Papua. Ia menilai semua pihak itu justru sedang terlibat dalam proses perampasan tanah di Papua yang berkedok investasi dan pembangunan.

Aktivitas kendaraan angkut tambang di PT Freeport Indonesia. Tailing yang dihasilkan PT Freeport rencananya akan digunakan untuk material agregat infrastruktur jalan./Foto: PT Freeport Indonesia

“Saya mau kritik semua, termasuk MRP, harimau Papua [yang] tidak bertaring. Kami sayangkan,” ujar Surabut.

Surabut juga menyayangkan soal terbitnya rekomendasi eksploitasi Blok Wabu di Intan Jaya , maupun berbagai izin perkebunan kelapa sawit di Papua. Surabut menyoroti keterlibatan Keuskupan Agung Merauke dalam proses investasi Merauke Integrated Food and Energy Estate di Merauke.

Ia juga mengkritik publikasi data oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang justru dimanfaatkan pemerintah untuk memperluas investasi di Tanah Papua. “Umat asli Papua Katolik di Kota Jayapura terus protes Keuskupan Agung Merauke pada misa Minggu. Itu bukti umat tolak institusi gereja terlibat [proses investasi]. LSM juga berikan data potensi, tata ruang, struktur sipil [yang akhirnya dipakai untuk memperluas investasi,” kritiknya.

Ia meminta semua pihak berhenti mengatasnamakan kepentingan orang Papua untuk menyuarakan tuntutan atau permintaan yang justru membahayakan kelangsungan hidup orang Papua. “Miris, kampanye tanah tidak boleh dijual, tapi di kesempatan lain mendukung investasi. Itu artinya Anda [kaum] Neolib,” kata Surabut.

Sebelumnya, Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP), Yoel Luiz Mulait menyatakan pihaknya akan bersurat kepada pemerintah pusat untuk meminta jaminan adanya kebijakan khusus untuk memprioritaskan orang asli Papua bekerja di smelter yang sedang dibangun PT Freeport Indonesia di Jawa Timur.

Hal itu dinyatakan Mulait pada Selasa (26/10/2021). Mulait menyatakan pihaknya menerima informasi bahwa smelter yang sedang dibangun PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur, nantinya akan mempekerjakan 40 ribu karyawan. Menurut Mulait, orang asli Papua sebagai kelompok yang paling terdampak aktivitas tambang PTFI di Kabupaten Mimika, Papua, harus mendapatkan alokasi kesempatan bekerja hingga 50 persen dari total pekerja yang akan dipekerjakan smelter itu.

“Kami akan sampaikan, dari 40 ribu tenaga kerja itu, dibagi rata 20 [ribu untuk orang asli Papua], 20 [ribu lainnya untuk orang non Papua]. [Usulan itu] akan melalui proses mekanisme di lembaga, [disepakati] melalui [rapat] pleno [MRP], supaya tidak ada lagi kutu-kutu kecil yang bilang kalau [usulan itu] keputusan tidak sah,” kata Mulait.