Orang Rimba Mengungsi Usai Bentrok dengan Perusahaan Sawit

Penulis : Kennial Laia

Sawit

Selasa, 02 November 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Ratusan Orang Rimba di Kabupaten Sarolangun, Jambi, mengungsi pasca bentrok dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Primatama Kreasi Mas (PKM). Sebagian besar mengalami trauma, terutama perempuan dan anak-anak.

Tercatat 96 keluarga dengan 324 jiwa Orang Rimba meninggalkan pemukiman di area Sungai Selentik, Desa Lubuk Jering, serta Ujung Doho dan Singosari Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, menurut Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.

Kepergian Orang Rimba terjadi setelah adanya penyerangan ke pemukiman Orang Rimba yang menumpang di dalam kebun sawit warga Desa Lubuk Jering. Menurut informasi lapangan, penyerangan dilakukan oleh dua truk berisi karyawan perusahaan yang merupakan anak Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART). Para karyawan disebut merusak sudung dan membakar motor Orang Rimba.

Kekerasan juga terjadi di Pemukiman Madani Desa Lubuk Jering yang telah kosong. Dua sepeda motor dibakar. Total ada 5 unit sepeda motor yang terbakar dari dua lokasi ini.

Rumah dan ladang pemuda Orang Rimba Sako Jernang. Foto: Alain Compost/KKI Warsi

Menurut Manajer Program Suku-Suku KKI Warsi Robert Aritonang, ratusan Orang Rimba mengungsi usai kejadian dalam kondisi ketakutan. Masyarakat terpencar menjadi beberapa kelompok. Hingga saat ini upaya menemui mereka masih dilakukan dengan membawa bantuan konsumsi.

“Bagi Orang Rimba konflik di perkebunan dan dilanjutkan dengan penyerbuan  ke pemukiman adalah hal yang sangat menakutkan, itulah yang menyebabkan mereka lari,” kata Robert.

Dalam diskusi dengan parapihak, Polda Jambi melalui KKI Warsi telah menyalurkan 90 paket sembako untuk Orang Rimba yang sedang mengungsi. “Kami saat ini menyusul kelompok ini satu persatu, sembari mengantarkan ke mereka bahan pangan dari Polda untuk membantu mereka bertahan hidup di masa yang pastinya akan sulit untuk mencari bahan pangan,” kata Robert.

Dari penelusuran Warsi ke kelompok-kelompok  ini, ditemukan kondisi mereka yang mengungsi tidak dalam kondisi yang baik. Kelompok Meladang,  yang lari jauh dari pemukiman awalnya, saat ini sedang sakit demam dan batuk. Anggota kelompok Meladang juga terpencar berjauhan.

Kelompok Melayau Tuha juga masih dalam situasi ketakutan dan belum mau kembali ke pemukiman Madani di Lubuk Jering. Kondisi serupa dialami kelompok lain. Sebagian besar, terutama perempuan dan anak-anak, berada dalam kondisi trauma berat dan ketakutan.

Pendekatan adat dan persuasif

Menurut Robert, kelompok Orang Rimba yang ditemui telah bersedia berdialog dan musyawarah dengan parapiha selama didampingi Warsi dan dijamin keamanannya. Aparat keamanaan yang terlibat dalam proses penyelesaian juga didorong untuk menggunakan pendekatan adat ke Orang Rimba secara persuasif memberikan rasa adil untuk semua pihak.

Warsi berharap pihak keamanan dan pemerintah juga melakukan pendekatan yang sama ke perusahaan. “Kalau kita lihat kronologisnya, bentrok hari Jumat kemarin bukanlah kejadian tunggal, tetapi akumulasi atas kejadian sebelumnya di mana Orang Rimba mendapatkan perlakuan buruk dari tenaga keamaan perusahaan,” kata Robert.

Bentrokan antara Orang Rimba dengan PT PKM terjadi sejak 17 September 2021, ketika Orang Rimba membrondol sawit dari area perusahaan. Dalam kejadian ini, 26 orang mengalami kekerasan dan enam mengalami luka. Sebanyak 17 unit sepeda motor milik komunitas marginal itu dirampas dan dibuang ke parit kebun.

Konflik kembali terjadi pada 29 Oktober ketika kesepakatan membayar ganti rugi tidak dilakukan perusahaan. Dalam kejadian tersebut, tiga satpam mendapatkan luka tembak senjata rakitan dan satu Orang Rimba mengalami pemukulan.

Dua kejadian tersebut hanya satu dari berbagai konflik yang dialami Orang Rimba.

Menurut Robert, kejadian yang terus berulang menandakan penyelesaian konflik sebelumnya tidak menyentuh akar persoalan. Orang Rimba yang ada di kebun sawit, merupakan kelompok masyarakat yang paling marginal. Mereka telah kehilangan sumber penghidupan seiring dengan berubahnya hutan mereka menjadi perkebunan sawit. Akibatnya Orang Rimba terlunta-lunta dan kemudian mengambil buah sawit yang jatuh dari pohon dan oleh perusahaan di cap sebagai pelaku kriminal.

“Sesat berpikir tentang Orang Rimba harus diakhiri perusahaan. Mereka adalah bagian warga negara, yang hanya belum beruntung karena hutan mereka diubah jadi kebun sawit tanpa persetujuan mereka,” kata Robert.

Warsi menghimbau perusahaan untuk memandang Orang Rimba sebagai bagian dari warga negara, yang memiliki hak hidup dan penghidupan di tanah leluhurnya. “Jika sudah jadi kebun sawit perusahaan, maka perusahaan harus mengakui itu dan mengakomodir mereka dengan memberikan sumber penghidupan di kebun sawit  itu,” kata Robert.

“Akui mereka dan lindungi sumber penghidupan yang juga masa depan mereka. SMART yang merupakan induk PKM sudah mengantongi sertifikat RSPO, harusnya bisa melihat keberadaan Orang Rimba, Suku Asli yang ada di lokasi dengan lebih baik dan memberikan pengakuan dan penghargaan pada komunitas ini,” pungkasnya.