Daging Australia Terkoneksi Deforestasi

Penulis : Aryo Bhawono

Deforestasi

Sabtu, 18 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Analisis citra satelit telah mengidentifikasi deforestasi selama tiga tahun terakhir di Queensland. Bukaan lahan seluas dua kali kota Manhattan terlihat di seluruh peternakan di negara bagian penghasil daging sapi terbesar di Australia itu. .

Manajer Kampanye Wilderness Society Queensland, Gemma Plesman, menyebutkan deforestasi ini mencakup habitat spesies terancam seperti koala, rubah terbang, quoll (mamalia berkantung sekaligus pemakan daging), dan beberapa spesies burung serta katak yang terancam punah.

Plesman merupakan salah satu analis citra satelit yang terlibat dalam identifikasi deforestasi di Queensland. Tim mereka menggunakan analisis satelit dengan Unearthed milik badan investigasi Greenpeace

“Jutaan hewan asli, termasuk hewan ikonik Australia, Koala, terbunuh atau kehilangan tempat tinggal ketika buldoser menghancurkan habitat mereka,” kata dia seperti dikutip dari Guardian.

LSM di Brasil mengatakan laju deforestasi di cagar alam Piripkura meningkat pesat selama pandemi./Foto Rogerio de Assis-ISA.

Saat ini Australia adalah satu-satunya negara di dunia maju yang masuk dalam daftar hotspot deforestasi global WWF. Sekitar 3 persen kawasan hutan di Australia timur, termasuk Queensland, hilang antara tahun 2004 dan 2017.

Berdasarkan kesepakatan perdagangan yang ditandatangani tahun ini, produsen daging sapi Australia akan diberikan akses bebas tarif ke pasar Inggris. Tetapi para juru kampanye berpendapat daging sapi merupakan pendorong deforestasi nomor satu di negara itu, khususnya Queensland.

Pemerintah Queensland sudah memberlakukan undang-undang baru untuk membatasi deforestasi pada tahun 2018, namun analisis tersebut mengatakan masih ada celah memungkinkan pembukaan lahan terus berlanjut.

Analisis tersebut menemukan lebih dari 13.500 Hektar deforestasi pada 57 properti. Area ini mencakup lebih dari setengah (56 persen) pada 54 properti daging sapi yang dikategorikan sebagai habitat bagi spesies yang terancam.

Sedangkan celah pembukaan lahan yang diidentifikasi oleh Unearthed menemukan sebagian besar hutan yang sebelumnya telah dibuka. Jika hutan tersebut berusia diatas 15 tahun maka seharusnya diklasifikasikan sebagai kawasan hutan dengan pertumbuhan kembali yang bernilai tinggi.

Lebih dari dua pertiga kawasan deforestasi dalam analisis itu adalah hutan yang dikecualikan dari pembatasan pembukaan lahan. Meskipun hutan itu telah berusia lebih dari 15 tahun dan telah tumbuh kembali hingga dewasa.

Akademisi satwa liar University of Queensland, April Reside, mengatakan tingkat pembukaan lahan yang diidentifikasi oleh penelitian ini sangat besar. Deforestasi inipun berisiko memecah dan menurunkan habitat spesies, lantas membuat mereka terpapar spesies invasif.

Di antara 82 spesies yang ditemukan kehilangan habitatnya adalah burung kutilang tenggorokan hitam. Burung ini terancam punah dan kehilangan 364 ha habitatnya. Mereka, kata April, telah kehilangan 88% dari tingkat aslinya. 

“Ada cara menanam daging sapi yang tidak merusak lingkungan. Pembukaan lahan skala luas hanya sikap malas. Anda tidak perlu membuka habitat dan mendorong spesies ke kepunahan untuk mendapatkan makanan Anda,” kata ahli ekologi konservasi University of Melbourne, Brendan Wintle.

Serikat Petani Nasional Inggris mengaku prihatin atas kesepakatan prinsip dengan Australia ini. Peningkatan impor barang-barang Australia diproduksi dengan biaya yang jauh lebih rendah dan pada skala produksi yang besar. Namun tidak ada kejelasan tentang bagaimana kesepakatan itu berjalan seiring dengan ambisi lingkungan dan iklim Inggris.

Seorang juru bicara Departemen Sumber Daya Queensland mengatakan undang-undang 2018 memberikan perlindungan bagi satwa bernilai tinggi, vegetasi yang tumbuh kembali, dan habitat penting. Hal ini termasuk habitat penting bagi satwa liar yang hampir terancam punah.

“Undang-undang pengelolaan vegetasi kami bertanggung jawab melindungi lingkungan, habitat, dan Great Barrier Reef kami yang berharga sambil memungkinkan pemilik lahan untuk mengelola dan mengembangkan operasi pertanian yang mendasar bagi pekerjaan dan pemulihan ekonomi kami pasca-Covid,” aku juru bicara itu.