Pemulihan Ekosistem Kawasan Konservasi 2015-2019 Tak Capai Target

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Ekosistem

Rabu, 22 Desember 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Upaya pemulihan ekosistem di kawasan konservasi yang dilaksanakan pada rentang waktu 2015-2019 tak mampu mencapai target. Dari 100.000 hektare total areal yang ditargetkan, yang tercapai hanya sekitar 84.067 hektare atau hanya 84,07 persen saja. Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun KLHK, Jumat (17/12/2021) kemarin.

Wiratno menjelaskan, dalam hal pengelolaan kawasan konservasi, capaian kemitraan konservasi yang secara nasional sejak 2018 sampai dengan November 2021 menjangkau kawasan hutan seluas 176.588 hektare, melalui 347 perjanjian kerjasama di 55 unit pelaksana teknis (UPT) di 69 kawasan konservasi, serta melibatkan 261 desa, 246 mitra, dan 12.621 jiwa.

Selain kemitraan konservasi, Wiratno melanjutkan, Direktorat Jenderal KSDAE juga berkewajiban untuk melaksanakan pembinaan usaha ekonomi masyarakat yang bermukim di daerah penyangga kawasan konservasi. Upaya ini dilakukan agar dapat menciptakan hubungan yang positif antara masyarakat dengan kawasan konservasi itu sendiri.

Selama dua tahun terakhir, kegiatan pemberdayaan masyarakat ini telah menghasilkan 1.359 jenis usaha ekonomi produktif di 644 desa, 965 kelompok, serta melibatkan 26.157 orang anggota kelompok.

Tampak areal lahan yang tengah terbakar di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, Oktober 2015 lalu,/Foto: Raden Ariyo Wicaksono Betahita.id

Kemudian, sebagai bagian dari penanganan area terbuka pada kawasan konservasi, dilakukan upaya-upaya pemulihan ekosistem. Pada periode 2015-2019, dari target pemulihan ekosistem seluas 100.000 hektare dapat dicapai seluas 84.067 hektare atau sebesar 84,07 persen.

Sedangkan untuk periode 2020-2024, pemulihan ekosistem di kawasan konservasi ditargetkan seluas 200.000 hektare. Hingga 2021, telah dicapai realisasi pemulihan ekosistem seluas 50.251 hektare atau sebesar 25,13 persen.

Pemulihan ekosistem juga dilakukan melalui skema kemitraan konservasi. Hingga saat ini, pemulihan ekosistem dengan skema kemitraan konservasi telah dilakukan pada area seluas 13.830 hektare, pada 18 UPT Direktorat Jenderal KSDAE.

Terkait konservasi spesies dan genetik, untuk mengantisipasi kepunahan spesies, Direktorat Jenderal KSDAE melakukan upaya-upaya konservasi spesies secara insitu dan eksitu. Upaya konservasi insitu antara lain dilakukan melalui pengelolaan habitat, penanganan konflik, serta eradikasi invasive alien species dan zoonosis. Sedangkan upaya konservasi eksitu dilakukan melalui pengembangbiakan spesies, restocking hasil penangkaran, serta melakukan rescue, rehabilitasi dan release.

Kemudian, pada 2020-2024, Direktorat Jenderal KSDAE menargetkan pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi pada 70 juta hektare area indikatif dengan potensi keanekaragaman hayati tinggi. Sampai dengan November 2021, telah dilaksanakan inventarisasi dan verifikasi pada areal seluas 15 juta hektare atau sebesar 21,50 persen dari target. Hal ini tentu penting untuk kembali memetakan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, serta kemudian kembali merencanakan pengembangan jaringan kawasan konservasi.

Capaian lain dari upaya konservasi spesies dan genetik pada 2021 yaitu, pelepasliaran sejumlah 27.792 individu satwa, kelahiran 2.790 individu satwa, upaya-upaya repatriasi satwa liar, serta restocking satwa liar ke habitatnya.

Dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, adanya pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu membuat sebagian besar kawasan wisata ditutup secara temporer untuk membatasi mobilisasi dan interaksi masyarakat. Namun demikian, pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi pada dasarnya adalah upaya yang non ekstraktif tetapi sangat menguntungkan.

Potensi fisik keanekaragaman hayati tetap terjaga namun tetap menguntungkan secara ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa 60 persen aktivitas wisata dilakukan di alam. Wisata alam dilakukan melalui experience tourism based, back to nature trend, diversifikasi produk wisata, serta pelibatan masyarakat lokal.

Potensi wisata alam di kawasan konservasi antara lain terdiri atas 102 lokasi pendakian gunung, 1.200 lokasi yang menyajikan keindahan panorama alam, 820 lokasi air terjun, 160 danau dan waduk, 274 gua, serta 51 lokasi untuk keperluan wisata bahari (Masterplan PPA 2017-2070, 2017).

Yang perlu dilakukan kemudian adalah pengembangan konsep quality tourism pada kawasan konservasi. Hal ini diharapkan akan mengubah perilaku wisatawan, perbaikan manajemen wisata, perbaikan sarpras dan infrastruktur, serta pengembangan metode promosi dan pemasaran wisata alam.

Saat ini Direktorat Jenderal KSDAE telah mengembangkan aplikasi wisata alam berbasis android dan IOS yang di-relaunching pada 24 November 2021. Selain itu, pemanfaatan media sosial terus dikembangkan. Untuk melengkapi kebutuhan wisata di masa pandemi, dikembangkan pula virtual tour dengan memanfaatkan berbagai platform.

Selain untuk kepentingan wisata, kawasan konservasi juga menghasilkan air dan energi air. Sampai dengan 2021, terdapat 26 izin pemanfaatan air (IPA) untuk tujuan non komersial yang mensuplai 96.939 rumah tangga, 28 izin usaha pemanfaatan air (IUPA) untuk tujuan komersial, 62 izin pemanfaatan energi air (IPEA) untuk tujuan non komersial dengan kapasitas 1.159 KW yang melayani 1.990 rumah tangga, serta 7 ijin usaha pemanfaatan energi air (IUPEA) untuk tujuan komersial.