Nestapa Penolak Tambang Pasir Besi Pasar Seluma

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Rabu, 29 Desember 2021

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID - "Anak-anak ditarik secara paksa, kami ditarik secara paksa oleh polisi dan aparat yang lainnya. Kami merasa tidak dipedulikan, dianggap seperti binatang, dianggap pencuri," ujar salah satu ibu rumah tangga Desa Pasar Seluma yang pada Senin (27/12/2021) kemarin diusir paksa oleh aparat kepolisian, saat tengah melakukan aksi protes penolakan tambang pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi.

Hal itu dituturkan sejumlah ibu rumah tangga Desa Pasar Seluma dalam konferensi pers yang digelar secara online pada Selasa (28/12/2021). Dalam momen ini, para ibu rumah tangga itu menjelaskan, tindakan pengusiran paksa itu mereka terima setelah puluhan ibu rumah tangga Desa Pasar Seluma menduduki dan bermalam serta mendirikan tenda di lokasi tambang pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi selama 5 hari 4 malam, atau sejak 23 Desember 2021 lalu. Aksi tersebut dilakukan dengan tuntutan agar pihak perusahaan mengeluarkan peralatan tambang dan menghentikan aktivitasnya di Desa Pasar Seluma.

"Padahal kami tidak melakukan kesalahan apapun. Kami sedih dengan perlakuan pemerintah, yang tidak pernah pedulikan kami. Tidak menganggap kami masyarakat kecil ini. Kami cuma ingin tambang keluar dari Desa Pasar Seluma secepatnya. Kami cuma minta tolong, kami tidur di situ 5 hari 4 malam tidak ada yang merespon. Kami cuma minta tutup tambang pasir besi tapi tidak ada respon dari pak bupati," ujar seorang perempuan dari Desa Pasar Seluma yang tidak menyebutkan namanya.

Ibu lainnya menyebut, anak-anak mereka trauma dengan kejadian pengusiran paksa yang dilakukan oleh aparat kepolisian Senin kemarin. Salah satu anak mereka ada yang mendapatkan lebam di lengan kiri bagian atas akibat ditarik-tarik oleh aparat kepolisian. Anak lainnya juga ada yang rambutnya putus, juga karena ditarik.

Tangkapan layar video rekaman amatir. Video tersebut memperlihatkan situasi proses pengusiran paksa warga penolak tambang pasir besi Desa Pasar Seluma oleh aparat kepolisian. Peristiwa ini terjadi di lokasi tambang PT Faminglevto Bakti Abadi, pada Senin (27/12/2021) siang.

"Kami seperti binatang dibikin orang itu. Pak polisi tidak ada lagi rasa kasihan lagi sama kami. Anak kami ada rambutnya ditarik sampai lepas. Ditarik tangannya, mungkin patah masih berobat. Ada yang satu itu penyakitnya jantung tapi tidak ada yang mendengarkan kami," ratap salah satu ibu.

Sampai kini para ibu rumah tangga itu masih tidak habis pikir dengan perlakuan aparat kepolisian dan juga pemerintah daerah. Para ibu rumah tangga itu merasa tidak ada yang salah dengan sikapnya yang membela dan memperjuangkan desanya dari aktivitas tambang. Setidaknya mereka berjuang untuk memastikan agar mata pencarian mereka--mencari remis dan nelayan--tidak hilang.

"Saudara-saudara kami terpecah belah dibuatnya. Sampai pak polisi bilang kami disogok, kami disuap. Sumpah demi Allah, demi Rasulullah kami cuma perjuangkan desa kami. Ada yang bilang ada yang provokasi kami. Memang itu (perjuangan) dari hati nurani kami."

"Kemarin di situ waktu pembubaran secara paksa banyak pak polisi yang bilang kami bodoh. Bodoh dari mana? Kami cuma mau mempertahankan daerah kami. Dan bilang, ibu-ibu ini kenapa melarang, kan nanti dikasih kerjaan. Apa yang harus kami kerjakan di situ, apa kami harus mencangkul?" kata salah satu perempuan Desa Pasar Seluma sambil histeris.

Nama Faminglevto Bakti Abadi sebenarnya tidak asing bagi masyarakat Desa Pasar Seluma. Perusahaan itu pada 2010 lalu sudah pernah mencoba mengacak-acak pesisir pantai desa untuk tambang pasir besinya. Kala itu kondisi sosial masyarakat desa terpecah. Ada yang pro dan ada yang kontra.

Namun cerita itu telah usai, hubungan sosial antarwarga dan mata pencaharian merekapun membaik seiring keputusan pihak perusahaan yang tidak melanjutkan upaya pertambangannya. Tapi kedamaian itu kini mulai runtuh, 11 tahun berlalu PT Faminglevto Bakti Abadi muncul lagi di desa, dengan pemilik dan pengurus yang berbeda.

"Kami mohon dengan Bapak Bupati Seluma untuk dapat menutup, baik ada atau tidak ada izin yang dimiliki PT Faminglevto Bakti Abadi. Kami mohon dengan sangat. Kami tidak peduli ada izin atau tidak ada izin. Dengan adanya tambang pasir besi, kami sudah terpecah belah. Dari 2010 sudah terpecah belah, setelahnya mata pencarian dan hubungan warga lainnya sudah membaik, sekarang terulang lagi," ujar Nevi Anggraini, seorang perempuan Desa Pasar Seluma.

Nevi menjelaskan, mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Seluma sebagian besar adalah pencari remis dan nelayan. Menurut Nevi, mencari remis tidaklah mudah, tidak semudah menyantapnya. Remis sangat sensitif dengan getaran. Bahkan saat mencari remis kemudian ada satu atau dua orang yang lewat, remis akan menghilang.

"Apalagi bunyi mesin getaran yang besar. Anak-anak remis sekarang banyak yang kami ketemukan mati. Apalagi kalau alat (tambang) itu beroperasi. Mungkin remis itu tinggal sejarah untuk anak cucu itu. Kami tidak ingin terjadi itu. Kami merasa tertindas tidak dipedulikan dan dibodohi."

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu Abdullah Ibrahim Ritonga mengingatkan pihak kepolisian agar tetap bersikap adil dan tidak melampaui kewenangannya sebagai aparat penegak hukum dalam menyikapi dan atau menghadapi konflik ruang yang sedang berlangsung di Desa Pasar Seluma, antara Masyarakat yang sedang mempertahankan sumber-sumber penghidupan dari ancaman tambang pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi.

"Kepolisian sebagai aparatur penegak hukum juga berkewajiban sesuai dengan mandat undang-undang untuk melindungi warga negara yang menuntut keadilan atas ruang hidup mereka," kata Baim, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (28/12/2021).

Walhi Bengkulu mendesak kepada Bupati Seluma untuk mengakamodir dan memenuhi tuntutan warga agar menghentikan seluruh bentuk operasional produksi pertambangan pasir besi PT Faminglevto Bakti Abadi di Desa Pasar Seluma.

Kriminalisasi Hantui Penolak Tambang

Dalam kejadian pengusiran dan pembongkaran paksa tenda protes penolakan tambang pasir besi, 8 warga dan aktivis lingkungan diangkut oleh aparat kepolisian ke markas Kepolisian Resort (Polres) Seluma. Dua warga lainnya, ditahan kemudian. Total ada 10 orang yang ditahan dan dimintai keterangan oleh kepolisian.

Saman Lating, salah seorang kuasa hukum warga menjelaskan, ada sekitar 24 advokat telah menyatakan diri bersedia menjadi pendamping warga dan aktivis yang ditangkap polisi. Saat pihaknya tiba ke Polres Seluma, 7 orang dari 10 orang yang ditangkap itu sudah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Polri. Sedangkan 3 lainnya, menolak diperiksa tanpa didampingi kuasa hukum.

Berdasarkan penjelasan pihak penyidik, lanjut Lating, para warga dan aktivis yang ditahan itu disangkakan melanggar Pasal 162 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Para warga dan aktivis dianggap melanggar pasal itu karena menghalang-halangi aktivitas pertambangan.

"Kita tahu sendiri pasal ini adalah pasal angkuh di dalam Undang-Undang Minerba yang dipakai oleh penguasa untuk melenggangkan seluruh aktivitas pertambangan yang ada di Indonesia, dalam kaca mata Undang-Undang Minerba. Karena pasal ini jelas-jelas menyatakan bahwa seseorang yang mengalang-halangi aktivitas pertambangan izin yang sah, kita garis bawahi izin yang sah," terang Lating, Selasa (28/12/2021).

Lating lebih jauh memberikan catatan terhadap frasa 'Izin Yang Sah' dalam Pasal 162 itu. Menurutnya, penersangkaan para penolak tambang PT Faminglevto Bakti Abadi menggunakan pasal itu agak sumir. Karena perizinan PT Faminglevto Bakti Abadi masih bermasalah dan diragukan keabsahannya.

Bila izin PT Faminglevto Bakti Abadi itu ternyata tidak dapat dianggap sah dan pihak kepolisian melakukan tindakan kepada warga pemrotes tambang perusahaan itu, yang terjadi justru kepolisian bertindak salah.

"Kata Kabid Humas Polda Bengkulu berikan pernyataan pembubaran yang dilakukan bukan represifitas polisi tetapi permintaan pemerintah daerah untuk membubarkan masa. Beritanya simpang siur. Ada berita lain bahwa bukan. Didudukkan terkait dengan legal standing pihak penegak hukum melakukan tindakan. Apakah dilaporkan oleh pemilik konsesi atau pemerintah daerah?"

Kalau berdasarkan permintaan PT Faminglevto Bakti Abadi sebagai pemilik konsesi, lanjut Lating, maka harus dilihat lebih dulu unsur sah atau tidaknya izin pertambangannya. Kalau tidak izin perusahaan itu tidak sah maka polisi tidak boleh melakukan tindakan pembubaran.

"Kenapa? Kalau itu dilakukan dalam hal ini penegak hukum bertindak untuk membenarkan kesalahan. Kesalahan dari siapa? Pengusaha. Dari siapa lagi? Dari penguasa yang acuh tak acuh."

Lating menegaskan, tujuan dibentuknya hukum adalah membatasi orang-orang yang kuat. Bukan membiarkan atau melenggangkan orang-orang yang kuat. Sehingga bila tindakan polisi itu atas permintaan perusahaan maka harus ditinjau dulu keabsahan izin usaha pertambangannya.

Selain Pasal 162 UU Minerba, pihak polisi menyebut pembubaran aksi penolakan tambang warga Desa Pasar Seluma dikarenakan tidak adanya izin aksi. Lating menjelaskan, aksi protes penolakan tambang pasir besi oleh ibu-ibu Desa Pasar Seluma tidak memerlukan izin, tapi hanya sekedar pemberitahuan. Karena aksi penyampaian pendapat itu tidak dilakukan di depan umum yang mengganggu kepentingan pihak lain.

Bahkan soal pemberitahuan aksi, yang diamanatkan Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang 19 Tahun 1998 terkait kebebasan penyampaian pendapat di depan umum. Lanting mengajak agar seluruh pihak melihat unsur formil dan materiilnya. Apakah areal tambang PT Faminglevto Bakti Abadi adalah bagian dari kawasan umum atau tidak. Apabila bukan kawasan umum maka undang-undang ini menurutnya tidak bisa dipakai.

"Tetapi kalau di konsesi lahan apakah ini masuk dalam kategori di depan umum atau tidak? Kan tidak. Ibu-ibu ini tidak melakukan aksi demo, tidak ada perangkat aksi, tidak ada orasi di situ. Mereka secara direct dengan kesadaran sendiri menduduki lahan itu karena tidak mau PT Faminglevto beroperasi sebelum seluruhnya tuntas. Sebenarnya ibu-ibu itu membantu Negara lho. Membantu Negara melindungi lingkungan hidup dari izin-izin yang tidak beres."

Lanting juga menegaskan, penangkapan para warga dan aktivis oleh pihak kepolisian juga terlalu berlebihan. Karena mereka dipaksa masuk ke dalam mobil dan ada salah satunya yang diborgol. Sedangkan para warga dan aktivis ini bukanlah penjahat.

"Mereka diperiksa dan baru dikeluarkan pagi tadi pukul 08.00 WIB. Dikeluarkan pun dengan pernyataan."

Lating menjelaskan, status hukum 10 warga dan aktivis yang ditahan dan dimintai keterangan kemarin masih sebatas saksi dan proses yang dilakukan oleh pihak Polisi baru sebatas penyelidikan, bukan penyidikan. Menurutnya kecil kemungkinan status hukum para warga itu berubah menjadi tersangka atau prosesnya naik ke penyidikan. Karena alasan untuk dilakukan penetapan tersangka, menurutnya sangat lemah.

"Begitu juga dengan warga lainnya, kecil kemungkinan akan dipanggil. Kalau yang kemarin ditahan apakah akan dipanggil lagi? Kemungkinannya fifty-fifty."

Pengkampanye Tambang dan Energi Eksekutif Walhi, Tri Jambore mengatakan, Pasal 162 UU Minerba memang sejak awal bermasalah dan mendapat penolakan dari banyak pihak. Karena berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi penolak tambang. Bahkan Walhi bersama Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mengajukan gugatan terhadap Pasal 162 tersebut.

Di kesempatan yang sama, Abdullah, salah seorang staf Walhi Bengkulu yang mendampingi warga dan ikut ditangkap polisi menjelaskan situasi dan kondisi di lokasi tambang PT Faminglevto. Sejak sepakan lalu pihak PT Faminglevto Bakti Abadi sudah mulai melakukan pembangunan base camp dan pengikisan tanah untuk persiapan pembangunan. Namun dirinya belum mendapatkan informasi apakah ada atau tidaknya penempatan petugas kepolisian di lokasi tambang PT Faminglevto.

Aktivitas tambang pasir PT Faminglevto Bakti Abadi di lahan seluas sekitar 168 hektare ini dikhawatirkan menghancurkan lingkungan pesisir pantai seluma. Lantaran pantai sepanjang sekitar 2.400 meter dengan lebar 700 meter--350 meter berada di perairan laut dan 350 meter di daratan--akan dikeruk untuk diambil pasir besinya. Enam wilayah desa di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Seluma Selatan, Kecamatan Ilir Talo dan Kecamatan Semidang Alas Maras akan diobrak-abrik untuk pertambangan PT Faminglevto Bakti Abadi.

Perizinan PT Faminglevto Bakti Abadi Tidak Beres

Perizinan PT Faminglevto sendiri tidak bisa benar-benar disebut beres, alias masih bermasalah. Sejumlah pihak bahkan menyebut perusahaan ini ilegal. Disebut ilegal karena aktivitas PT Faminglevto Bakti Abadi ini masih belum memenuhi persyaratan dan mengantongi perizinan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, seperti belum adanya dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Lingkungan.

Selain itu, hingga 2018, PT Faminglevto Bakti Abadi, tercatat belum membayar dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang yang disyaratkan pemerintah. Kemudian, perusahaan yang terindikasi berkelindan dengan proyek smelter pasir besi PT Rusan Sejahtera ini juga mencaplok sebagian kawasan konservasi Cagar Alam Desa Pasar Seluma.

Yang lainnya, PT Faminglevto Bakti Abadi juga pernah masuk dalam daftar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut, berdasarkan pengumuman yang dikeluarkan Kementerian ESDM No: 1343.Pm/04/DJB/2016 tentang Penetapan IUP Clean and Clean (CnC) ke-19 dan Daftar IUP yang Dicabut oleh Gubernur atau Bupati atau Walikota. Nama PT Faminglevto Bakti Abadi berada di urutan ke-279 dalam daftar IUP yang dicabut itu.

Selain itu tambang pasir besi ini diduga juga melanggar ketentuan Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 43 Tahun 2015 juncto Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2013, sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

PT Faminglevto diketahui mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor SK 467 Tahun 2010 seluas 168 hektare. Namun untuk beroperasi perizinan PT Faminglevto ternyata harus diperbarui, atau sudah kedaluwarsa. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Seluma Mahwan Jayadi.

Dikutip dari Rakyat Bengkulu.com, Mahwan Jayadi mengatakan, dokumen IUP PT Faminglevto Bakti Abadi yang diterimanya Kamis (23/12) lalu merupakan dokumen yang diterbitkan pada 2010, bentuknya bukan dokumen permohonan izin yang baru.

"Mereka mengantar dokumen berkas perizinan, tetapi tidak disertai tujuan apakah minta diproses atau apa. Karena jika mereka minta untuk diproses harus membuat surat," kata Mahwan.

Mahwan mengatakan, sesuai aturan pihak investor wajib memperbarui permohonan izin ke daerah. Karena menyangkut Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) serta Amdal melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.

"Jika ada surat dari mereka, maka kami akan mengundang OPD teknis lain untuk mengkajinya. Namun tetap meminta persetujuan dari desa penyangga."

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Perlindungan dan Pengelola Lingkungan Hidup, mewajibkan pihak perusahaan memperbarui Amdal jika perusahaan tidak beroperasi selama 3 tahun berturut-turut.

"Hanya berkas perusahaan tahun 2010 yang kami terima, bukan bentuk permohonan izin. Kalau memang pihak perusahaan mau berinvestasi, harusnya mereka mengajukan permohonan izin ke daerah, karena 3 tahun berturut-turut tidak ada aktivitas perusahaan. Wajib mengajukan permohonan izin kembali yang nanti melibatkan OPD teknis sebelum izin baru ke luar," terang Mahwan.

Sebelumnya, setelah peristiwa pengusiran dan penangkapan sejumlah warga dan aktivis, Pemerintah Kabupaten Seluma menggelar konferensi pers. Di waktu itu Bupati Seluma Erwin Octavian menolak apabila pemerintahnya dianggap melakukan tindakan represif terhadap warga dan aktivis penolak tambang PT Faminglevto.

Bupati Erwin berkali-kali bilang pihaknya telah mencoba melakukan beberapa kali upaya mediasi dan menegosiasikan persoalan ini antara warga penolak tambang dan perusahaan, namun selalu gagal. Akan tetapi upaya-upaya itu menurutnya menunjukkan kehadiran pemerintah daerah bagi warga.

"Berulang kali saya sampaikan. Perusahaan tidak akan bisa bergerak. Tidak akan bisa beraktivitas apalagi menambang, sebelum izin mereka lengkap. Dan itu sudah berulang kali kami sampaikan dengan pihak perwakilan dari masyarakat kita di Pasar Seluma," kata Bupati Erwin, Senin (27/12/2021).

Terakhir Bupati Erwin juga menegaskan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan ataupun mencabut izin tambang PT Faminglevto Bakti Abadi.