Korporasi Pemegang Izin Yang Dicabut Harus Tetap Penuhi Kewajiban

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Senin, 10 Januari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Perusahaan pemegang izin kehutanan, pertambangan, dan perkebunan yang baru saja dicabut harus segera menuntaskan kewajiban yang tersisa. Menurut Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) hal ini perlu agar pemerintah dapat melakukan pembenahan tata kelola perizinan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 6 Januari 2022, mengumumkan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik 2.078 perusahaan tambang mineral dan batu bara. Selain itu juga dilakukan pencabutan 192 izin kehutanan seluas 3.126.439 hektare dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan seluas 34.448 hektare. 

Menurut Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo G. Sembiring, ada beberapa bentuk tindak lanjut pencabutan dan evaluasi izin tersebut. Korporasi yang pernah menerima sanksi dan digugat pemerintah, misalnya, harus membayar ganti rugi dan melakukan pemulihan lingkungan hidup.

Mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdapat beberapa korporasi yang pernah dijatuhkan sanksi maupun digugat oleh pemerintah, bahkan sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

Foto udara areal tambang batu bara PT Kaltim Global yang berada di seberang areal pertambangan PT Inmas Abadi di Bengkulu. Aktivitas tambang batu bara PT Inmas dikhawatirkan merusak ekosistem Bantang Alam Seblat./Foto: Auriga Nusantara

“Korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan yang izinnya dicabut, harus tetap dimintakan pertanggungjawaban hukumnya untuk membayar ganti rugi, pemulihan lingkungan dan tindakan lainnya. Agenda untuk meminta pertanggungjawaban hukum tersebut penting menjadi agenda tindak lanjut pasca pencabut izin,” kata Raynaldo, Jumat (7/1).

Menurut Raynaldo, korporasi yang masuk daftar evaluasi harus terus dipantau dengan menambahkan indikator pelanggaran ketentuan lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Ini berlaku untuk semua sektor, baik pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. “Karena hal ini sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan. 

Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL Adrianus Eryan mengatakan, perusahaan yang menelantarkan lahan harus memulihkan lingkungan, terutama pada wilayah hutan yang telah dicabut izinnya.  

Penghijauan kembali, terutama di kawasan hutan yang sudah tidak dibebani hak karena izin-izinnya telah dicabut, juga dapat segera dilakukan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Wilayah hutan yang tercemar atau rusak patut menjadi prioritas pemulihan.

“Sedangkan terhadap izin-izin korporasi yang tidak ada tanggung jawab hukum lainnya, seperti pemulihan, sebaiknya diutamakan untuk diberikan kepada masyarakat untuk dikelola secara lestari. Tentunya hal ini sejalan juga dengan agenda pemerintah”, jelas Adrianus.

ICEL mendorong pemerintah untuk memberikan disinsentif terhadap korporasi yang telah dicabut izinnya. Bentuknya dengan menolak atau setidak-tidaknya menunda dengan melakukan telaah secara ketat, jika perusahaan mengajukan izin baru di lokasi lain.

Selain itu, lembaga ini juga mendorong evaluasi perizinan serupa terhadap perusahaan berbasis lahan lainnya. Ini untuk memastikan pengelolaan yang berkelanjutan.