Cacat Prosedur RUU IKN dan Pengaruh Oligarki

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Lingkungan

Selasa, 25 Januari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim) yang diumumkan Presiden Joko Widodo 26 Agustus 2019 lalu, telah sampai pada titik akhir. Nama kawasan IKN, desain kawasan, bahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN tuntas dibahas. Segalanya berlangsung cepat.

Soal Rencana Undang-Undang (RUU) IKN misalnya. RUU ini dibahas oleh DPR bersama pemerintah hanya dalam hitungan 40 hari, terhitung sejak Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN dibentuk di DPR pada Desember 2021 lalu, hingga disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI 18 Januari 2022 kemarin.

Sebelum diundangkan, RUU IKN ini sendiri sudah menuai banyak kritik, dari berbagai pihak. RUU IKN ini dinilai cacat prosedural dan dianggap sebagai bentuk ancaman terhadap keselamatan ruang hidup masyarakat maupun satwa langka yang berada di Kaltim. Terutama yang terdampak dengan adanya proyek IKN, yaitu Kabupaten Penajam, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan.

"Megaproyek IKN sendiri berpotensi akan menggusur lahan-lahan masyarakat adat, terutama masyarakat adat Suku Balik dan Suku Paser serta warga transmigran yang sudah lama menghuni di dalam kawasan 256 ribu hektare," kata juru bicara Koalisi Masyarakat Kaltim Menolak IKN, Buyung Marajo, dari Pokja 30 Kaltim, Selasa (18/1/2022).

Tampak dari ketinggian areal PT ICTI Hutani Manunggal milik Sukanto Tanoto yang masuk dalam kawasan IKN baru./Foto: Jatam Kaltim

Salah satu alasan pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara adalah karena semakin meningkat dan kompleksnya permasalahan di DKI Jakarta. Pemerintah menilai DKI Jakarta tidak layak dari aspek daya dukung dan daya tampung. Koalisi menganggap, pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kaltim ini justru merupakan gambaran tidak becusnya pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di Jakarta.

Sejauh pantauan Koalisi, pembahasan RUU IKN ini minim partisipasi publik. Padahal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyebut, setiap undang-undang wajib ada partisipasi dari publik. Penetapan pemindahan IKN ke Kaltim, menurut Koalisi, keputusan politik tanpa dasar yang jelas, tidak partisipatif, dan tidak transparan.

"Cacat prosedural dalam penyusunan KLHK (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) kembali terjadi dalam pembuatan RUU IKN. Dimana sebelumnya dilakukan secara tertutup, terbatas, dan tidak melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dari pemindahan Ibu Kota," imbuh juru bicara lainnya Yohana Tiko, dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim.

Masyarakat di wilayah lain juga akan terdampak dalam megaproyek ini, seperti ribuan aparutur sipil negara (ASN) Pemerintah Pusat di Jakarta dan sekitarnya, serta warga di Sulawesi Tengah. Belum lagi 2 kampung masyarakat adat yang hidup di sepanjang Sungai Kayan juga akan ditenggelamkan beserta 5 Kampung yang juga digusur paksa untuk pembangunan dam kecil pendukung Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kalimantan Utara (Kaltara). Hal tersebut demi memasok listrik bagi situs perkantoran di IKN baru.

Adapun lahan IKN baru yang akan dibangun tidak lain merupakan lahan-lahan perusahaan sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), serta tambang yang merupakan milik dari para oligarki-oligarki yang dengan sengaja merusak hutan dan lahan. Di samping itu, Koalisi melihat pemindahan IKN ini juga terkesan sebagai agenda terselubung pemerintah guna menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh beberapa korporasi yang wilayah konsesinya masuk dalam wilayah IKN baru.

"Menurut catatan Jatam Kaltim, terdapat 94 lubang tambang yang berada di kawasan IKN, yang mana tanggung jawab untuk melakukan reklamasi dan pascatambang seharusnya dilakukan oleh korporasi, diambil alih dan menjadi tanggung jawab Negara," ungkap Pradarma Rupang Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Selasa (18/1/2022).

RUU IKN disosialisasikan secara tertutup, termasuk pada saat kegiatan konsultasi publik RUU IKN yang diadakan di salah satu kampus terbesar di Kaltim, Universitas Mulawarman (Unmul), di Samarinda pada 11 Januari 2022 lalu, yang mendapat pertentangan dan penolakan dari Koalisi Kaum Muda Kaltim Anti Oligarki.

Koalisi pemuda itu menyerukan aksi boikot dan menolak pembahasan RUU IKN yang diadakan di Unmul. Koalisi pemuda menilai, konsultasi publik yang dilakukan oleh DPR RI dan Bappenas itu sangat tertutup, cenderung dipaksakan, serta tidak melibatkan masyarakat, terutama warga di kawasan rencana megaproyek IKN baru.

Koalisi Masyarakat Kaltim Menolak IKN menilai, sikap pemerintah yang memaksakan pemindahan IKN juga mencerminkan tidak sensitifnya rezim Jokowi-Ma’ruf Amin terhadap kondisi masyarakat yang tengah sulit, setelah hampir 2 tahun dilanda pandemi covid-19, yang mana banyak warga yang mengalami penurunan ekonomi. Dana yang digunakan untuk mewujudkan pemindahan IKN, akan sangat lebih berguna apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Negara, seperti kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya, yang sedang mengalami kesulitan.

Untuk itu, Koalisi Masyarakat Kaltim Menolak IKN menyatakan, rencana pemindahan IKN sama sekali tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan, dan kedaulatan umat (manusia, dan non manusia) dan cenderung dipaksakan sehingga berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat.

Koalisi mendesak pemerintah untuk mencabut dan membatalkan UU IKN karena cacat prosedural dan tidak menjawab persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini. Kemudian mendesak Pemerintah RI untuk menyelesaikan permasalahan krisis yang terjadi di Jakarta dan Kaltim, bukan malah memindahkan IKN.

Pengaruh Oligarki Terasa Kental dalam Pengesahan RUU IKN

Pengesahan RUU IKN yang terjadi secara cepat dan tertutup, juga memperkuat dugaan indikasi hegemoni oligarki di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dan DPR RI. Pemindahan IKN membutuhkan biaya sangat besar, yakni sebesar Rp466,98 triliun.

Bila dirinci, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebanyak Rp91,29 triliun, kerjasama Pemerintah dengan badan usaha sebanyak Rp252,46 triliun, dan duit dari badan usaha ditargetkan sebesar Rp123,23 triliun. Bagi masyarakat sipil, dana sebesar itu akan menghambur-hamburkan duit rakyat, termasuk menambah utang baru bagi Negara.

Kepala Kampanye Jatam, Melky Nahar menyebut, pemindahan IKN, berikut pengesahan RUU IKN oleh DPR RI, mempertegas watak pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dan politisi di Senayan yang cenderung bekerja melayani kepentingan oligarki daripada memperjuangkan keselamatan rakyat dan lingkungan.

Sebaliknya, lanjut Melky, pemindahan IKN itu justru akan menguntungkan para pemegang konsesi tambang, sawit, hutan, dan kayu yang telah lama menguasai lahan-lahan di IKN baru. Para pebisnis ini sebagian besar terhubung ke lingkaran Istana dan Senayan. Sebut saja seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo Subianto), Rheza Herwindo (anak Setya Novanto), dan Yusril Ihza Mahendra (Ketua Tim Pengacara pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin dalam sengketa Pilpres 2019).

"Lantas, bagaimana skema pembebasan lahan yang telah dikuasai korporasi itu? Bagaimana pula skema perlindungan bagi warga lokal sehingga tidak terusir oleh pembangunan IKN tersebut?" Melky bertanya-tanya.

Jatam menduga, skema pembebasan lahan yang dimiliki korporasi itu sarat transaksional, terutama ketika wacana tukar guling lahan yang ujungnya, selain tetap menguntungkan korporasi, juga membawa ancaman baru bagi warga dan lingkungan setempat. Adapun jaminan bagi warga lokal di lokasi IKN untuk tidak tersingkir, cenderung diabaikan pemerintah. Semua untuk dan atas nama ambisi Presiden Jokowi.

Jatam berpandangan, pemindahan IKN ini tidaklah urgen dan bahkan tidak perlu. Dengan demikian, memaksakan pemindahan IKN terus berlanjut, selain menghambur-hamburkan uang rakyat dan menambah utang baru, serta menguntungkan korporasi, kebijakan itu juga menunjukkan model pemerintahan Jokowi-Maruf yang serampangan dan ugal-ugalan.

Kawasan IKN Baru Seluas 256.142 hektare

Menurut Draf RUU IKN yang tersebar di sejumlah media sosial. Disebutkan posisi IKN Nusantara--nama IKN baru--secara geografis terletak pada:

  1. Bagian Utara pada 117° 0' 31.292" Bujur Timur dan 0° 38' 44.912" Lintang Selatan
  2. Bagian Selatan pada 117° 11' 51.903" Bujur Timur dan 1° 15' 25.260" Lintang Selatan
  3. Bagian Barat pada 116° 31' 37.728" Bujur Timur dan 0° 59' 22.510" Lintang Selatan
  4. Bagian Timur pada 117° 18' 28.084" Bujur Timur dan 1° 6' 42.398" Lintang Selatan

IKN Nusantara ini meliputi wilayah daratan seluas kurang lebih 256.142 hektaer dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 68.189 hektare, dengan batas wilayah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, dan Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan.

Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan dan Kecamatan Sanga-Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara, dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar.

Daratan seluas 256.142 hektare itu terbagi menjadi dua kawasan, yakni kawasan IKN Nusantara seluas kurang lebih 56.180 hektare dan kawasan pengembangan IKN Nusantara seluas kurang lebih 199.962 hektare. Kawasan IKN Nusantara sebagaimana dimaksud termasuk kawasan inti pusat pemerintahan dengan luas wilayah yang mengacu pada Rencana Induk IKN Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN IKN Nusantara.

Penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara adalah Otorita IKN Nusantara. Otorita IKN Nusantara ini nantinya dipimpin oleh Kepala Otorita IKN Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.

Kepala Otorita IKN Nusantara dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara memegang jabatan selama 5 tahun dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.