Gakkum Tangani Perkara Kepemilikan Satwa Bupati Langkat

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Rabu, 02 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara (Sumut) melakukan evakuasi terhadap sejumlah satwa liar dilindungi dari rumah pribadi Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, pada Selasa (25/1). Jumlah satwa dilindungi yang dievakuasi sebanyak 7 individu dari 5 jenis satwa.

Kepemilikan satwa liar dilindungi Bupati Langkat TRP ini ada konsekuensi hukumnya. Saat ini proses hukumnya tengah ditangani oleh Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera. Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera, Subhan membenarkan bahwa kasus kepemilikan satwa dilindungi Bupati TRP ini sedang pihaknya tangani.

Namun Subhan belum dapat memberikan keterangan lebih jauh tentang proses dan perkembangan penanganan kasus ini. Alasannya karena sedang dalam proses penyidikan. Yang pasti 7 individu satwa dilindungi yang dievakuasi dari rumah pribadi Bupati Langkat TRP itu sudah ditetapkan sebagai barang bukti.

"Kami tangani. Dalam proses penyidikan. Biar saja penyidik bekerja dulu ya. Itu sudah masuk ranah penyidikan," kata Subhan, Rabu (2/2/2022).

Orangutan sumatera berkelamin jantan yang diamankan dari rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif TRP./Foto: BBKSDA Sumatera

Penyelamatan satwa dari rumah Bupati TRP ini berawal dari informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang keberadaan sejumlah satwa liar yang ditemukan di rumah pribadi TRP. Selanjutnya, KLHK melalui BBKSDA Sumatera Utara, berkoordinasi dengan penyidik KPK yang berada di lokasi, setelah disepakati selanjutnya dapat mengevakuasi satwa-satwa tersebut.

Dari lokasi, tim menemukan beberapa jenis satwa liar dilindungi undang-undang, yaitu satu individu orangutan sumatera (Pongo abelii) berkelamin jantan, satu individu monyet hitam sulawesi (Cynopithecus niger), satu elang brontok (Spizaetus cirrhatus), dua individu jalak bali (Leucopsar rothschildi), dan dua individu beo (Gracula religiosa).

"Pada proses evakuasi satwa liar dilindungi ini, kami melaporkan perkembangannya kepada Dirjen KSDAE dan sudah berkoordinasi dengan KPK juga. Selanjutnya, bersama Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) Wilayah Sumatera dan lembaga mitra kerjasama Balai Besar KSDA Sumatera Utara Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC), kami melakukan penyelamatan terhadap satwa liar yang dilindungi tersebut,” kata Plt. Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara, Irzal Azhar.

Setelah penandatanganan Berita Acara, Tim BBKSDA Sumatera Utara segera mengevakuasi orangutan sumatera dan menitipkannya di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin, Sibolangit. Disana orangutan itu dirawat dan direhabilitasi, yang selanjutnya akan dikembalikan ke habitatnya setelah dilakukan kajian kesiapan satwa untuk dapat dilepasliarkan. Sedangkan untuk satwa monyet hitam sulawesi, elang brontok, jalak bali dan beo dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit.

Semua satwa yang diamankan oleh petugas tersebut merupakan jenis satwa yang dilindungi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar jo. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.

Pasal 21 ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengatur bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Selain itu pasal 40 ayat 2 mengatur pula, barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.