Pemerintah Siapkan Aturan yang Perkuat Peran Daerah dalam EBT

Penulis : Kennial Laia

Energi

Senin, 14 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah tengah menyusun draf aturan mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam mendorong energi terbarukan. Ini akan tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Sub Bidang Energi Baru Terbarukan,

Menurut Plt. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Sugeng Hariyono, aturan tersebut akan memperkuat otoritas pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan sektor EBT. 

Inisiasi penyusunan ranperpres tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran UU ditetapkan dengan Peraturan Presiden. 

“Melalui penguatan kewenangan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan yang lebih optimal dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi khususnya target porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,” kata Sugeng dalam diskusi publik, Kamis, 10 Februari 2022.

Ilustrasi energi terbarukan )lpbi-nu.org)

Sugeng Hariyono mengatakan, penguatan kewenangan pemerintah daerah harus disertai dengan penguatan kapasitas. Terkait hal ini, pemerintah pusat memfasilitasi penerbitan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang harus diikuti daerah.

Harapannya, daerah dapat memainkan peran yang lebih besar dalam upaya mendukung pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi. “Khususnya dalam mendukung suksesnya kebijakan transisi energi,” imbuh Sugeng. 

Sekretaris Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi mengatakan pemerintah juga sedang menyiapkan fasilitasi pembiayaan bagi daerah untuk pengembangan energi terbarukan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). 

“Skema pembiayaan ini merupakan tindak lanjut penguatan kewenangan daerah yang saat ini Ranperpresnya sedang difinalisasi.” 

Slamet Mulyanto, Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Kawa Barat, mengatakan hingga saat ini ada sejumlah masalah terkait kewenangan daerah di sektor energi. Sebagai contoh, program konservasi energi belum masuk dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. 

Masalah lainnya adalah kesesuaian indikator kegiatan daerah yang harus dicapai dengan terbatasnya kewenangan, tidak adanya mekanisme reward-punishment, dan tidak adanya objek kewenangan di sektor energi.

“Sehingga kami sangat menunggu Perpres penguatan kewenangan di sektor energi baru dan terbarukan agar peran daerah semakin optimal,” ujar Slamet.

Meski demikian, Slamet menjelaskan bahwa saat ini daerah telah terlibat aktif dalam pencapaian target bauran energi melalui sejumlah inovasi. Salah satunya adalah dengan mengembangkan proyek panel surya di kantor-kantor pemerintah, industri, dan sekolah. 

Selain itu Jawa Barat juga memanfaatkan turbin angin di pantai utara, mengembangkan biomassa dan biogas, serta melakukan revitalisasi pembangkit listrik tenaga mikrohidro, jelas Slamet.

Kepala Dinas ESDM Kalimantan Timur Christianus Benny mengusulkan agar daerah memiliki peran yang lebih besar. “Sebaiknya pemerintah Pusat lebih berperan untuk penerbitan regulasi serta standarisasi ketimbang pengurusan perizinan aplikatif,” katanya. 

“Daerah juga diberikan keleluasaan menggunakan anggaran bagi infrastruktur EBT sesuai potensinya, tidak dibatasi dengan regulasi seragam secara nasional yang di Daerah minim atau bahkan tidak ada potensinya seperti panas bumi.”

Direktur Eksekutif Inisiatif Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan Tri Mumpuni menyebut peran daerah sangat penting sekaligus menjadi front-liner pengembangan energi terbarukan karena merupakan instansi yang memahami kebutuhan sekaligus kondisi di lapangan.

Tri mengingatkan untuk tidak melupakan peran komunitas atau masyarakat di akar rumput, khususnya untuk pengembangan teknologi skala mikro

Sementara itu Dyah Roro Esti, anggota Komisi 7 Dewan Perwakilan Rakyat menyebut isu percepatan transisi energi, termasuk peran pemerintah daerah ini bertemu dengan momentum pembahasan RUU EBTKE yang saat ini masih berproses di parlemen. “Tentu saja, kami sangat berharap saran dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan untuk substansi RUU ini, agar lebih komprehensif.”

Menurut Publish What You Pay, transisi energi memiliki dampak bagi daerah yang selama ini memiliki ketergantungan terhadap sumber daya alam berbasis fosil seperti Kalimantan Timur.

Ketergantungan tersebut mendorong daerah untuk mengalami kehilangan pendapatan daerah dan penurunan kontribusi produk domestik regional bruto.  Ini disebabkan karena belum adanya energi pengganti dari energi terbarukan yang cukup untuk menggantikan energi fosil.