Sengkarut Izin di Seputar Rencana Tambang Wadas

Penulis : Aryo Bhawono

SOROT

Selasa, 15 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Tambang batu andesit di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, ternyata tak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Penetapan desa itu sebagai tambang quarry bendungan Bener, dilakukan melalui pembebasan tanah untuk kepentingan umum. Penetapan ini adalah sumber kerancuan dan ricuh di Desa Wadas. 

Data IUP Kabupaten Purworejo mencatat nihil tambang batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Sebanyak 11 izin, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan IUP, di kabupaten tersebut, sebanyak empat diantaranya merupakan tambang andesit. Tambang itu berada di lima desa di Kecamatan Bagelen pada satu desa di Kecamatan Loano. 

Masing-masing izin tambang andesit itu dipegang oleh PT Seno Watu Aji seluas 39 Hektar (produksi), CV Waluyo Lestari seluas 25 Ha (produksi), PT Arfaza Berkah Mulia seluas 31,96 Ha (pencadangan), PT Watu Gunung Sinorowedi seluas 13,42 Ha (produksi), PT Karya Pembina seluas 24,7 Ha (produksi), dan PT Selo Jati seluas 14,35 Ha (pencadangan). 

Tangkapan layar dari aksi massa warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, digelar secara daring, Jumat, 23 Juli 2021. Foto: Betahita

“Tidak ada izin tambang di Wadas berdasar IUP di Purworejo,” ucap Adhitya Adhyaksa, peneliti Yayasan Auriga Nusantara.

Pemerintah berdalih tambang batu andesit Desa Wadas merupakan bagian pembangunan Bendungan Bener sehingga penetapannya sebagai wilayah tambang tak memerlukan IUP. Pada Februari 2018, Tim Persiapan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum memberikan pengumuman Desa Wadas masuk dalam wilayah pembangunan Bendungan Bener berdasar pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 

Plt Gubernur Jawa Tengah, Heru Sudjatmoko, pun menetapkan tambang batu andesit di Wadas sebagai pendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener yang terletak sekitar 10 km dari desa itu melalui SK Gubernur Jawa Tengah No. 590/ 42 Tahun 2018 Tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.

Peta sebaran IUP dan WIUP di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. sumber: Auriga Nusantara

Ganjar Pranowo sendiri memperpanjang surat tersebut melalui SK No. 539/29 Tahun 2020. Ia juga mengeluarkan SK Gubernur Jawa Tengah No. 590/20 Tahun 2021 tanggal 7 Juni 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.

Penetapan Desa Wadas sebagai bagian pembangunan Bendungan Bener melalui skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini menuai masalah. Dikutip dari Kompas.id bebas akses, akademisi Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agung Wardana, menyebutkan skema tersebut hanya melihat tanah masyarakat sebagai aset ekonomi sehingga mudah dikonversi ke dalam bentuk uang. 

Pemetaan lokasi Desa Wadas dengan Bendungan Bener. Sumber : Paparan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak

Artinya pemberian uang ganti rugi dianggap menyelesaikan permasalahan warga yang tanahnya dipakai untuk pembangunan. Padahal, secara antropologis, tanah tidak sekadar merupakan aset ekonomi tapi juga ruang hidup dan menjadi penanda identitas masyarakat di situ. 

“Dalam konteks masyarakat Indonesia yang ada di pedesaan, tanah juga memiliki nilai sakral karena menjadi medium penghubung antara generasi hari ini dengan generasi sebelumnya dan generasi yang akan datang melalui sistem pewarisan,” papar Agung.

Selain itu operasi tambang juga memiliki dampak lingkungan berbeda dengan pembangunan infrastruktur. Dalam konteks Bendungan Bener, Wadas akan menerima dampak berbeda karena tidak menjadi wilayah PSN itu. Ia justru terdampak oleh aktivitas pertambangan untuk memenuhi kebutuhan material pembangunan. 

Sebelum pertambangan dilakukan, harus ada izin usaha pertambangan (IUP) terlebih dulu. Selain itu, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek pertambangan juga harus dibuat terpisah dengan amdal pembangunan bendungan.

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) rencana Kegiatan Pembangunan Bendungan Bener di Purworejo dan Wonosobo, Jawa Tengah sendiri memasukkan Desa Wadas sebagai bagian kajiannya. Total lahan yang akan ditambang di desa itu mencapai 132,3 Ha dengan jumlah bidang 539 bidang

Peta sebaran titik kepemilikan lahan di Wadas. Sumber: Survei lapangan Walhi Yogyakarta dan Geoporta

Pengkampanye Hutan dan Kebun wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian, menyebutkan survei lapangan dan pemetaan yang dilakukan oleh lembaganya mendapati bahwa luasan lahan itu mencakup sekitar sepertiga wilayah Desa Wadas. Cakupan ini berarti akan memberikan pengaruh besar terhadap daya dukung lingkungan. 

Apalagi selama ini sudah teridentifikasi terdapat lebih dari 23 mata air di desa itu. Keberadaan mata air ini akan terpengaruh dan berisiko mati karena terdampak aktivitas penggalian. 

“Akan ada dampak ekonomi lebih jauh, karena selama ini alam merupakan penunjang lahan produktif pertanian. Hilangnya mata air akan menghancurkan sistem pertanian. Kedua, itu juga akan mengganggu ketahanan pangan keluarga karena air menjadi hal yang paling esensial,” jelasnya. 

Selain itu di Desa Wadas terdapat beberapa titik rawan longsor. Aktivitas penggalian juga akan memperbesar risiko bencana di masa mendatang.  

Peta titik mata air dan potensi longsor di Desa Wadas, Purwodadi, Jateng. sumber: Survei lapangan Walhi dan Geoportal Pemprov Jateng

Peneliti Pertambangan dan Energi Yayasan Auriga, Willy Pratama, menyebutkan pembebasan tanah untuk pertambangan harus dibedakan dengan kepentingan umum. Selain karena dampak lingkungan yang berbeda, pembebasan tanah dengan dasar IUP Pertambangan juga terkait legalitas dan penerimaan negara.

“Dalam IUP itu juga jelas mengenai tahap-tahapnya, eksplorasi atau operasi produksi. Tahap dan kontrol juga terkait dengan pajak dan royalti. walaupun untuk kepentingan sendiri,” jelasnya.

Agung Wardana menambahkan penggunaan skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada pertambangan batu andesit di Desa Wadas akan menjadi preseden buruk. Pemerintah bisa saja menggunakan skema pembebasan lahan yang sama untuk tambang batu bara. Alasannya tambang itu dibuka untuk kepentingan umum, yakni pemenuhan kebutuhan energi nasional. 

Campur tangan UU Cipta Kerja

Pemerintah telah menggunakan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya untuk menetapkan Desa Wadas sebagai kawasan pembangunan Bendungan Bener. SK Gubernur Jawa Tengah mengenai pembaruan lokasi pengadaan tanah Bendungan Bener mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. PP tersebut merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja. 

Surat tanggapan permohonan rekomendasi PSN Pembangunan Bendungan Bener yang dikeluarkan oleh Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM juga menyebutkan pengambilan material quarry pembangunan itu tidak memerlukan izin pertambangan. 

Menurut Agung pembangunan bendungan atau waduk memang dapat menggunakan PP Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Poin C pasal 2 peraturan tersebut menyebutkan waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air, sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya bisa menggunakan skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 

Namun, di pasal tersebut tidak tercantum kegiatan pertambangan sebagai proyek pembangunan yang bisa menggunakan skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Artinya, pemerintah sendiri juga masih rancu menerapkan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya.

Hingga kini warga Wadas hingga kini masih menunggu putusan Mahkamah Agung atas gugatan mereka terhadap SK Gubernur Jawa Tengah mengenai pembaruan lokasi pengadaan tanah Bendungan Bener. PTUN Semarang telah memutuskan gugatan warga ditolak. Gugatan tersebut mempermasalahkan perpanjangan yang dilakukan gubernur. 

Di tengah sengkarut ini polisi mengerahkan ratusan, menurut warga ribuan, pasukan dengan dalih pengawalan pengukuran tanah pada Selasa (8/2). Polisi bertahan beberapa hari di desa itu dan memasuki rumah warga secara paksa dan melakukan penyitaan.

Banyaknya aparat yang membanjiri desa dan melakukan penangkapan membuat Wadas semakin suram.