Tiap Tahun Ada Subsidi $1,8 Triliun demi Bisnis yang Merusak Alam

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Sabtu, 19 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Setidaknya $1,8 triliun (Rp 143,5 triliun) digelontorkan setiap tahun untuk subsidi bisnis yang mendorong pemusnahan satwa liar dan peningkatan pemanasan global. Dalam studi baru ini, para ilmuwan memperingatkan bahwa umat manusia tengah membiayai kepunahannya sendiri.

Studi ini merupakan yang pertama kali melakukan asesmen lintas sektor dalam satu dekade. Para peneliti melihat bahwa pemerintah di dunia memberikan subsidi seperti potongan pajak untuk produksi daging sapi di Amazon hingga dugaan keuangan untuk pemompaan air tanah yang tidak berkelanjutan di Timur Tengah. 

Dukungan pemerintah tersebut setara dengan 2% dari PDB global, dan secara langsung bertentangan dengan tujuan kesepakatan Paris serta rancangan target untuk membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Penelitian tersebut menemukan subsidi langsung membiayai polusi air, penurunan permukaan tanah, dan deforestasi dengan uang negara.

Sektor peternakan di Amazon Brasil adalah pendorong deforestasi terbesar di dunia, menyumbang satu dari setiap delapan hektare yang dihancurkan secara global. Setelah hutan hujan dibakar atau ditebang habis untuk diambil kayunya, para peternak dengan cepat memindahkan ternak untuk memakan rumput. Saat ini sapi lebih banyak dari manusia di Brasil, dan jutaan sapi tersebut berada di wilayah Amazon – menempati sekitar 60 persen area yang terdeforestasi. Foto: Greenpeace

Para penulis laporan, yang merupakan pakar subsidi terkemuka, mengatakan sebagian besar dari $1,8 triliun itu dapat digunakan kembali untuk mendukung kebijakan yang bermanfaat bagi alam dan transisi ke nol bersih. Apalagi di tengah meningkatnya perpecahan politik tentang biaya dekarbonisasi ekonomi global.

Laporan tersebut menyerukan agar pemerintah menyetujui target untuk menghapus subsidi yang berbahaya bagi lingkungan pada akhir dekade ini pada pertemuan COP15 tentang keanekaragaman hayati di Tiongkok pada pertengahan 2022. 

Christiana Figueres, mantan ketua konversi perubahan iklim PBB, menyambut baik penelitian tersebut. Dia mengatakan subsidi menciptakan risiko besar bagi bisnis yang menerimanya. 

“Saat ini alam kita menurun pada tingkat yang mengkhawatirkan, dan kita tidak pernah hidup di planet dengan keanekaragaman hayati yang begitu sedikit,” kata Figueres dalam keterangan tertulis, Kamis, 17 Februari 2022. 

“Saat ini kita juga masih belum memenuhi target pendanaan iklim Perjanjian paris sebesar $100 miliar per tahun. Subsidi yang merugikan harus diarahkan untuk melindungi iklim dan alam, ketimbang membiayai kepunahan kita sendiri,” kata Figueres.

Laporan tersebut merinci jumlah subsidi yang diterima oleh bisnis termasuk industri bahan bakar fosil sebesar $640 miliar. Sektor pertanian menerima $520 miliar, air $350 miliar, dan kehutanan $155 miliar. Tidak ada estimasi angka untuk pertambangan, yang diyakini menyebabkan kerusakan ekosistem hingga miliar dolar per tahun.

Elizabeth Mrema, sekretaris eksekutif Konvensi Keanekaragaman Hayati Biologi menyebut laporan tersebut penting untuk mendorong adanya transformasi dalam menyediakan insentif dan subsidi bagi kerusakan biodiversitas pada abad ini.

“Tindakan transformatif pada insentif dan subdisi yang berbahaya bagi keanekaragaman hayati akan menentukan bagaimana kita mencegah hilangnya biodiversitas. Saya sangat yakin laporan tepat waktu ini akan membantu menghasilkan momentum politik yang diperlukan dan berkontribusi pada kerangka global,” kata Mrema.

Laporan tersebut juga menyorot bagaimana pengalihan, penggunaan kembali, atau penghapusan subsidi dapat membuat kontribusi penting untuk membuka $711 miliar yang diperlukan setiap tahun untuk menghentikan dan membalikkan kerugian alam pada 2030 serta biaya untuk mencapai emisi nol bersih.