Walhi Pertanyakan Komitmen Pemerintah untuk Rehabilitasi Mangrove

Penulis : Aryo Bhawono

Hutan

Sabtu, 19 Februari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinannya menargetkan rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 hektar sampai dengan tahun 2024 dalam forum One Ocean Summit 2022 pada 11 Februari lalu. Rehabilitasi hutan mangrove merupakan salah satu cara untuk menciptakan laut yang sehat. Hal ini merupakan kunci keberlanjutan pembangunan Indonesia yang notabene negara kepulauan terbesar di dunia. 

Namun catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ekosistem mangrove di Indonesia mayoritas berada dalam kondisi tidak baik. Data Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2020 total luasan hutan mangrove tercatat seluas 2.515.943,31 ha. Dari angka tersebut, hanya 31,34 persen hutan mangrove dalam kondisi baik. Sisanya, 15,64 persen berada dalam kondisi sedang, dan 13,92 dalam kondisi rusak. 

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin, menyebutkan pemerintah justru tidak bekerja untuk memulihkan mangrove. Ia justru mempertanyakan komitmen pemerintah merehabilitasi mangrove seluas 600 ribu ha sampai 2024.

Pertama, kenapa Pemerintah hanya menargetkan pemulihan hutan seluas 600 ribu ha sampai dengan tahun 2024 padahal kondisi mangrove di Indonesia mayoritas dalam kondisi yang tidak baik,” ucap dia. 

Ekosistem hutan bakau. Foto: KKP.

Jika Pemerintah serius ingin memulihkan hutan mangrove untuk membangun laut yang sehat dan bersih, maka minimal target rehabilitasi seharusnya 1,5 juta hektar dari total luasan 2,5 juta hektar.

Kedua, terkait target rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektar sampai dengan tahun 2024. Data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pada Januari 2022 menyebut capaian tahun pertama di 2021 hanya tercatat seluas 29.500 hektar di sembilan provinsi yang menjadi lokasi prioritas, serta 3500 hektar di lokasi tambahan (23 provinsi). 

Artinya total luasan pada tahun 2021 tercatat hanya 33.000 ha mangrove yang baru direhabilitasi. Luasan ini baru 5,5 persen keseluruhan target rehabilitasi mangrove sampai dengan tahun 2024. Angka di tahun pertama sangat kecil dan utuh akselerasi 5 kali lipat untuk mencapai target ambisius tersebut. 

Selain itu BRGM justru kehilangan kewenangannya pada supervisi konsesi dibanding saat lembaga ini masih bernama BRG. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi keseriusan pemerintah, mengingat besarnya konsesi industri ekstraktif berdampak pada ekosistem mangrove.

Olah data WALHI 2022 mencatat hingga saat ini ekosistem lahan basah masih tidak lepas dari ancaman industri ekstraktif. Pada kawasan ekosistem lahan basah, luasan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) tercatat mencapai luasan 314.461,91 ha. 

Sementara pada kawasan mangrove luasan tambang mencapai 48.456,62 hektar, yakni sebesar 24.728,03 ha hutan mangrove primer dan 23.728,59 ha hutan mangrove sekunder. Serta pada kawasan savana/ padang rumput luasan lahan tambang tercatat mencapai  37.881,87 ha.

Ketiga, rehabilitasi mangrove yang didorong oleh pemerintah bertabrakan dengan rencana proyek reklamasi di berbagai wilayah di Indonesia. Walhi mencatat hingga 2022, proyek reklamasi di Indonesia yang eksisting seluas 79.348 ha dan akan terus dibangun seluas 2.698.734,04 ha. 

Luasan tersebut berdasarkan data yang tercatat dalam dokumen Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di 22 provinsi di Indonesia. Hutan mangrove di berbagai wilayah pesisir di Indonesia hancur dan rusak oleh proyek reklamasi

Keempat, rehabilitasi mangrove juga akan hancur oleh ekspansi proyek pertambangan, khususnya migas dan tambang pasir seluas 12.985.477 ha. Selain itu, ekspansi pertambangan nikel di wilayah Sulawesi dan Maluku Utara turut memperburuk kondisi mangrove. 

Hingga 2019, tercatat di 55 pulau kecil terdapat 165 konsesi tambang dengan total luasnya mencapai 734.000 ha. Komoditas terbanyak yang ditambang dari pulau-pulau kecil adalah komoditas nikel, yakni sebanyak 22 pulau kecil.  Keberadaan izin tambang nikel itu mempercepat kerusakan mangrove. 

Kelima, pada 28 dokumen Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, hanya sepuluh provinsi di Indonesia yang mengalokasikan ruang perlindungan dan pengelolaan hutan mangrove dengan totalnya tercatat seluas 26.924,27 ha. Sisanya, 18 provinsi di Indonesia tidak mengalokasikan ruang perlindungan dan pengelolaan hutan mangrove.

Keenam, ekspansi industri pertambakan udang

Ketujuh, ancaman pembangunan ibu kota negara di Balikpapan

Kedelapan, Pemerintah telah menerbitkan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada akhir tahun 2020 lalu. Pasal 5 UU Cipta Kerja yang mengatur tentang panas bumi melegalkan tambang panas bumi di wilayah perairan akan menghancurkan hutan mangrove di Indonesia.  

“Fakta itu menunjukkan Presiden Jokowi tidak betul-betul serius melakukan rehabilitasi hutan mangrove di Indonesia,” ucap Parid. 

Walhi pun mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi dan mencabut berbagai izin proyek yang merusak dan menghancurkan mangrove.