Jejaring Bisnis Raksasa di Balik Ricuh Lahan di Konawe Kepulauan

Penulis : Aryo Bhawono

SOROT

Selasa, 08 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kerumunan dan teriakan warga Desa Roko-Roko menyambut ekskavator PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang datang beserta pengawalan polisi dan tentara pada Kamis pagi (3/3/2022). Para ibu bersimpuh di depan alat berat itu, tepat di batas lahan milik La Dani, salah seorang warga desa. 

Beberapa aparat mencoba menghalau mereka, tetapi para perempuan membuka baju dan menolak pindah. Ricuh pun terjadi, aparat memaksa mereka menyingkir dengan mendorong dan menyeret beberapa warga, termasuk pada perempuan. Adegan ini terekam dalam video yang terebar viral ke seantero negeri.

Warga Desa Roko-Roko, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, menyebut aksi perusahaan sebagai upaya penyerobotan. Aksi pada hari itu merupakan upaya keenam yang dilakukan oleh perusahaan sejak Juli 2019 lalu. Lagi-lagi aksi itu berada dalam pengawalan aparat polisi maupun tentara.

Perlakuan ‘istimewa’ aparat menunjukkan PT GKP bukan perusahaan sembarangan. Perusahaan ini bernaung dibawah perusahaan raksasa pengolah nikel, Harita Group, yang menguasai Pulau Obi, milik Lim Hariyanto Wijaya Sarwono. 

Penghadangan ekskavator milik Anak perusahaan Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP), yang menerobos lahan warga di Roko-Roko Raya, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.

Minerba One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan saham PT GKP dimiliki oleh PT Budhi Kemakmuran Jayaraya (BKJ)  dan PT Citra Duta Jaya Makmur (CDJM). 

Lebih lanjut, dokumen Administrasi Hukum Umum (AHU) dan laporan tahunan perusahaan menyebutkan kepemilikan PT BKJ atas perusahaan itu mencapai 99,99 persen. Kepemilikan PT BKJ inilah yang mengaitkan PT GKP dengan dengan PT. Harita Jayaraya (Harita Group).

Pemilik saham PT. BKJ, yakni Rita Indriawati, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, dan Lim Gunawan Hariyanto merupakan pemegang saham PT Harita Jayaraya. Lebih dari itu, Lim Hariyanto Wijaya dan Lim Gunawan, serta Lim Gunardi Hariyanto, merupakan pemegang saham PT Harita Guna Dharma Bakti. Perusahaan ini merupakan pemegang saham mayoritas PT Harita Jayaraya.

Kaitan kepemilikan kemudian terlihat lebih menggurita. Lim Hariyanto duduk sebagai komisaris PT Halmahera Persada Lygend, sebuah perusahaan Harita Group yang beroperasi sebagai smelter nikel di Pulau Obi, Maluku Utara. Saham minoritas perusahaan smelter ini dimiliki oleh perusahaan asal Cina, Lygend Resources and Tecnology.Co.Ltd.

Saham perusahaan ini juga dimiliki oleh PT Trimegah Bangun Persada, yang juga memiliki konsesi pertambangan nikel di Pulau Obi. Saham PT Trimegah Bangun Persada sendiri juga dimiliki oleh Lim Gunardi Hariyanto. 

PT Harita Jaya sendiri juga memiliki saham milik PT. Cita Mineral Investindo. Perusahaan ini merupakan pemegang saham perusahaan smelter bauksit di Kalimantan Barat, Well Harvest Mining Alumina Refinery. Pemegang saham lain smelter ini adalah Glencore Investment, Ltd dan PT Suryaputra Inti Mulia.  

“Harita Group ini juga berkait dengan smelter di Kalimantan Barat,” ucap Peneliti Auriga, Willy Pratama.

Gawe Ilegal PT GKP

PT GKP sendiri bergerak di bidang tambang nikel dengan mengantongi dua IUP minerba. Namun ada masalah dengan izin yang ia kantongi ini. Pertama, IUP mineral No 82 Tahun 2010 dengan luas 950 Hektar di Wawonii Tenggara. IUP minerba inilah yang menjadi sengketa dengan warga Desa Roko-Roko. 

Namun IUP ini kini tengah bermasalah. Surat Dirjen Minerba Nomor T-5/MB.04/DBM.OP/2022 tertanggal 4 Januari 2022 menyebutkan PT GKP dengan IUP Nomor 82 Tahun 2010 termasuk perusahaan yang mendapat teguran karena belum menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Kedua, IUP mineral nomor 83 tahun 2010 dengan luas 958 Ha di Kecamatan Wawonii Barat dan Tengah, Kabupaten Konawe. IUP ini pun bermasalah. Surat Dirjen Minerba No B-571/MB.05/DJB.B/2022 tertanggal 7 Februari 2022, menyebutkan IUP milik PT GKP ini termasuk salah satu dari 1.036 IUP yang mendapatkan sanksi administratif berupa penghentian sementara aktivitas, karena telah lama tidak menyerahkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). 

Berdasar surat ini pemegang IUP dilarang melakukan kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan, termasuk kegiatan eksplorasi lanjutan. 

Peta Konsesi IUP PT Gema Kreasi Perdana di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. kredit: Auriga Nusantar

Peneliti Auriga Nusantara, Willy Pratama, menyebutkan seharusnya surat teguran dan sanksi administratif ini diselesaikan dulu oleh perusahaan sebelum melanjutkan aktivitas. Apalagi salah satu sanksi tersebut jelas-jelas menyatakan menghentikan sementara aktivitas.

“Kalau ini tidak dipatuhi, lalu buat apa ada peringatan, teguran dan sanksi. Ini sama saja berbuat seenaknya. Dan aparat dan pemerintah daerah seharusnya melakukan pengecekan, memastikan bahwa perusahaan tidak melakukan tindakan ilegal,” tegasnya.

Manajer Pengkampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Fanny Tri Jambore Christanto, menyebutkan ada dugaan PT GKP telah melakukan aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii secara ilegal. Pengawalan dan perlindungan oleh pihak kepolisian terhadap aktivitas PT GKP ini juga perlu dipertanyakan. 

Sebelumnya di Kabupaten Seluma, Bengkulu, polisi membubarkan aksi penolakan warga, bahkan menangkapi warga yang melakukan penolakan terhadap PT Faminglevto Bakti Abadi (PT FLBA), padahal dalam daftar IUP Aktif di Provinsi Bengkulu yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, tidak ada nama PT FLBA dalam daftar IUP Aktif. 

Sementara di desa Wadas, Jawa Tengah, kepolisian melakukan pengawalan pada proses pengukuran lahan untuk rencana tambang andesit, sementara tidak ada Izin Usaha Pertambangan pada desa Wadas ini.

“Selama ini kepolisian justru mengawal perusahaan-perusahaan tambang yang secara izin diduga bermasalah,” ucap dia.

Namun sikap ‘istimewa’ terhadap PT GKP pun selama ini pun justru membuat ancaman serius bagi warga. Bahkan karyawan PT GKP mengancam memenjarakan warga yang menghalangi pengambilalihan lahan di Desa Roko-Roko. 

Ancaman ini terekam dalam video berdurasi kurang dari satu menit. Ucapan itu dilontarkan di depan aparat polisi berseragam di tengah negosiasi dengan warga penolak tambang. 

“Ini siap-siap ditahan nih, menghalang-halangi kegiatan tambang. Bawa sore hari ini, bawa ke Polda ya!” ucap karyawan itu dalam rekaman video. 

Tak hanya itu Wakil Bupati Konawe Kepulauan, Andi Muhammad Lutfi, pun sama-sama mengistimewakan perusahaan tambang itu. Klaim lahan, hingga tindakan perampasan yang dilakukan perusahaan ia anggap legal. Ia pun menyebut kondisi di Desa Roko-Roko telah stabil dan aman. 

Padahal ketakutan masih dirasai penduduk. Ancaman atas kehadiran aparat membuat warga penolak tambang enggan pulang ke rumah hingga kebun mereka terbengkalai.