UNESCO Bersama IUCN Datangi TN Komodo

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Konservasi

Rabu, 09 Maret 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dan International Union for Conservation and Nature (IUCN) Reactive Monitoring Mission (RMM) beberapa hari terakhir melakukan kunjungan ke TN (TN) Komodo. Kunjungan mereka ke salah satu situs warisan dunia (WHC) yang ada di Indonesia itu konon atas undangan Pemerintah Indonesia melalui Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU).

Menurut siaran pers yang dipublikasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kunjungan ke TN Komodo menjadi agenda pertama tim UNESCO dan IUCN di Indonesia. Kunjungan ini dilaksanakan pada 3–6 Maret 2022. Sementara itu, kunjungan berikutnya ke TN Lorentz dijadwalkan dilakukan pada awal April 2022.

Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status pembangunan infrastruktur yang ada dan yang direncanakan akan dibangun di dalam dan di sekitar kawasan warisan dunia TN Komodo, termasuk infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca dan Padar.

Kunjungan ke TN Komodo ini juga untuk menilai dampak aktual dan potensial dari infrastruktur ini terhadap Outstanding Universal Value (OUV) kawasan TN Komodo. Para peneliti itu juga melihat kemajuan proyek infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca, sebagaimana yang disampaikan dalam revisi Environmental Impact Assessment (EIA), apakah sejalan dengan IUCN World Heritage Advice Note on Environmental Assessment.

Satwa endemik dan dilindungi komodo, Taman Nasional Komodo. Foto: Komodo Survival Program

Selain itu, mereka melihat status populasi komodo dan tindakan pengelolaan yang diambil oleh pengelola, termasuk pengelolaan daratan dan khususnya rencana tanggap kebakaran, sebagai tanggapan atas permintaan Komite Warisan Dunia dalam Keputusan Sidang WHC ke-44 tahun 2021.

Kemudian, meninjau kemajuan penyusunan Integrated Tourist Master Plan (ITMP) untuk Labuan Bajo, termasuk Pulau Rinca dan Padar, dan memberikan saran teknis yang diperlukan kepada Negara Pihak untuk memastikan rencana pengembangan pariwisata tidak memberikan dampak terhadap OUV dari kawasan warisan dunia TN Komodo.

Selanjutnya, tim RMM meninjau bagaimana pengelolaan laut dan kapasitas penegakan hukum di dalam kawasan warisan dunia, dengan penekanan khusus pada pengendalian kegiatan penangkapan ikan ilegal dan penambatan kapal, serta memberikan saran kepada Negara Pihak mengenai aspek-aspek ini pada pengelolaan TN Komodo sebagai kawasan warisan dunia. Terakhir, mereka menilai isu-isu lain yang terkait dengan kemungkinan memberikan dampak negatif terhadap OUV TN Komodo.

Tim RMM telah melakukan sejumlah pertemuan dan kunjungan ke lapangan. Beberapa lokasi yang dikunjungi di antaranya adalah Resort Loh Buaya (Pulau Rinca) yang menjadi lokasi proyek Jurassic Park, Resort Padar Selatan (Pulau Padar), dan Resort Loh Liang (Pulau Komodo). Tim UNESCO dan IUCN juga berkesempatan mengobservasi langsung penataan infrastruktur wisata alam yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR di Resort Loh Buaya.

“Harapan terbesar saya bahwa hasil dari kunjungan ini akan memberikan rekomendasi dan saran berharga yang akan membantu mempercepat dan memenuhi tujuan penataan kawasan TN Komodo sebagai Warisan Dunia, dengan lancar,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno saat Entry Meeting pelaksanaan Reactive Monitoring Mission.

Lebih lanjut, Wiratno menyampaikan Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk melestarikan nilai-nilai universal yang luar biasa (outstanding universal value) dari TN Komodo melalui berbagai pelaksanaan program dan kebijakan di tingkat lapangan.

Hal ini dituangkan dalam Rencana Pengelolaan Taman sebagai kawasan konservasi nasional dan Situs Warisan Alam Dunia UNESCO. Rencana pengelolaan ini beroperasi di bawah lima prinsip konservasi, yaitu berbasis peraturan, berbasis sains, berbasis bukti, berdasarkan pengalaman, dan berbasis prinsip kehati-hatian.

Dari kunjungannya tersebut, tim IUCN dan UNESCO menyarankan agar perencanaan pengusahaan pariwisata alam di TN Komodo ditambahkan dalam dokumen Integrated Tourism Master Plan (ITMP) agar menjadi satu kesatuan perencanaan yang saling melengkapi satu sama lain.

Selanjutnya, tim IUCN menyampaikan, hasil peninjauan lapangan akan dianalisa selama kurang lebih 6 minggu ke depan dan akan menghasilkan beberapa poin rekomendasi bagi Pemerintah Indonesia melalui Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU). Tim UNESCO juga berencana akan mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas bersama Bank Dunia terkait dengan penyelenggaraan Environmental Impact Assessment (EIA) dan Environmental Management Plan (EMP) bagi para pemangku kepentingan di pemerintahan.

Pemerintah Dinilai Tak Paham Ancaman dan UNESCO yang Terlambat

Dilansir dari BBC Lembaga advokasi berbasis penelitian Sunspirit for Justice and Peace mengatakan pihaknya merupakan salah satu organisasi yang diundang untuk memaparkan kondisi TN Komodo.

"September 2020 yang lalu kan kita pernah mengirim surat ke sana, kemarin kita coba mempertegas kembali di depan mereka," kata Venan Haryanto, peneliti Sunspirit for Justice and Peace.

Venan Haryanto, yang bertemu dengan asesor dari UNESCO dan IUCN pada Sabtu (5/3/2022) kemarin, mengatakan, pertemuan tersebut sebagai respons dari isu-isu terkini di TN Komodo yang pernah disuarakan warga dan beberapa organisasi peduli lingkungan melalui surat-surat kepada UNESCO.

Di depan UNESCO dan IUCN, Venan yang juga mengaku membawa suara masyarakat, mengatakan penolakannya terhadap proyek pembangunan pariwisata di Kawasan TN Komodo.

"Ini bicara soal satu-satunya natural habitat satwa komodo yang tersisa di dunia karena itu kehadiran perusahaan yang membangun infrastruktur yang besar dan luas, ini berbahaya. Walaupun mereka bilang bahwa kami membangun di atas zona pemanfaatan. Tidak bisa pakai argumentasi itu," kata Venan.

Venan menilai pemerintah tidak pernah paham bahwa investasi pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya bisa tumbuh dan berkembang berkat TN Komodo. Untuk itu, pihaknya menilai kealamiahan kawasan tersebut harus tetap dijaga.

"Bagaimana ceritanya kalau kita ke dalam, kalau wisatawan ke dalam masuk ke sana sudah ada gedung-gedung yang banyak. Tolong jangan rusak kealamiahan dengan membangun itu," ujarnya

Sejauh ini, ada tiga perusahaan yang mengantongi izin konsesi di TN Komodo yang bakal mendirikan usaha dan menyediakan jasa di kawasan seluas belasan hingga ratusan hektare di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, dan Pulau Tatawa. Dua di antaranya masuk dalam daftar perusahaan konsesi kehutanan untuk dievaluasi.

Namun, hasil evaluasi itu belum diketahui. Selain soal lingkungan hidup, hal lainnya yang dikhawatirkan akan terganggu jika perusahaan-perusahaan besar itu memulai usahanya adalah kondisi ekonomi warga akan semakin terdesak.

"Ruang hidup warga semakin sempit, semakin setengah mati mereka hidup, tiba-tiba perusahaan dibawa masuk. Kan sangat tidak adil. Sebelum TN Komodo terbentuk kan mereka sudah lama tinggal di pulau itu," kata Venan.

Di satu sisi kedatangan UNESCO dan IUCN ini membuat Venan berharap banyak oleh badan dunia yang mengurus status warisan dunia itu. Dia menunggu cara UNESCO menyelesaikan protes yang sudah disuarakan warga dan para pegiat lingkungan dalam beberapa tahun terakhir.

"Jadi seperti apa caranya dia untuk mengingatkan Pemerintah Indonesia. Kalau bisa harus tegas." harap Venan.

Namun di sisi lain, Venan juga diliputi kecemasan. Pasalnya, respons UNESCO terhadap laporan dari warga sejak 2020 lalu, terkait pembangunan di Pulau Rinca dan konsesi perusahaan swasta, dinilai sangat terlambat.

"Respons dia tahun 2021. Secara timing datang terlambat responsnya, pembangunan di Rinca sudah hampir selesai, lalu kemudian juga tidak semua poin-poin kita direspons secara jelas. Misalnya konsesi perusahaan swasta itu tidak secara eksplisit memberikan kepada kita soal standing position-nya dia terhadap perusahaan-perusahaan swasta," ujar Venan.