Eksekusi Lelang Aset PT Kallista Alam Masih Jalan di Tempat

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Jumat, 01 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Eksekusi lelang aset PT Kallista Alam, masih jalan di tempat. Jangankan lelang, proses penilaian terhadap aset perusahaan perkebunan sawit yang ditetapkan sebagai sita jaminan, sampai sekarang bahkan belum dimulai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai pemohon lelang berharap pihak Pengadilan Negeri (PN) Suka Makmue memberikan dukungan dalam proses penilaian aset di lapangan.

Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, KLHK, Jasmin Ragil Utomo mengakui, proses penilaian aset PT Kallista Alam masih belum mulai. Alasannya, karena pihaknya masih mengharapkan adanya dukungan lebih dari pihak PN Suka Makmue.

Dukungan dimaksud adalah, PN Suka Makmue bisa terlibat secara langsung mendampingi atau justru mengomandoi proses penilaian aset itu. Harapan tersebut sampai kini belum mendapatkan jawaban. Lantaran di tubuh PN Suka Makmue sendiri, beberapa waktu belakangan, tengah mengalami pergantian pimpinan.

"Kemarin PN Suka Makmue sedang ada pergantian ketua. Tapi kita sudah koordinasi dengan Ketua PN yang baru. Kita berkunjung langsung ke PN Suka Makmue dan menyampaikan berkas, itu sekitar 2 minggu yang lalu. Dan berkas itu masih dipelajari oleh Ketua PN. Jadi kita menunggu respon," kata Jasmin.

Kebakaran terus berkobar di hutan gambut Tripa yang berada dalam areal izin PT Kallista Alam, Provinsi Aceh, 12 Juni 2012./Foto: Rainforest Action Network/Paul Hilton.

Jasmin mengakui, KLHK sangat berharap PN Suka Makmue bisa memberikan akses bagi pihak appraisal atau penilai yang ditunjuk, yakni Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Mushofah Mono Igfirly dan Rekan (KJPP MMI), untuk melakukan penilaian aset PT Kallista Alam di lapangan. Jasmin menyebut, kehadiran atau keterlibatan PN Suka Makmue dalam proses penilaian aset ini penting, karena PN Suka Makmue memiliki legitimasi terhadap objek aset yang telah ditetapkan sebagai sita jaminan.

Selain berharap pendampingan dari PN Suka Makmue, lanjut Jasmin, KLHK juga berharap kepada pemerintah daerah, terutama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkominda) Kabupaten Nagan Raya, untuk juga bisa ikut mengawal pelaksanaan proses penilaian aset.

Jasmin bilang, bila hanya KLHK dan pihak appraisal saja yang turun ke lapangan, penilaian aset PT Kallista Alam dikhawatirkan tidak akan berjalan dengan lancar atau mendapatkan kendala seperti yang dialami penilai aset sebelumnya. Yang mana pihak penilai aset yang ditunjuk sebelumnya mendapatkan penghadangan dan pengusiran dari pihak perusahaan.

"Kalau ada dari PN yang ikut ke lapangan mendampingi appraisal melakukan penilaian aset, mungkin tidak akan mendapat kendala. Tidak mungkin pihak pengadilan diusir kan? Kita di KLHK, kalaupun misalnya dimintai bantuan personel ataupun pendanaan untuk ke lapangan, kita siap."

Jasmin menyebut, berlarutnya proses pelaksanaan eksekusi lelang aset PT Kallista Alam ini merupakan preseden buruk bagi penyelesaian kasus karhutla korporasi. Proses eksekusi hukum yang tak kunjung terselesaikan seperti ini diakuinya menyedot banyak energi. Sebab dari hari-hari ke hari kasus-kasus pidana maupun perdata lingkungan dan kehutanan baru masih terus bemunculan.

"Kalau satu kasus mengalir dan tuntas. Tenaga kita tidak akan terlalu terkuras. Tapi kalau ada satu kasus mandek, kemudian ada lagi kasus lainnya, tenaga kita jadinya benar-benar terkuras. Dalam kasus PT Kallista Alam ini kami berharap ada respon baik dari PN Suka Makmue maupun dari Forkominda Nagan Raya," kata Jasmin.

Di kesempatan sebelumnya, saat ditanya tentang perkembangan proses penilaian aset PT Kallista Alam, Juru Bicara atau Humas PN Suka Makmue, Rangga Lukita Desnata justru mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari KLHK.

"Nah kami sampai sekarang belum terima laporan dari Kemen LHK," kata Rangga, Selasa (29/3/2022).

Saat ditanya lebih lanjut mengenai ada tidaknya pendampingan dari pihak PN Suka Makmue dalam proses penilaian aset PT Kallista. Rangga tidak memberikan jawaban yang jelas.

"Sudah kami sampaikan sebagaimana siaran pers kami terdahulu."

Rangga bilang, pihaknya telah melakukan penetapan appraisal yang baru. Dikatakannya, PN Suka Makmue menjalankan proses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Kan kami sudah kami buat penetapan appraisal yang baru, tinggal laksanakan saja penetapan itu. PN Suka Makmue memproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. RBG, Buku II MA dan lain sebagainya," kata Rangga.

Sebelumnya, kasus ini bermula dari pembakaran lahan oleh PT Kallista Alam di atas lahan sekitar 1.000 hektare di area lahan gambut Rawa Tripa, yang terletak di Kabupaten Nagan Raya, selama periode 2009-2012.

Akibat tindakan PT Kallista itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemudian melayangkan gugatan ke PN Meulaboh. Setelah melalui proses sidang yang panjang, PN Meulaboh akhirnya memvonis PT Kallista Alam bersalam dan wajib membayar ganti rugi senilai Rp366 miliar, dengan rincian Rp114,3 miliar ke kas negara dan membayar dana pemulihan lahan sebesar Rp251,7 miliar.

Meski begitu, berbagai upaya perlawanan terus dilakukan oleh PT Kallista untuk membatalkan putusan tersebut. Namun hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK), MA tetap memenangkan KLHK sebagai penggugat, putusan bersifat inkracht dan harus dieksekusi.

Untuk proses eksekusi, PN Meulaboh telah mendelegasikan kewenangannya kepada PN Suka Makmue. Alasannya, karena saat sengketa ini terjadi, Kabupaten Nagan Raya belum memiliki pengadilan negeri sendiri, baru di awal 2019 PN Suka Makmue terbentuk. Oleh karena itu kewenangan eksekusi didelegasikan ke PN Suka Makmue.

Sudirman mengatakan, PN Suka Makmue memiliki penafsiran berbeda soal kewenangan atas eksekusi lelang aset PT Kallista Alam. Pihak PN Suka Makmue merasa kewenangan yang diberikan tidak lengkap, karena tidak ada putusan yang menegaskan pihak PN Suka Makmue berhak masuk ke lokasi PT Kallista Alam dan berhak menilai aset yang akan dilelang.

"Mereka menuntut adanya amar putusan baru yang menegaskan hak tersebut. Selagi amar putusan belum ada, PN Suka Makmue tidak mau masuk ke lokasi sengketa. Karena itu kita minta MA mengambil alih eksekusi ini," ujar Sudirman Hasan, Sekretaris Jenderal Forum LSM Aceh, Selasa (12/10/2021) lalu.

Proses eksekusi lelang aset PT Kallista Alam yang berlarut ini membuat jengah masyarakat sipil. Forum LSM Aceh bersama Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mendesak Mahkamah Agung (MA) agar segera mengambil alih kewenangan eksekusi lelang aset perusahaan perkebunan sawit yang telah dinyatakan bersalah dan diganjar ganti rugi Rp366 miliar itu.

"Kita sudah menyampaikan petisi melalui change.org, menuntut agar eksekusi terhadap perusahaan sawit PT Kallista Alam segera diambil alih oleh Mahkamah Agung," kata Sudirman.

Sudirman menjelaskan, petisi tersebut disampaikan karena PN Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya, sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menjalankan eksekusi itu terkesan lamban dalam menjalankan kewenangannya. Menurut Sudirman, saat ini sebenarnya sudah tidak ada persoalan hukum apapun yang dapat menghalangi eksekusi tersebut, dan bahkan eksekusi itu seharusnya sudah bisa dilakukan sejak 4 tahun lalu.

"Eksekusi selalu tertunda sebab PN Suka Makmue ragu menjalankannya. Padahal Ketua PN Suka Makmue sudah mengambil sumpah tim penilai aset (appraisal) yang bertugas menghitung nilai aset perusahaan yang akan dieksekusi."

Seperti diberitakan sebelumnya, pada 8 Januari 2014 Majelis Hakim PN Meulaboh memutus perkara Nomor 12/Pdt.G/2012/PN. Mbo dengan amar menyatakan PT Kallista Alam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000 dan memulihkan lahan yang terbakar seluas 1.000 hektare dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000 dan sah sita jaminan atas tanah, bangunan dan tanaman di Sertifikat Hak Guna Usaha No. 27 dengan luas 5.769 hektare.