Pemerintah Siapkan Aturan Teknis Pajak Karbon Awal Juli Tahun ini

Penulis : Tim Betahita

Energi

Senin, 04 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyusun aturan teknis pelaksanaan pajak karbon yang rencananya diterapkan mulai 1 Juli 2022. Pajak tersebut dikenakan sektor ketenagalistrikan sudah lebih siap dalam mengimplementasikannya.

"Kesiapan ini penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal sehingga pemerintah memutuskan penerapan pajak karbon pada 1 Juli 2022. Pemerintah akan terus berkonsultasi dengan DPR dalam penyiapan implementasi pajak karbon ini," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Minggu, 3 April 2022.

Berikut aturan teknis pelaksanaan pajak karbon:
1. tarif dan dasar pengenaan
2. cara penghitungan
3. pemungutan
4. pembayaran atau penyetoran
5. pelaporan
6. peta jalan pajak karbon.

Sementara aturan teknis lainnya, seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, pemerintah juga menyusun berbagai aturan turunan dari Perpres 98/2021. Di antaranya tata laksana penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Isu iklim merupakan isu lintas sektor. Koordinasi akan terus kami jaga dan perkuat agar peraturan yang melengkapi satu sama lain dapat mengoptimalisasi upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim," ungkapnya.

Lebih lanjut, pengaturan terkait pajak karbon diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuan utama pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan penerimaan semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

Di sisi lain, proses penyusunan peta jalan atau roadmap pajak karbon perlu memperhatikan peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon di antaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.

"Dalam implementasinya, pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi," ujar dia.

Menurut Febrio, pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia. Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.

"Berbagai upaya dan komitmen yang diperbarui menunjukan keseriusan pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kita perlu mengoptimalisasi seluruh instrumen yang ada termasuk pendanaan APBN maupun swasta," ujarnya.

Studi terbaru mengungkap bahwa Indonesia sebagai salah satu negara berkapasitas ekonomi rendah harus menghentikan produksi minyak dan gas pada 2045, dengan pengurangan 18% pada 2030.