Kualitas Sungai Buruk, Masyarakat Sipil Somasi 4 Gubernur di Jawa

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Kamis, 14 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Kelompok masyarakat sipil melayangkan somasi kepada gubernur ihwal buruknya kualitas air sungai di pulau Jawa. Aktivis menilai pemerintah daerah telah gagal mengelola sungai.

Studi terbaru Ecoton mengungkap bahwa empat sungai besar di Pulau Jawa tercemar mikroplastik. Di antaranya Sungai Brantas di Jawa Timur, Bengawan Solo (Jawa Tengah), Citarum (Jawa Barat), dan Ciliwung (DKI Jakarta).

Pegiat lingkungan yang melayangkan somasi adalah Ecoton, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Gubernur yang ditegur diantaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. 

Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan sumber mikroplastik di sungai berasal dari limbah industri tekstil dan daur ulang plastik dan kertas. Parahnya, keempat sungai tersebut merupakan air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan irigasi bagi area pertanian yang menyuplai lebih dari 50 persen stok pangan nasional.

Aktivis Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) mengumpulkan berbagai sampah plastik di Sungai Ciwulan dalam rangkaian Ekspedisi Sungai Nusantara di Kampung Leuwi Bilik, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (2/4/2022)./Foto: Antara/Adeng Bustomi/Tom.

“Jadi saat ini ada ancaman serius berupa mikroplastik yang mencemari sungai-sungai dan rantai makanan di Pulau Jawa. Pemerintah perlu menerapkan parameter mikroplastik dan senyawa pengganggu hormon (EDC) dalam parameter baku mutu kualitas air sungai,” kata Prigi dalam konferensi pers.

Ditemukan hasil kelimpahan rata-rata mikroplastik pada ikan di keempat sungai dan muara laut sebesar 20 partikel per ikan (sampel Bengawan Solo), 42 partikel per ikan (sampel Brantas), 68 partikel per ikan (sampel Citarum), dan 167 partikel per ikan (sampel Kepulauan Seribu). 

Banyaknya jumlah partikel mikroplastik dalam lambung ikan sangat mengkhawatirkan karena setiap mikroplastik mengandung bahan beracun aditif plasticizer yang bersifat pengganggu hormon atau endocrine disrupting chemicals (EDC).

Berbagai studi menyatakan mikroplastik telah masuk ke dalam tubuh manusia. Polutan ini ditemukan di dalam tinja manusia, plasenta ibu hamil, paru-paru, hingga aliran darah.

Bahan aditif plastik seperti ftalat, bisphenol A (BPA), dan acrylate digunakan dalam berbagai produk plastik rumah tangga. Ketiganya terindikasi dapat mengganggu fungsi hormon dan memicu kanker.

Rahyang Nusantara, Co-Coordinator AZWI mengatakan tata kelola sampah di Indonesia masih buruk. Dia mendesak agar ke-empat gubernur melakukan pemulihan sungai. Para gubernur juga harus membuat regulasi yang kuat terkait pengawasan pengelolaan limbah industri di empat provinsi tersebut.

“Pemerintah provinsi dalam hal ini gubernur harus memastikan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah kabupaten/kota berjalan agar hal ini tidak terjadi,” kata Rahyang.  

Pendiri Ecoton Daru Setyorini mengatakan saat ini pemerintah memiliki regulasi terkait pengurangan dan pengelolaan sampah. Yaitu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 81 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri (Permen) LHK tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen yang diterbitkan pada 2019. Namun, pelaksanaannya belum memadai. 

“Kerusakan sungai di Jawa dikarenakan pemerintah tidak memprioritaskan pengendalian pencemaran air. Pengawasan pembuangan limbah cair industri tidak dilakukan dengan serius, sehingga industri tetap saja membuang limbah dengan pengolahan ala kadarnya,” kata Daru.

“Sementara institusi yang berwenang seperti Balai Besar Wilayah Sungai, KLHK, hingga kepala daerah masih saling lempar tanggung jawab atas situasi krisis kualitas air sungai dan sampah." 

“Atas pertimbangan tersebut, kami melayangkan somasi atau teguran kepada para gubernur di Jawa agar segera merespon krisis kualitas air sungai dan sampah di wilayah administratif masing-masing,” tegas Daru.

Ecoton, WALHI, dan AZWI mendesak agar pemerintah melakukan pemulihan dan perbaikan tata kelola sungai. Diantaranya dengan membuat kebijakan pengelolaan sampah dan limbah, serta menyediakan sarana pengelolaannya.

Para aktivis juga merekomendasikan pemerintah untuk membentuk kelembagaan formal dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi untuk mengelola sungai serta menegakkan aturan pengendalian pencemaran.