Pemanasan Global Picu Badai Ekstrem Afrika Bagian Selatan

Penulis : Aryo Bhawono

Perubahan Iklim

Kamis, 14 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Perubahan iklim memicu peningkatan curah hujan dan intensitas badai di Afrika bagian selatan sejak awal tahun ini. Hujan ekstrem pun telah menjadi fenomena umum di kawasan itu. 

Analisis kelompok World Weather Attribution (WWA) menyebutkan kerusakan yang ditimbulkan oleh badai di Afrika bagian selatan diperparah oleh pemanasan global. Wilayah itu dilanda tiga topan dan dua badai tropis dalam enam minggu. 

Akibatnya lebih dari satu juta orang terkena dampak hujan ekstrem dan banjir di wilayah tersebut. WWA mencatat 230 laporan kematian. 

Namun, para ilmuwan tidak dapat secara langsung menghubungkan frekuensi badai dengan perubahan iklim karena kurangnya data jangka panjang.

Ilustrasi badai siklon. (Pixabay)

Cuaca ekstrem dimulai pada bulan Januari ketika badai Ana menyebabkan kerusakan luas di Madagaskar, Mozambik, dan Malawi. Puluhan orang tewas dan puluhan ribu orang terputus dari bantuan karena jalan dan jembatan hanyut.

Di Malawi, pemerintah mengumumkan keadaan darurat dan jalan-jalan rusak parah sehingga kerabat almarhum harus membawa jenazah ke pemakaman secara mandiri.

Badai Ana diikuti secara berurutan oleh badai Batsirai, Dumako, Emnati dan Gombe.

Para ilmuwan menganalisis pola cuaca saat ini dengan masa lalu. Mereka masih memberikan catatan bahwa kontribusi akurat perubahan iklim untuk peristiwa tersebut tidak dapat diukur, karena tidak adanya catatan sejarah yang komprehensif dari curah hujan di wilayah tersebut.

Mereka menyebutkan hanya empat dari 23 stasiun cuaca di daerah yang terkena dampak di Mozambik yang memiliki data sejak tahun 1981. Sementara Madagaskar ataupun Malawi tidak memiliki stasiun cuaca dengan data yang sesuai untuk penelitian ini.

Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian ini mengkonfirmasi kepada BBC bahwa perubahan iklim memperburuk badai.

"Curah hujan yang terkait dengan badai semacam itu menjadi lebih mungkin dan lebih intens," kata Dr Friederike Otto dari Imperial College London.

Otto hanya memastikan kerusakan akibat badai tersebut semakin parah. 

Para ilmuwan di balik penelitian ini berpesan kepada para pemimpin global, yakni mendesak mereka untuk bertindak untuk mengekang perubahan iklim.

“Negara-negara kaya harus menghormati komitmen mereka dan meningkatkan pendanaan yang sangat dibutuhkan untuk adaptasi, dan untuk memberi kompensasi kepada para korban peristiwa ekstrem yang didorong oleh perubahan iklim,” kata Otto.

Ilmuwan lain menyerukan penguatan sumber daya ilmiah di Afrika untuk mencatat dampak perubahan iklim di wilayah tersebut.

Izidine Pinto dari University of Cape Town mengatakan penguatan ini membantu memahami peristiwa cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim sekaligus mempersiapkan orang-orang yang rentan dan infrastruktur untuk mengatasinya dengan lebih baik.