Vonis bagi Pelaku Kejahatan Gajah Aceh Sulit Hadirkan Efek Jera

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Sabtu, 23 April 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - 11 terdakwa kasus kematian dan perdagangan bagian-bagian satwa gajah (Elephas maximus sumatranus) di Aceh Jaya, divonis 1 sampai 4 tahun dengan denda pidana masing-masing Rp50 juta. Namun vonis yang dijatuhkan pengadilan tersebut masih dianggap belum cukup untuk menghadirkan efek jera bagi para pelaku.

Direktur Penegakan Hukum, Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra menuturkan, bila yang diharapkan dari penjatuhan sanksi pidana tersebut adalah perubahan perilaku, hukuman badan yang dijatuhkan kepada para 11 terdakwa tersebut belumlah cukup. Karena untuk mengubah perilaku para pelaku butuh banyak faktor pendukung. Terlebih dalam kasus kejahatan terhadap satwa, banyak pelaku kejahatan yang bersifat kambuhan, meskipun sudah berulang kali masuk penjara.

"Melihat watak dan psikologi manusia zaman modern ini, orang akan lebih takut kehilangan sumber pendapatan, atau hasil atau kehilangan uang, daripada dipenjara. Maka sudah seharusnya penerapan denda menjadi prioritas. Yang apabila tidak dibayarkan bisa dilakukan penyitaan atas harta benda. Jika tidak mencukupi, maka kekurangannya yang diganti kurungan. Dengan demikian maka efek jera yang diharapkan bisa terwujud," urai Roni, Kamis (21/4/2022).

Di sisi lain, lanjut Roni, perkembangan zaman juga mendorong adanya perubahan pola dalam sistem penjatuhan sanksi, konsep equilibrium atau keseimbangan, haruslah menjadi perhatian utama. Pelaku kejahatan diwajibkan mengembalikan keseimbangan--dalam hal ini terhadap popilasi satwa--yang telah dirusak akibat kejahatan yang dilakukan.

Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan personel Reskrim Polres Aceh Jaya melakukan identifikasi tulang-tulang gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Mapolres Aceh Jaya, Aceh, Kamis (2/1/2020). Tim BKSDA Aceh dan Polres Aceh Jaya menemukan lima bangkai gajah sumatra yang hanya tersisa tulang belulang di kawasan perkebunan sawit di Desa Tuwi Priya Kecamatan Pasie Raya Kabupaten Aceh Jaya, diduga mati akibat terkena arus tegangan tinggi./Foto: Antara/Irwansyah Putra.

Pemulihan keseimbangan ini setidaknya bisa menjadi diskursus dalam isu-isu konservasi. Secara konkret, pemulihan keseimbangan di sini bisa dikonversikan dengan menyediakan dana pemulihan, atau misalnya dia menjadi pekerja sosial, bagi yang tidak mampu, di dalam kegiatan konservasi gajah.

"Pertanyaannya apakah mungkin? Mungkin saja, walau tidak harus seperti semula, setidaknya akan memberikan pelajaran bahwa tidak boleh melakukan kejahatan terhadap satwa, sehingga efek jera itu bisa terwujud," kata Roni.

Roni melanjutkan, dalam kasus perburuan dan perdagangan gading, secara hukum para penyidik memiliki tugas untuk membuat terang suatu kejadian dan jika diperlukan ia dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih mendalam. Termasuk menelusuri lebih jauh keterlibatan pihak lain, semisal calon pembeli, kolektor dan pihak yang menyuruh melakukan perbuatan hukum.

"Nah, secara teori kewajiban mereka sebatas menangani kasus yg dilaporkan, jarang--tetapi ada, namun tidak banyak--yang melakukan pengembangan kasus itu. Dengan berbagai alasan, salah satunya ya, banyaknya kasus yang mereka tangani. Namun sebagai penegak hukum, ya itu tugasnya."

Perjalanan Perkara di Pengadilan

Sebelumnya, pada 27 Januari 2022 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Calang menyatakan 9 orang bersalah dalam kasus kematian 5 ekor gajah di perkebunan sawit warga di Desa Tuwi Pria, Kecamatan Krueng Sabeem, Kabupaten Aceh Jaya, yang terjadi pada akhir 2019 lalu, dengan nomor perkara 51/Pid.B/LH/2021/PN Cag.

9 orang tersebut dinyatakan melakukan tindak pidana melakukan tindak pidana “melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian satwa tersebut mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia”, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kesembilan terdakwa tersebut yakni Sudirman bin Alm. Abdullah, Muhammad Amin bin Muhammad Yusuf, Abdul Majid bin Alm. Tgk. Saad, Lukman Hakim bin Alm. Sandang, Muhammad Rozi bin Alm. Kamarudin, Subardi bin Muslem, Hamdani bin Alm. Tgk. Tahir, Hamdani Ilyas bin Alm. Muhammad Ilyas dan Supriyadi alias Pak Pen bin Alm. Kasmin.

Khusus bagi terdakwa Sudirman, dijatuhi pidana penjara 3 tahun 4 bulan dan pidana denda Rp50 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana (subsider) kurungan selama 2 bulan. Kemudian bagi terdakwa Muhammad Amin dijatuhi vonis 2 tahun 4 bulan dengan pidana denda Rp50 juta, dengan subsider kurungan 2 bulan.

Sedangkan terhadap 7 orang terdakwa lainnya, masing-masing dijatuhi hukuman 10 bulan penjara dan pidana denda Rp50 juta, dengan subsider kurungan selama 2 bulan.

Selain 9 terdakwa itu, terdapat 2 orang lainnya yakni M. Noor B alias Pak Nur Bin Alm. Bardan dan Isdul Farsi bin Zulkifli yang juga dinyatakan bersalah oleh PN Calang, karena turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja memperniagakan bagian lain satwa yang dilindungi dalam kasus nomor perkara 52/Pid.B/LH/2021/PN Cag. M. Noor dan Isdul dianggap membantu Sudirman Cs melakukan perbuatan melawan hukumnya.

M. Noor dan Isdul divonis masing-masing pidana kurungan 1 tahun 10 bulan dengan pidana denda Rp50 juta dan subsider kurungan 2 bulan. Vonis terhadap keduanya dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Calang pada 27 Januari 2022 lalu.

Namun vonis terhadap 11 terdakwa itu dianggap tidak memuaskan. Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Aceh Jaya mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh. Hasilnya, terdakwa Sudirman divonis 4 tahun 6 bulan dengan pidana denda Rp50 juta subsider kurungan 2 bulan, dan terdakwa Muhammad Amin dihukum 3 tahun penjara dan pidana denda Rp50 juta subsider kurungan 2 bulan.

Sedangkan untuk 7 terdakwa lainnya, vonisnya bertambah dari 10 bulan pidana kurungan menjadi 1 tahun pidana kurungan, pidana denda Rp50 juta subsider kurungan 2 bulan. Putusan Banding ini dijatuhkan pada 29 Maret 2022 kemarin dengan nomor putusan banding 89/PID.SUS-LH/2022/PT BNA.

Berbeda dengan 9 terdakwa (Sudirman Cs) yang hukumannya bertambah, putusan banding bagi terdakwa M. Noor dan Isdul justru lebih rendah 6 bulan dibandingkan putusan peradilan tingat pertama.

Vonis pidana penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim PT Banda Aceh bagi keduanya lebih rendah, yakni menjadi 1 tahun 4 bulan. Dengan pidana denda Rp50 juta subisder kurungan 2 bulan. Putusan banding ini dibacakan 29 Maret 2022 dengan nomor putusan banding 90/PID.SUS-LH/2022/PT BNA.