Kekeringan Panjang di Ethiopia Picu Lonjakan Pernikahan Anak

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Senin, 02 Mei 2022

Editor :

BETAHITA.ID -  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan wilayah yang dilanda kekeringan di Ethiopia mengalami peningkatan “dramatis” dalam pernikahan anak. Pasalnya, keadaan darurat yang disebabkan oleh iklim terburuk selama 40 tahun mendorong orang ke titik terendahnya.

Menurut lembaga dana anak-anak PBB (Unicef), tiga musim hujan yang gagal secara berturut-turut telah  menyebabkan kelaparan, kekurangan gizi, dan pengungsian massal bagi jutaan orang di Tanduk Afrika, yakni semenanjung Afrika Timur. Negara di wilayah ini termasuk sebagian Ethiopia, Somalia, Kenya, dan Djibouti.

Menurut direktur eksekutif Unicef Catherine Russell, saat ini banyak anak perempuan di Ethiopia menghadapi pernikahan di usia muda. Orang tua mereka berusaha mencari sumber daya tambahan melalui mas kawin dari keluarga suami, dan berharap putri mereka diberi makan dan dilindungi oleh keluarga kaya.

Beberapa daerah di wilayah Oromia yang luas telah mengalami peningkatan tajam dalam praktik tersebut, kata badan anak-anak PBB, mengutip data pemerintah setempat.

Anak perempuan bernama Sofia Mohammed (12 tahun) dalam perjalanan mendapatkan air minum usai berjalan 35 kilometer ke Keroma kebele, lokasi truk air berada, pada 2015. Foto: Unicef Ethiopia

Di zona Hararghe Timur, berpenduduk 2,7 juta orang, kasus pernikahan anak meningkat sebesar 51%. Angka tersebut naik dari 70 yang tercatat selama periode enam bulan pada 2020-2021 menjadi 106 pada periode yang sama setahun kemudian.

Itu hanya satu dari enam daerah yang terkena dampak kekeringan di Oromia yang mengalami peningkatan tajam dalam pernikahan anak, kata Unicef. Di zona-zona itu, kasusnya hampir empat kali lipat.

Data yang diterima oleh Unicef ​​minggu ini mengungkap, 672 kasus pernikahan anak tercatat antara Februari dan Agustus tahun lalu. Menurut data pemerintah setempat, jumlah itu melonjak menjadi 2.282 dalam enam bulan dari September hingga Maret tahun ini.

“Kami melihat peningkatan pernikahan anak yang cukup dramatis,” kata Russell. Pihaknya mencatat bahwa lebih dari 600.000 anak diperkirakan putus sekolah akibat kekeringan.

Dampaknya "melemahkan" bagi para gadis dalam jangka panjang, tambahnya. “Praktik ini benar-benar merampas semua peluang mereka dan berakhir di mana mereka lebih mungkin untuk mulai memiliki anak lebih awal; mereka lebih cenderung memiliki anak dengan usia lebih dekat. Mereka juga masih muda, sehingga tidak dalam posisi untuk menegosiasikan seks yang aman dengan pasangan mereka. Ini hanya satu dari sekian masalah untuk gadis-gadis ini," terang Russell. 

Ethiopia salah satu negara dengan tingkat pernikahan anak tertinggi di dunia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkannya. Namun kekeringan dikhawatirkan akan menjadi kendala. Menurut data demografi dari 2016, 40% anak perempuan di negara Afrika timur menikah sebelum usia 18 tahun dan 14% menikah sebelum ulang tahun ke-15 mereka.

Kekeringan juga mendorong tingkat malnutrisi akut parah di daerah yang terdampak, dengan tingkat penerimaan untuk anak-anak di bawah lima tahun 15% lebih tinggi pada Februari tahun ini dibandingkan Februari tahun lalu. Russell, yang mengunjungi situs-situs di mana UNICEF merawat anak-anak yang kekurangan gizi, mengatakan orang-orang juga dipaksa untuk minum air yang terkontaminasi. Sehingga mereka berisiko menderita berbagai penyakit termasuk kolera.